wanitaindonesia.co – Jangan mengejar cinta namun justru menjadikan kita petaka. Sebenarnya bukan hal yang salah, tapi rasa cinta dan passion itu bisa jadi adalah suatu hal yang tidak ada batasnya.
“Do what you love”
Kita semua pasti pernah mendengar quotes ini. Simpelnya, kita didorong untuk melakukan sesuatu yang kita cintai atau bekerja sesuai passion. Sebenarnya bukan hal yang salah, tapi rasa cinta dan passion itu bisa jadi adalah suatu hal yang tidak ada batasnya. Kamu bisa saja cinta sama pacarmu, pekerjaanmu, atau bahkan sesuatu yang gak ada wujudnya, nilai dan keyakinan.
Mungkin secara umum definisi cinta adalah perasaan afeksi kepada teman, keluarga, dan pasangan. Namun, di kamus Cambridge, ada makna lain dari “love” yaitu enjoy something very much or have a strong interest in something (terjemahan: sangat menikmati sesuatu atau memiliki minat yang kuat pada sesuatu).
Ketika cinta jadi “mematikan”
Pernah dengar kasus terorisme terhadap klinik aborsi milik Dr. George Tiller oleh kelompok anti-aborsi Amerika, Army of God?
Dr. George Tiller adalah seorang dokter yang memberikan layanan aborsi. Tindakannya ini memicu kemarahan Army of God. Puncaknya, pada 31 Mei 2009, ia dibunuh di gereja.
Setelahnya, kelompok ini merasa mereka telah melakukan hal yang tepat karena telah membunuh dokter yang berusaha mengambil nyawa seorang bayi melalui aborsi.
Dr. George Tiller sebetulnya telah banyak menerima tindakan kekerasan seperti pengeboman klinik aborsinya pada tahun 1993 oleh kelompok yang sama. Meskipun telah banyak menerima ancaman, ia tetap melakukan praktek aborsi. Ia berprinsip “abortion is about women’s hopes, dreams, potential, the rest of their lives. Abortion is a matter of survival for women” (terjemahan: aborsi adalah tentang harapan, impian, potensi wanita, sisa hidup mereka. Aborsi adalah masalah kelangsungan hidup perempuan).
Kasus di atas memang terkesan ekstrem, namun kamu tentu sering melihat orang-orang terkadang mengorbankan banyak hal untuk melakukan apa yang mereka cintai, bahkan tak jarang sampai mengancam nyawa orang lain atau mengancam diri mereka sendiri.
Jadi cinta itu seperti apa?
Jika kita berpaku pada kata-kata “do what you love”, bahkan perilaku Army of God tersebut atau kelompok ekstremis lainnya bukan sesuatu yang salah di mata mereka. Seorang pejabat yang sangat mencintai harta dan berani melakukan korupsi pun melakukannya demi sesuatu yang mereka cintai: uang. Setidaknya mereka melakukan hal yang mereka percayai akan membawa kebahagiaan bagi mereka, serumit apapun bentuk kebahagiaan itu untuk kita pahami.
Sekali lagi, tindakan mereka memang tergolong ekstrem. Bagi kita yang menjalani hidup yang “biasa” saja mungkin bisa belajar satu hal: bahwa “doing something that we love” itu tidak selalu tepat jika diikuti dengan buta. Tidak semua hal yang kita sukai itu tidak selalu baik adanya untuk diteruskan sebagai karier. Apa yang kita lakukan juga perlu membawa manfaat bagi masyarakat, menjadi sumber penghidupan yang baik, dan sesuai kemampuan. Jangan sampai mengikuti passion dan cinta malah menutup mata kita pada realita dan nurani.