Tragedi Bunuh Diri : Mengenal Kesehatan Mental, dan Upaya Pencegahannya

Tragedi Bunuh Diri : Mengenal Kesehatan Mental, dan Upaya Pencegahannya

wanitaindonesia.coSL, artis Korea Selatan ditemukan meninggal dunia di kediamannya, diduga penyebab kematian sang aktris karena bunuh diri. (GH) penyanyi asal korea selatan memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri 41 hari, setelah kematian sahabatnya (SL) pada 17 oktober 2019. 3 desember 2019 (EA) ditemukan tewas bunuh diri di lantai dasar gedung Galaxy mall Surabaya, karena menjatuhkan dirinya dari lantai 4.

Berdasarkan keterangan yang beredar, ketiganya melakukan aksi bunuh diri karena penyakit mental yang bersarang pada diri korban. Penyakit mental sendiri muncul karena pelbagai faktor, mulai dari faktor eksternal seperti bullying, kekerasan seksual, dan banyak lagi hal potensial lain yang dapat menyebabkan mentalitas seseorang menjadi tertekan.
WHO menyatakan bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar kedua, sekitar 800.000 orang meninggal dunia karena bunuh diri ditiap tahunnya. Itu berarti, setiap 40 detik ada orang yang meninggal akibat bunuh diri di seluruh dunia. Angka ini lebih besar dari pada angka kematian yang disebabkan oleh malaria, kanker payudara dan perang.

Angka yang fantastis ini mencerminkan bahwa kesehatan mental tak boleh kita sederhanakan. Pada faktanya, kesehatan mental menjadi salah satu faktor terbesar penyebab bunuh diri. Akan tetapi, penyakit mental masih menjadi barang yang tabu untuk dibicarakan. Selain itu stigma negatif yang terus bermunculan, mengakibatkan hanya sedikit orang yang berkempatan mendapat pertolongan tepat dari tangan profesional.

Tidak sedikit masyarakat kita yang masih beranggapan bahwa seseorang dengan penyakit mental adalah orang-orang gila. Padahal jenis penyakit mental sendiri variatif. Bahkan seorang dengan penyakit mental bisa terlihat seperti manusia sehat pada umumnya. seorang dengan penyakit mental tak jarang menemui penolakan terhadap lingkaran sosial mereka, ketika berusaha berterus terang tentang penyakit mental yang dideritanya.

Hal ini tentu sebagian dari kontribusi masyarakat, yang masih melihat penyakit mental adalah hal yang tidak mungkin terjadi pada seseorang. Masyarakat kita masih menempatkan kondisi mental pada takaran ketaatan terhadap suatu kepercayaan. Inilah mengapa ketika seseorang berusaha menjelaskan kondisinya, dengan penyakit mental yang ia miliki, respon kebanyakan orang cenderung akan selalu disarankan untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

Bunuh Diri dan Depresi
Tak jarang kita jumpai pemberitaan di media massa tentang kasus bunuh diri yang selalu dikaitkan dengan depresi. Padahal setiap kasus memiliki penyebab berbeda-beda. Venty R. Telaumbanua Konselor Surabaya Soul Society menyatakan bahwa, setiap kasus bunuh diri yang disebabkan oleh penyakit mental tak melulu soal depresi.

“Beberapa kasus emang seperti itu. Namun tidak hanya depresi yg dikaitkan dgn bunuh diri. Ada juga borderline personality disorder, schizophrenia dan lain-lain,” tandasnya saat diwawancarai reporter perempuanriang.com

“Tapi kan umumnya masyarakat kenal gangguan itu ya depresi. Ada gangguan A dianggap depresi, gangguan B dibilang juga depresi. Padahal gejalanya beda. Yang dipahami masyarakat adalah bahwa jika tingkahnya aneh (tidak normal) maka dianggap depresi. Ya itu krna kurangnya pengetahuan masyarakat,” lanjutnya.

Dalam beberapa kasus bunuh diri, depresi juga bisa menjadi pemantik. Namun keterkaitan bunuh diri tak selalu menyoal depresi sahaja. Ada banyak faktor yang harus kita bedah dengan pisau kemanusiaan untuk bisa mendapatkan jawaban yang pas dan bertindak dengan tepat.

Kurangnya literasi tentang penyakit mental juga menjadi salah satu penyebab terbesar, mengapa bunuh diri selalu diidentikkan dengan depresi. Tentu cara yang paling mungkin untuk menghindari ketabuan, adalah dengan membuka khazanah seluas-luasnya tentang penyakit mental, dan berbesar hati untuk tak mengaitkan kondisi kesehatan seseorang dengan sebuah kepercayaan.

Mengedukasi diri sendiri dengan membaca beberapa artikel tentang kesehatan mental, atau mengikuti diskusi terbuka tentang mentalitas juga bisa membantu anda memahami lebih jauh tentang penyakit mental.

Upaya Pencegahan
Penyakit mental tentu membutuhkan penanganan khusus. Tak semua orang mampu atau memiliki kapabilitas untuk berhadapan dengan seseorang berpenyakit mental. Namun bukan berarti kita tak bisa melakukan tindakan pencegahan bunuh diri, terhadap siapapun yang tengah berjuang dengan penyakit mentalnya.

Ada banyak cara yang bisa dilakukan. Menemani seseorang yang terserang penyakit mental ketika ia membutuhkan juga sangat efektif untuk mengurangi keinginan bunuh diri. Pastikan anda menghindari untuk memberikan saran agamis. Jadilah pendengar yang baik, berikan perhatian yang penuh.

Peran keluarga, kerabat, dan teman dekat akan selalu berhasil menambah semangat untuk tetap hidup. Perempuan berkacamata ini juga menganjurkan agar tidak menganggap remeh setiap keingin bunuh diri. “Untuk keluarga atau lingkungan, jika mengetahui bahwa ada kenalan yang ingin bunuh diri, maka sebaiknya tidak diam atau takut.

Tanggapilah dengan serius dan katakan bahwa anda akan menemani ia dalam masa sulitnya sekarang. Karena umumnya jika sudah mulai memikirkan itu mungkin saja masalahnya sudah cukup kompleks,” jelasnya saat dihubungi lewat pesan singkat.

“Apabila muncul keinginan bunuh diri (jika mengalami ini sering). Sebisa mungkin ketika pemikiran ini hadir, hindari untuk sendiri. Hubungilah teman atau keluarga yg dianggap bisa membantu,” tutupnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini