Shirley Magdalena Tangkilisan

Shirley Magdalena Tangkilisan

“Ketika Keluarga ataupun Karir Bukanlah Sebuah Pilihan”

WanitaIndonesia.co – Kemajuan suatu bangsa tidaklah lepas dari peranan seorang Ibu. Di balik kebesaran dan majunya suatu bangsa tentu akan berjalan sebanding dengan kualitas pendidikan yang diraih seorang Ibu. Lalu, bagaimanakah ketika seorang Ibu memilih berkarir? Apakah anak akan menjadi korban? Apakah dengan banyaknya wanita berkarir di masa kini, maka kemajuan bangsa dipertaruhkan?

Sejenak, pertanyaan di atas menghantui banyak isi kepala wanita Indonesia. Kita seakan dihadapkan pada sebuah pilihan antara merawat anak di rumah atau mengembangkan potensi diri dalam berkarir? Apalagi bagi Wanita Indonesia yang juga berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan usia anak yang masih tumbuh kembang ataupun usia Sekolah Dasar. Tentu, rasanya sangat ‘luar biasa,’ bukan?

Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan di atas seperti ini tidaklah tepat jika diberikan kepada Shirley Magdalena Tangkilisan, perantau asal Bontang yang kini sukses menapaki karir sebagai Direktur Asosiasi di H+K Indonesia. Bagi Shirley, bekerja ataupun keluarga bukanlah pilihan bagi wanita Indonesia. Pekerjaan dan keluarga bila disikapi dengan bijak dan juga balance, maka bisa saling bersinergi serta memberi manfaat yang lebih luas.

Gadis cantik yang memiliki jabatan sebagai direktur ini, usianya masih terbilang muda, kurang lebih 37 tahun dan masih sangat energik serta berpenampilan fashionable. Wajahnya ramah menyapa dan lidahnya lancar bertutur cerita. Masa kecil Shirley dihabiskan di Bontang hingga lulus SMA. Menginjak kuliah, Shirley hijrah ke Jakarta dan bersekolah di The London School. Kampus unggulan yang memproduksi banyak Public Relation ternama dan berkualitas.

Sebelum masa kuliahnya usai, Shirley telah memulai bekerja pada salah satu perusahaan sebagai PR. Pekerjaan yang erat dengan dunia komunikasi masyarakat yang hingga kini masih setia ia geluti. Maka tidak heran jika jenjang karirnya terus melesat karena ketekunan dan juga konsistensinya.

“Sebenarnya, aku pernah vakum satu tahun tidak lama setelah anak pertamaku lahir. Namun, puji Tuhan, aku diberi kesempatan untuk berkarya lagi. Tentu saja sangat senang sekali rasanya, bisa kembali berkarir di bidang ini. Aku suka sekali bertemu dengan banyak orang dengan berbagai latar belakang. Ada banyak pelajaran yang aku dapatkan,” tutur Shirley memulai cerita.

“Sayangnya , Tuhan punya rencana lain. Saat aku euforia dengan pekerjaan baru yang kugeluti, ternyata aku diberi rezeki dengan kehamilan anak kedua ini. Aku sempat khawatir kehilangan pekerjaan, karena aku sendiri belum lama masuk kerja. Namun, aku bersyukur atasanku seorang wanita juga, beliau bisa memahami keadaanku,” ucapnya senang.

Bekerja dengan tetap fokus pada dua buah hati yang usianya berdekatan memiliki tantangan sendiri. Kakak dan adik sama-sama menuntut perhatian. Apalagi pekerjaan Shirley memiliki waktu yang tidak beraturan. Terkadang bisa pulang cepat dan bermain bersama anak lebih lama. Terkadang juga terpaksa harus berminggu-minggu berpisah dengan anak saat Shirley perjalanan dinas ke luar negeri.

“Karena jam kerjaku tidak beraturan. Masa-masa di rumah bagiku tentu sangat penting. Aku berusaha memberikan quality time terbaik untuk mereka. Apalagi di masa pandemi kemarin. Kami semakin dekat. Aku dan suami saling berbagi tugas mendampingi anak kami untuk pelajaran di sekolahnya dan juga pengembangan karakternya. Kalau aku pegang Kakak dan suami yang pegang adik. Yah, repot banger saat itu, tapi prinsipku adalah menikmati keadaan apapun yang aku lewati. Bagiku prinsip sederhana ini, bisa membuat aku survive melewati semua proses kehidupan,” cerita Shirley.

Tentu tidak semua wanita Indonesia beruntung seperti Shirley yang bisa memenangkan dua hal yang seringkali dianggap sebagai sebuah pilihan yang bersebrangan. Pencapaiannya tidaklah lepas dari peranan sang suami yang bisa diajak kolaborasi dengan apik. Bagi Shirley, seorang Ibu haruslah bisa menciptakan ekosistem yang baik, bersinergi, dan berdaya guna. Dari ekosistem itulah, maka suport system pun terlahir. Terbukti, bahwa sang suami yang berkarya sebagai art manager pada hospitality, mau mendukungnya dalam pekerjaan domestik.

“Tidak hanya peranan suami sajalah, ada sosok lain yang sangat berharga bagi saya, yaitu asisten rumah tangga kami. Bagi saya, dia adalah bagian dari anggota keluarga yang harus terjamin kesejahteraan dan juga kenyamanannya ketika bekerja. Penting bagi saya untuk memastikan ia nyaman dan juga happy, sebab ia yang mewakili saya dalam mendampingi pendidikan karakter bagi anak-anak,” jelas Shirley.

“Kalau dengan suami, jelas kita harus seia-sekata untuk membangun visi dan misi keluarga. Begitupun dengan ‘Mbak’ kami. Ia juga harus memiliki pola asuh yang sama saat menghadapi anak-anak. Saya dan suami selalu bilang sama Mbak untuk tidak terlalu meladeni anak-anak kami. Bagi saya kemandirian merupakan hal yang sangat penting. Dimulai dari rasa mandiri inilah, maka kami bisa melahirkan pejuang-pejuang yang bisa memberi manfaat pada dunia,” jelas Shirley bersemangat.

“Ohiya, selain kemandirian, aku juga biasakan anakku berliterasi sejak dini. Aku suka sekali membiasakan mereka mengobservasi dan menganalisa, tentu disesuaikan dengan kapasitas usianya, ya. Anakku yang besar usia 7 tahun dan yang kecil berusia 5 tahun. Sangat berdekatan dan sesekali juga banyak keributan kecil yang membuat seru rumah kami,” cerita Shirley sambil tertawa.

Kebiasaan yang ditanamkan oleh Shirley sejak dini, ini membuat kedua anaknya menjadi kritis. Shirley dan suami selalu berusaha untuk menjawab pertanyaan mereka secara objektif dan edukatif.

“Aku berusaha kalau ada masalah apa-apa, lebih baik mereka nanya ke aku, sehingga mereka bisa mendapatkan informasi secara jelas dan tepat. Seperti sex education atau apalah. Kalau mereka dapatnya informasi dari luar, yah ngeri juga sih,” ucapnya dengan wajah khas Ibu yang selalu mengkhawatirkan keadaan anak-anak zaman sekarang.

Dengan usia anak yang hanya terpaut dua tahun dan juga masih membutuhkan perhatian tinggi, tentu diperlukan manajemen stres yang baik bagi seorang Ibu. Untuk menjaga kewarasannya, Shirley merasa penting untuk memiliki prinsip hidup yang menuntunnya.

“Prinsip pertamaku adalah keseimbangan. Aku berusaha seimbang antara kebutuhan rohaniku, berkarir, mengurus keluarga, berolahraga, dan juga me time. Untuk rohani, aku berusaha menyempatkan waktu ke gereja setiap minggunya. Selain berkarir dan mengurus anak, aku juga memiliki kesamaan hoby dengan suami yang membuat kami menjadi lebih kompak dan harmonis. Kami sama-sama suka berlari marathon. Terus juga aku bukan orang yang harus memenangkan segalanya. Adakalanya, aku lebih banyak di karir dan di waktu lain lebih banyak di keluarga, kadang juga ke hobi. Yah, intinya dari semua keadaan aku ini aku berusaha seimbang,” jelas Shirley.

“Prinsip kedua bagiku adalah menghargai opportunity. Peluang dan kesempatan itu tidak datang seetiap saat. Aku selalu memperhatikan dengan baik kesempatan yang datang dalam hidupku, termasuk kesempatan untuk berkarya. Berkarya dalam arti luas tentunya. Intinya, to be the best dalam setiap waktu dan kesempatan yang datang pada kita. Jadi, berikan yang terbaik dari dirimu!” jawab Shirley tegas.

Dua prinsip sederhananya inilah yang membuat Shirley mampu bertahan dengan berbagai keadaan dan juga mampu mendapatkan semua, berkarir ataupun keluarga. Baginya hal yang tepenting tentang hidup ini adalah berbuah. Berbuah yang manis dan bisa dinikmati banyak orang. Shirley juga sangat percaya apa yang kita tanam, tentu itu yang kita tuai.

“Waktu dan kesempatan tidak datang setiap waktu. Kita tidak tahu, siapa yang dipanggil lebih dahulu oleh Tuhan. Maka aku selalu berpegang pada keyakinanku untuk menjaga keseimbangan dan berusaha memberikan yang terbaik. Aku juga tanamkan pada anak-anakku tentang hal ini. Keinginan untuk memberikan yang terbaik mampu membuat kita bisa beradaptasi dengan berbagai keadaan dan juga mental yang kuat,” tutupnya pada sesi wawancara kali ini.

Jadi, berkarir ataupun menjadi full mother, bukanlah sebuah pilihan yang harus menyiksa kita. Apapun pilihan kita, maka yang terpenting adalah kita memberikan yang terbaik dari dalam diri kita untuk mencapai semua mimpi-mimpi wanita Indonesia. Sebab, kemajuan sebuah bangsa merupakan tanggung jawab wanita Indonesia dalam memberikan pendidikan terbaiknya bagi tunas bangsa. ( Siska P D)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini