
Wanitaindonesia.co, Jakarta – Memperingati 100 Tahun sosok Sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer & Peringatan HUT RI Ke – 80, Titimangsa menyelenggarakan pementasan teater ‘Bunga Penutup Abad’.
Pentas teater diselenggarakan selama 3 hari berturut-turut di Ciputra Artpreneur, menuai antusiasme ekosistem seni & sastra Indonesia.
Pementasan serupa pernah diselenggarakan dengan sukses di tahun 2016, 2017 & 2018.
Diproduksi oleh Titimangsa, dipersembahkan oleh Bakti Budaya Djarum Foundation menjadi upaya bersama dalam menghadirkan sinergitas apik anak bangsa. Dari komitmen, kerja keras, dan rasa cinta seluruh pemain, dan tim pendukung, dalam menghidupkan jiwa karya sastra, dari sastrawan kebanggaan Indonesia.
“Kami hadir karena kerinduan para penikmat teater, dan penggemar Pramoedya Ananta Toer. Kisah Nyai Ontosoroh, Minke, dan Annelies sangat berbekas di hati. Bagi kami, karya-karya Pram memiliki semangat dan nilai-nilai yang masih sangat relevan dengan kondisi bangsa kita saat ini, “kata Happy Salma, Produser acara.
“Mengangkatnya kembali ke panggung adalah cara kami merayakan dan mengingatkan kita semua untuk semakin mencintai bangsa ini, ”tambahnya.

Foto : Istimewa.
Nyai Ontosoroh Sosok Perempuan Inspiratif di Zamannya
Gelaran merupakan produksi ke-88 Titimangsa merupakan alih wahana, dari dua buku pertama Tetralogi Buru, karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu Bumi Manusia, dan Anak Semua Bangsa.
Tahun 2025 menjadi penanda 100 tahun kelahiran Pramoedya Ananta Toer, sehingga menjadi momentum yang tepat dijadikan refleksi, dan perayaan atas kontribusi Pram, bagi perkembangan sastra, sejarah, pemikiran, dan kebudayaan Indonesia.
Pementasan semakin spesial karena turut menjadi rangkaian dari program satu tahun peringatan Seabad Pram, yang diprakarsai oleh Pramoedya Ananta Toer Foundation.
“Kami sangat bangga dapat kembali menjadi bagian dari pementasan Bunga Penutup Abad, sejak awal hingga saat ini. Melihat bagaimana karya sastra Pramoedya Ananta Toer memiliki cerita, dan karakter yang kuat. Meninggalkan kesan mendalam buat penonton, “jelas Renitasari Adrian, Program Director, Bakti Budaya Djarum Foundation.
“Kehadiran kembali pementasan ini membuktikan bahwa karya teater yang berkualitas selalu layak untuk diapresiasi, dan menjadi jembatan yang efektif untuk mengenalkan sastrawan besar Indonesia kepada generasi baru, “imbuhnya.
Pentas teater menceritakan kehidupan Nyai Ontosoroh, dan Minke setelah kepergian Annelies ke Belanda. Nyai Ontosoroh khawatir mengenai keberadaan Annelies sehingga mengutus pegawainya, Robert Jan Dapperste atau Panji Darman, untuk menemani ke mana pun Annelies pergi.
Diceritakan, kehidupan Annelies sejak berangkat dari Pelabuhan
Surabaya terus dikabarkan melalui surat-surat oleh Panji Darman.
Surat-surat itu bercap pos dari berbagai kota tempat singgahnya, kapal yang ditumpangi Annelies.
Minke selalu membacakan surat-surat itu kepada Nyai Ontosoroh. Surat demi surat membuka pintu-pintu nostalgia antara mereka bertiga, seperti ketika pertama kali Minke berkenalan dengan Annelies dan Nyai Ontosoroh.
Bagaimana Nyai Ontosoroh digugat oleh anak tirinya, sampai Annelies terpaksa dibawa pergi ke Belanda, berdasarkan keputusan pengadilan putih Hindia Belanda.
Di penghujung cerita, Minke mendapatkan kabar bahwa Annelies meninggal di Belanda. Meski dilanda kesedihan, Minke tetap pergi ke Batavia untuk melanjutkan sekolah menjadi dokter. Dalam perjalanan, ia membawa serta lukisan karya sahabatnya, Jean Marais. Lukisan potret Annelies itu diberi nama oleh Minke sebagai ‘Bunga Penutup Abad’.

Foto : Istimewa.
Lebih Segar, Dorong Generasi Muda Apreasiasi Karya Sastra Indonesia
Karakter-karakter Bunga Penutup Abad akan diperankan oleh Happy Salma sebagai Nyai Ontosoroh, serta menampilkan aktor-aktor terbaik Indonesia, yaitu Reza Rahadian sebagai Minke, Chelsea Islan sebagai Annelies, Andrew Trigg sebagai Jean Marais, dan Sajani Arifin sebagai May Marais. Wawan Sofwan kembali menjadi sutradara sekaligus penulis naskah.
Pementasan Bunga Penutup Abad kali ini memiliki perbedaan dibandingkan yang sebelum-sebelumnya. Dari segi naskah, cerita mengalami sedikit penyesuaian dan dipadatkan sehingga penonton akan mendapatkan sajian karya yang terasa segar.
Skenografi panggung juga mengalami perkembangan yang lebih baik. Panggung akan menggunakan sistem dan teknis yang belum pernah diaplikasikan pada tiga pementasan sebelumnya.
“Ada kebaruan pada naskah. Ketika kembali menerima tugas sebagai sutradara, saya punya satu tawaran kepada produser, mau otak-atik lagi naskah, untuk memperkuat struktur dramatiknya. Agar ceritanya akan terus relevan bagi zaman sekarang, terutama bagi generasi muda, “ujar Sutradara, Wawan Sofwan.
Alih wahana ini akan menjadi pemantik bagi generasi muda untuk mengetahui apa itu Bunga Penutup Abad, diangkat dari novel apa, dan siapa pengarangnya.
Dengan demikian, generasi muda akan semakin mengenal karya-sastra sastra Indonesia lebih jauh lagi, “tambah Wawan.
Komposisi pemeran juga mengalami perbedaan. Tokoh Nyai Ontosoroh yang pada 2018 diperankan oleh Marsha Timothy, pada tahun ini akan dihidupkan oleh Happy Salma. Jean Marais, yang sebelumnya dimainkan oleh Lukman Sardi, akan diperankan oleh Andrew Trigg. Sedangkan Sajani Arifin akan menggantikan Sabiya Arifin untuk menghidupkan karakter May Marais.
“Saya berharap pementasan ini menjadi pengingat untuk terus mengapresiasi karya sastra Indonesia dan meningkatkan daya literasi anak bangsa. Dengan menonton Bunga Penutup Abad, kita semakin menghargai dan berempati kepada sesama manusia, serta semakin mencintai tanah air ini, terlebih pada bulan peringatan kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia,” tutup Happy Salma.




