Fenomena Cuckold: Dari Stigma Kuno Jadi Fantasi Seksual, Begini Sejarahnya

Kemesraan perempuan dan laki-laki. (Foto: AI)

WANITAINDONESIA.CO – Akhir-akhir ini di dunia Maya kita sering sekali mendengar istilah cuckold.

Apa sih makna dari istilah cuckold ini? Kalo melihat sejarahnya, sebagian orang pasti langsung teringat pada gambaran pria yang “dikhianati” pasangannya.

Kata cuckold ini memang berasal dari Eropa abad pertengahan dan punya konotasi negatif.

Asal-usul kata cuckold diambil dari burung tekukur yang dalam bahasa aslinya disebut cuckoo. Burung ini dikenal suka menitipkan telurnya di sarang burung lain.

Analogi ini dipakai untuk menggambarkan seorang pria yang istrinya berselingkuh, bahkan mungkin membesarkan anak dari orang lain tanpa ia sadari.

Di masa lalu, status “cuckold” dianggap aib sosial yang memalukan. Tak heran, istilah ini kerap muncul dalam karya sastra klasik seperti tulisan Shakespeare.

Namun, seiring berkembangnya zaman, cuckold tak lagi sekadar menjadi istilah penghinaan, melainkan juga menjelma fenomena dalam dunia modern—bahkan masuk ranah budaya pop dan psikologi seksual.

Di era modern, terutama lewat internet, istilah cuckold mengalami pergeseran makna. Dalam dunia fetish, cuckold justru menjadi sejenis fantasi seksual dimana seorang pria secara sadar dan rela “membiarkan” pasangannya berhubungan dengan pria lain, bahkan merasa terangsang karenanya.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana manusia menafsirkan ulang konsep relasi dan keintiman.

Menurut sejumlah pakar seksologi, fantasi cuckold berkaitan erat dengan dinamika rasa malu, cemburu, sekaligus gairah.

Ada pria yang merasa terdominasi, ada pula yang justru menemukan kepuasan melalui keterbukaan hubungan.

“Batasan utama adalah konsensual. Selama semua pihak sepakat, maka hal ini menjadi bagian dari preferensi, bukan pengkhianatan,” ungkap seorang psikolog klinis.

Fenomena cuckold memperlihatkan bagaimana bahasa dan budaya bisa berubah maknanya. Dari istilah yang dulu menghina, kini ia menjadi label untuk sebuah fantasi atau gaya hidup tertentu.

Pada akhirnya, baik dalam makna tradisional maupun modern, istilah ini selalu berkaitan dengan pertanyaan mendasar: bagaimana manusia memandang cinta, kesetiaan, dan seksualitas. (*)