WanitaIndonesia.co, Jakarta – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, atau BTN, terus memperkuat transformasi digitalnya dengan berfokus pada pengelolaan risiko siber yang menyeluruh dan berkelanjutan.
Direktur Manajemen Risiko BTN, Setiyo Wibowo, menekankan pentingnya membangun kerangka manajemen risiko digital yang tidak hanya berorientasi pada teknologi, tetapi juga melibatkan aspek tata kelola dan manusia. Sejak tahun 2019, BTN telah menjalankan berbagai inovasi untuk mendukung transformasi ini, termasuk mengembangkan layanan lebih dari sekadar produk hipotek.
BTN kini menawarkan layanan perbankan yang end-to-end sambil menciptakan pengalaman digital terintegrasi bagi nasabah. Di sisi lain, penguatan manajemen risiko juga menjadi fokus utama mereka, seperti yang disampaikan Setiyo dalam Asian Banking & Finance Summit 2025 di Jakarta pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Transformasi ini tidak hanya mengubah perilaku nasabah BTN secara signifikan, tetapi juga mendorong bank untuk semakin tangguh dalam menghadapi risiko digital. Adapun ancaman tersebut mencakup serangan siber, risiko pihak ketiga, hingga kemungkinan penyalahgunaan kecerdasan buatan (AI).
Menurut laporan dari Gartner dan Deloitte, lebih dari 60 persen bank global menghadapi insiden siber dalam setahun terakhir, sedangkan 75 persen dari pelanggaran tersebut melibatkan pihak ketiga atau layanan cloud.
Setiyo menegaskan bahwa risiko digital bukan sekadar masalah teknologi informasi, melainkan bagian komprehensif dari risiko perusahaan secara keseluruhan. Menanggapi hal ini, BTN telah mengembangkan kerangka manajemen risiko digital yang fokus pada empat pilar utama: kebijakan dan proses, data dan teknologi, organisasi dan tata kelola, serta pengembangan kapabilitas sumber daya manusia.
BTN juga telah mengadopsi berbagai teknologi mutakhir untuk mendeteksi dan mencegah ancaman siber. Teknologi seperti fraud detection system, digital verification, cyber threat intelligence, hingga SIEM (Security Information and Event Management) diterapkan untuk memantau lalu lintas jaringan secara real-time.
Selain pendekatan teknologi, BTN menggencarkan literasi digital di kalangan karyawan serta nasabah. Upaya ini dilakukan melalui berbagai sesi pelatihan dengan pakar, kursus daring (e-learning), dan simulasi serangan phishing sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko.
Dalam upayanya meningkatkan efisiensi operasional melalui AI, BTN telah menerapkan teknologi ini di Loan Factory. Teknologi tersebut mampu menurunkan kebutuhan tenaga kerja operasional hingga 80 persen tanpa mengesampingkan akurasi maupun nilai tambah. Meski demikian, Setiyo menegaskan bahwa peran manusia tetap esensial dalam pengambilan keputusan strategis.
Ke depan, BTN terus memperkuat fondasi transformasi digitalnya dengan menyesuaikan kebijakan internal, membangun budaya digital yang kuat, dan memperbaiki arsitektur manajemen risiko sesuai dengan perkembangan teknologi serta aturan regulator. Hal ini termasuk penerapan Peraturan OJK Nomor 29/2022 tentang keamanan siber dan POJK Nomor 11/2022 tentang penyelenggaraan teknologi informasi oleh bank umum.
Dengan pendekatan holistik ini, BTN optimistis dapat melanjutkan transformasi digitalnya secara berkelanjutan sembari memperkukuh kepercayaan nasabah terhadap keamanan sistem perbankan digital yang mereka miliki. (srv)