WanitaIndonesia.co, Jakarta – Jelang bulan Ramadan, pemerintah masih belum mampu mestabilkan harga dan stok minyak goreng.
Selain minyak goreng, sejumlah bahan pangan lain silih berganti mengalami kenaikan hingga menjelang perayaan Lebaran, sebagian sulit dicari. Daging sapi, telur, tahu dan tempe, dlsbnya.
Menghadapi ‘gangguan’ tersebut, umat Islam khususnya kaum ibu diminta lebih bijak mensikapinya. Tidak larut, kecewa dan stress karena akan memengaruhi kualitas ibadah pada bulan Ramadan.
Pertegas keimanan bahwa bulan penuh berkah ini hanya akan sampai pahalanya bila kita khusyu dalam beribadah. Penting melaksanakan sunah Rasul diantaranya tata cara makan beliau yang tidak berlebih-lebihan. Serta di tengah momen sulit ini kita hijrah dengan tidak menjadikan elemen-elemen artifisial seperti makanan dan minuman menjadi prioritas utama.
Saat kelangkaan minyak goreng masih terjadi,
antrian panjang yang berakhir pada perebutan minyak goreng menjadi fenomena yang memilukan. Hadir banyak cerita tragis seputar perjuangan kaum Wanita Indonesia untuk mendapatkan minyak goreng.
Tak penting merek atau harga yang dipatok tinggi, utamanya dapat menyajikan sejumlah sajian favorit keluarga, ini pasti membahagiakan tutur Karnie, (42) Irt asal Tebet.
Hampir setiap hari ia hunting tempat-tempat yang menjual minyak goreng. Sesekali dapat, namun banyak yang gagal karena minyaknya sudah habis.
Ia membantah menimbun atau menstok banyak di rumah. Saya ini kan perempuan, tentu punya empati jika dengar ada teman yang curhat tidak memiliki minyak goreng, saat anaknya yang masih kecil menginginkan menu Ayam Goreng.
Ia pun langsung menjualnya dengan harga asal ketika membeli. Ketika ditanya apakah ia mencari untung dengan upayanya tersebut?
Karnie langsung menukas, “Amit-amit deh, dalam keadaan susah saya masih mikir untung, apalagi dengan teman yang juga susah, “katanya bijak.
Perjuangan sepenuh hati pun dilakukan
Sandra Irt (41) asal Berau – Kal-tim. Hanya untuk membeli 2 liter kemasan ia harus merenggang nyawa, di pagi kelabu saat antri membeli minyak goreng di sebuah minimarket.
“Awalnya isteri saya mengeluh sakit di dada, ujar Budianto suami Sandra dengan berkaca-kaca mengenang pertemuan terakhir dengan isterinya.
Sudahlah bu, kalau masih sakit jangan ikut antri, makan seadanya saja. Lebih baik Istirahat saja di rumah. Sempat saya gosok minyak balur di bagian yang sakit, isteri saya malah bilang tetap akan ke sana, sambil melihat situasi. Kalau ramai, ibu pulang saja yah, “katanya.
Walau antrian mengular, ibu yang mencintai keluarga kecilnya tersebut tetap ikut antri dengan menjaga jarak.
Tak lama berselang, Sandra jatuh, kejang-kejang lalu tak sadarkan diri. Upaya mengevakuasi ke rumah sakit tak membuahkan hasil. Ia wafat dalam perjalanan, miris dan pilu bukan?
Sekelompok ibu di wilayah Koja – Jakarta Utara berteriak histeris sambil menangis manakala uang yang telah disetorkan untuk pembelian paket minyak goreng murah ditilap pasutri pengangguran.
“Janjinya, minyak goreng bermerek perkarton isi 12 liter dijual hanya Rp. 135.000,- padahal harga standar saat krisis kan Rp. 230.000,-. Dibundling dengan mi instan per dus hanya Rp. 80.000,- dari harga normal Rp. 100.000,-, ‘keluh Endang Nuryanti, salah satu korban.
Kedua perempuan korban dan pelaku nasibnya berakhir miris gegara minyak goreng. Total 1 milyar hasil setoran ratusan pembeli harus lenyap dimanipulasi pelaku. Korban yang berperan sebagai collector harus bertanggung jawab mencarikan solusi untuk menggantinya. Sedangkan ibu yang melakukan penipuan harus menjalani kehidupan panjang di penjara. Lalu bagaimana dengan nasib anak-anaknya?
Yang tak kalah memprihatinkan ketika Kemendag mengkambing hitamkan rumah tangga yang menimbun atau menstok minyak goreng sebagai biang kerok kelangkaan minyak goreng.
Mereka beralasan produksi minyak goreng sudah mendekati kebutuhan dalam negeri. Ditunjang hasil riset kebutuhan minyak goreng per orang
0,8 – 1 liter perbulan.
Ucapan tak bijak dari pejabat tersebut sudah tentu melukai hati rakyat, khususnya kaum ibu. Tundingan tegas dibantah pengamat kebijakan publik. Keliru, karena mayoritas rumah tangga 62% minyak curah, sisanya kemasan.
Di awal krisis minyak goreng, WanitaIndonesia.co telah mengingatkan untuk menghemat penggunaan minyak goreng dengan mengalihkan teknik memasak dari olahan kukus, rebus dan panggang. Serta memilih olahan tumis atau cah yang irit minyak goreng.u
Ketika menginginkan olahan yang digoreng, ada teknik menggoreng tanpa minyak yang lebih sehat dengan hasil maksimal. Inovasinya dengan menggunakan peralatan masak modern Air Fryer. Tentu menjadi solusi untuk menghalau ‘gangguan’ saat Ramadan dan menghadirkan pengalaman terbaru saat menggoreng di rumah. (RP).