Site icon Wanita Indonesia

“Yuk Jadikan Ramadan dan Lebaran Tahun Ini “Hijau”

Kenalkan, ajari buah hati hidup hijau dengan cara mengasyikkan. (Foto : WanitaIndonesia.co)

WanitaIndonesia.co, Jakarta – Tak hanya berharap dari upaya Pemerintah, pemangku kepentingan, serta pelaku industri, masyarakat Indonesia harus memiliki kesadaran, serta pemahaman yang baik akan kepedulian untuk hidup hijau selaras dengan upaya merawat planet Bumi.

Satu orang, seratus lalu jutaan masyarakat yang secara masif melakukan, tentunya akan berkontribusi besar dalam menekan dekarbonisasi.

Dekarbonisasi atau yang dikenal dengan istilah rumah kaca. Efek rumah kaca merupakan proses pemanasan Bumi yang disebabkan oleh radiasi Matahari bergelombang pendek.

Radiasi Matahari masuk ke Bumi, menembus atmosfer yang berfungsi seperti atap kaca. Jadi bukan efek yang ditimbulkan oleh gedung-gedung kaca.

Melainkan ada peristiwa alam yang kejadiannya serupa dengan proses yang terjadi di dalam rumah kaca.

Katyusha praktis lifestyle meminta masyarakat untuk banyak hal untuk hijrah ke gaya hidup. Momen Ramadan, dan Lebaran dapat dijadikan langkah awal untuk memulai gaya hidup hijau.

Sebelum melakukannya, orang harus paham dengan berbagai permasalahan lingkungan, dampaknya, lalu mencari solusi. Ini cara dasar untuk melakukan gaya hidup selaras alam.

Mulai beralih ke produk hijau yang lebih ramah untuk kesehatan, serta lingkungan. Jangan tertipu dengan produsen yang melabelin produknya sebagai produk hijau, namun tak melaksanakan aspek produksi produk hijau, atau hanya sebagian yang baru dijalankan.

Produk hijau di mata masyarakat dianggap sexy, karena identik dengan produknya orang cerdas, yang memahami, serta ingin menjadi bagian dari upaya hidup berkelanjutan.

Berdamai-ramai buat Ecobrick kurangi polusi sampah. (Foto : WanitaIndonesia.co)

Kendala Akses, Harga!

Sayangnya masih banyak masyarakat yang terkendala untuk mengakses produk hijau. Selain harganya lebih mahal sedikit dari harga produk non hijau, distribusinya belum terlalu masif, lekat dengan tempat prestisius.

Katyusha menyarankan untuk memulai menggunakan produk hijau secara bertahap, tapi harus komit untuk membatasi, serta mengurangi penggunaan produk non hijau.

Pemerintah, serta pemangku kepentingan harus mampu mendistribusikan produk hijau, penting untuk memberikan subsidi, agar produk hijau mudah diakses masyarakat luas.

Berharap produsen, re-seller untuk menerapkan harga wajar. Jangan aji mumpung, alih-alih produk hijau lalu dijual dengan harga tinggi.

Edukasi, kampanye secara masif produk hijau tak hanya menyoal produknya semata, namun dengan memerhatikan proses produksi secara keseluruhan. Salah satunya penggunaan kemasan yang juga harus ramah lingkungan. Di beberapa tempat, muncul toko curah yang meniadakan kemasan, serta menggantikannya dengan kemasan yang bisa dipakai secara berulang.

Tentunya gaya hidup hijau harus memperhatikan aspek kesehatan, seperti penggunaan kemasan plastik yang aman untuk pangan. Plastik PET pada botol minuman aman, tapi tak boleh digunakan secara berulang. Masih ada masyarakat yang menggunakan botol air kemasan secara berulang.

Hal ini rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme berbahaya, serta zat kimia yang terlepas dari botol plastik yang mencemari air. Pun botol PET yang didaur ulang hanya boleh digunakan beberapa kali saja.

Tak hanya beralih mengonsumsi, serta menggunakan produk ramah lingkungan. Masyarakat harus menerapkan praktik hidup berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk menekan emisi gas buang dalam kehidupan sehari-hari

Kurangi, jika mungkin tak lagi menggunakan plastik untuk belanjaan, kemasan makanan, serta pembungkus. Ganti dengan tas ramah lingkungan berbahan katun. Bawalah wadah saat berbelanja bahan pangan seperti ikan, daging, dlsbnya. Dianjurkan untuk beralih ke produk curah seperti gula pasir, beras, minyak, dlsbnya

Kemaruk, lapar mata tak sesuai ajaran Al-Qur’an, penyumbang food waste. (Foto : WanitaIndonesia.co)

Jelang Ramadan hijrahlah dengan mengonsumsi bahan pangan secukupnya, tidak berlebihan seperti biasanya. Sampah makanan yang membusuk akan melepaskan emisi gas rumah kaca. Penyebab tanah tercemar gas metana yang berbahaya bagi atmosfer Bumi. Efek gas rumah kaca dapat timbul dari karbon dioksida dari makanan sisa.

Food waste (makanan sisa, dan rusak) menyumbang 8-10% emisi global. Biasakan untuk tidak membeli bahan pangan yang cepat rusak secara berlebihan (buah, sayur). Pastikan saat memasak untuk menu sahur, dan berbuka porsinya pas, tidak berlebih.

Pilih menu yang diolah untuk sekali konsumsi karena zat gizinya tak banyak yang hilang. Boleh saja sesekali Anda menyajikan masakan yang diproses lama, serta memiliki masa simpan panjang demi efisiensi seperti lauk-pauk yang dimasak kering.

Serta upaya lain diantaranya beralih ke kendaraan listrik. Menggunakan sepeda, atau berjalan kaki yang bisa ditempuh dalam waktu 15 menit.

Batasi penggunaan AC, serta upaya penggunaan energi, produk lainnya tak ramah lingkungan. (RP).

Exit mobile version