WanitaIndonesia.co, Jakarta – Seandainya Maharaja Duleep Singh tidak terpikat pada kecantikan Ratu Victoria dan menghadiahkan berlian Koh-I-Noor secara cuma-cuma, mungkin silang sengketa antar dua negara dan klaim dua negara lainnya tidak terjadi.
Saat jenazah Ratu Elizabeth II disemayamkan di Westminster Hall
sambil menanti prosesi panjang pemakamannya, mata dunia kembali tertuju kepada keberadaan berlian Koh-I-Noor yang melegenda. Prediksi sebagian besar media keliru ketika tradisi meletakkan Imperial
State Crown pada peti jenazah Ratu Elizabeth II tidak dilakukan oleh protokol istana,
seperti pada peti jenazah Ibu Suri Ibunda Ratu Elizabeth II.
Peti jenazah berbahan kayu ek hitam ditutup dengan panji Royal Standard of Scotland, dihias krans bunga dan The Crown Jewels of the United Kingdom bertahtakan berlian Cullinan.
Sebagai ikon fashion dunia, Ratu Elizabeth II
dikenal memiliki banyak koleksi mahkota, tiara, serta perhiasan indah berupa berlian, mutiara, serta beragam batu mulia.
Mahkota, serta perhiasan bernilai seni selain merupakan warisan kerajaan, juga merupakan hadiah dari raja, serta petinggi negeri. Juga merupakan benda yang ia beli sendiri. Perhiasan milik kerajaan seperti mahkota dan tiara tidak bisa diperjual belikan layaknya perhiasan koleksi pribadi. Hanya bisa diwariskan kepada Ratu, Raja dan permaisuri berikutnya. Uniknya setiap perhiasan warisan tersebut akan dikenakan pajak oleh negara sebesar 40% dari total nilai harganya yang harus dibayarkan pewarisnya.
Imperial State Crown yang ikonik dengan berlian Koh-I-Noor merupakan salah satu mahkota penting yang membersamai kehidupan para Ratu Inggris.
Bila dahulu riwayat perjalanan berlian indah bewarna putih sempurna senantiasa diperebutkan dengan pengorbanan kekuasaan dan nyawa, kekinian hasrat untuk menguasai masih terus memantik perselisihan antar empat negara. India yang mengklaim merupakan bagian dari artefak sejarah, juga negara Pakistan, Afghanistan yang menjadikannya sebagai harta rampasan perang, serta Inggris yang menjadikan Koh-I-Noor sebagai salah satu lambang dari kekuasaan dan kejayaan negaranya.
Berawal dari sebuah tambang dekat Guntur – Andara Pradesh di masa Dinasti Kakatiya abad 13, Koh-I-Noor menjadi perhiasan yang diperebutkan oleh para penguasa dunia.
Latar belakang sengketa klaim kepemilikan berlian antara India dengan Inggris berawal pada pemerintahan Raja Duleep Singh yang masih belia (10). Raja kecil terpesona oleh kecantikan Ratu Victoria, ditambah dengan bujuk rayu para pembesar kolonial yang saat itu menjajah India, Raja berondong nan labil tersebut memberikan Koh-I-Noor yang diartikan sebagai Gunung Cahaya sebagai persembahan istimewanya.
Ratu tersanjung, kemudian menjadikannya sebagai permata utama pada mahkota kerajaan yang dirangkai dengan sangat indah dari 2.868 berlian dengan potongan sempurna, 17 batu blue saphire, 11 zamrud, serta 269 mutiara air laut.
Mengeksplor aura cantik Ko-I-Noor, sang Ratu memerintahkan pembuat perhiasan kerajaan untuk memotong, memoles body berlian dari berat 158 karat menjadi 105 karat dengan tampilan lebih indah dari bentuk, serta warna aslinya.
Napsu dan Mimpi Banyak Negara
Koh-I-Noor menjadi hiasan utama Imperial State Crown dan untuk pertama kali dikenakan oleh Ratu Victoria pada penobatannya tahun 1937. Kemudian menjadi mahkota kerajaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh Ratu yang memerintah Inggris. Muncul kepercayaan, Koh-I-Noor bukan diperuntukkan untuk Raja karena akan berakibat kurang baik pada kehidupan.
Pada saat Pangeran Charles diangkat dan dinobatkan menjadi Raja Charles III, Imperial State Crown di letakkan di sebuah kursi disampingnya.
Mahkota indah yang dijuluki British Crown Jewels sempat mengalami perubahan desain karena para Ratu mengalami kesulitan saat mengenakan, sering berubah posisi dan berat. Atas perintah Ratu Victoria, ahli perhiasan istana merubah rangka mahkota menggunakan platinum yang lebih ringan dari rangka sebelumnya. Dikerjakan secara teliti, penuh kehatian-hatian dengan tingkat kerumitan pembuatan yang sangat tinggi, dari detil ornamen, desain, hingga kenyamanan penggunanya.
Warna ungu tua cerah yang merupakan warna favorit keluarga kerajaan Eropa pada kain beludru menjadi latar yang memesona dari kilauan Ko-I-Noor serta batu permata mulia lain yang melambangkan tahta dan kekuasaan.
India pernah melakukan protes ke pemerintah Inggris untuk mengembalikan Koh-I-Noor ke negaranya saat Ratu Victoria pertama kali mengenakan pada mahkotanya.
Saat Ratu Elizabeth II mangkat, upaya protes digaungkan kembali oleh sejumlah aktivis budaya dan netizen India. Namun Inggris menolak tuduhan sebagai penjarah, dan berkilah hadiah yang sudah diberikan oleh Raja berondong India kepada Ratu mereka, tidaklah elok jika harus diminta kembali.
Bila India sempat bangga dengan berlian ikonik Koh-I-Noor, Indonesia juga memiliki permata tandingan berupa intan Trisakti. Hanya saja jalan ceritanya berbeda. Tak ada perebutan kekuasaan, serta pertumpahan darah. Hanya nestapa kelompok penambang yang dibayar murah oleh pemerintah Indonesia di masa Soekarno. Hingga sekarang keberadaan intan Trisakti masih misterius karena ditengarai dijual di pasar gelap. (RP).