wanitaindonesia.co – Berbagai makanan berlabel superfood begitu menarik di mata para penganut gaya hidup sehat, yang selalu mencari bahan pangan kaya gizi dan manfaat. Namun, selama ini istilah superfood banyak diasosiasikan dengan makanan-makanan impor, seperti blueberry atau ikan salmon. Padahal, Indonesia juga memiliki bahan-bahan pangan kaya gizi yang sayang untuk dilewatkan.
Kadang-kadang, istilah superfood juga muncul karena keterbatasan sumber daya suatu negara. Direktur PT Embrio Biotekindo, Wida Winarno, memberi contoh melinjo. Karena tidak dapat tumbuh di Jepang, mereka memopulerkan melinjo sebagai superfood yang harus diimpor. Ilmuwan Jepang menggali berbagai penelitian mengenai khasiat melinjo. Mereka mengimpor melinjo mentah dari Indonesia dan memprosesnya menjadi berbagai produk, seperti teh, tepung, kue, suplemen, dan lain-lain, yang harganya mahal.
Indonesia yang kaya akan bahan pangan tentu juga memiliki superfood dengan berbagai macam zat gizi yang bisa dimanfaatkan. Bisa jadi kita sudah mengonsumsinya sejak lama, tapi tidak pernah menganggapnya sebagai superfood, misalnya tempe yang sudah lama dekat di hati masyarakat Indonesia.
“Tempe adalah satu-satunya pangan nabati yang mengandung vitamin B12,” ujarnya. Wida menjelaskan, tempe merupakan makanan tinggi protein, tapi rendah lemak, sehingga sangat baik untuk mereka yang sedang diet atau ingin memperbesar otot.
Sebagai probiotik, tempe bisa menjaga kesehatan usus dan saluran pencernaan. “Tubuh kapang Rhizopus yang berperan dalam fermentasi tempe memiliki sifat parabiotik yang berperan dalam meningkatkan sistem imun manusia,” jelas Wida.
Tempe juga terbukti memiliki khasiat sebagai antibakteri, antikolesterol, sumber hormon alami, serta mengandung antioksidan dan antiaging. Berbagai zat gizi yang terkandung dalam tempe membuat para ahli pangan dan gizi (PERGIZI PANGAN), para ahli teknologi pangan (PATPI), Asosiasi Laboratorium Pangan (ALPI), para ahli bioteknologi (KBI), dan kelompok ilmuwan (AIPI) mendeklarasikan dan merekomendasikan tempe sebagai makanan pendamping ASI dalam International Conference on Tempe, Februari 2015, di Yogyakarta.
Contoh lain adalah daun kelor. Wida menuturkan, berdasarkan kearifan lokal, akar kelor bisa dimanfaatkan sebagai obat malaria, painkiller, dan penurun tekanan darah tinggi. Daun kelor juga sering dimanfaatkan sebagai penurun tekanan darah, obat diare, diabetes, dan penyakit jantung. Belum lagi tepung dari biji kelor, juga dipakai sebagai bahan baku obat dan kosmetik yang bernilai tinggi.
“Dengan manfaat yang begitu kaya, daun kelor layak disebut sebagai superfood atau superveggie. Ini hanya satu dari sekian banyak superfood lokal yang baru terungkap. Tentu masih ada banyak lagi lainnya yang belum terungkap dan bisa dipopulerkan,” tutur Wida. (wi)