WanitaIndonesia.co, Jakarta – Refill menjadi pilihan utama bisnis di masa depan. Pemerintah harus mempersiapkan regulasinya.
Walau memproduksi beragam produk FMCG, namun saat ini masyarakat hanya bisa mengakses produk refill Unilever Indonesia dalam varian terbatas.
Hal ini dikeluhkan oleh pengelola Bank Sampah Anggrek Ciliwung yang kerap diprotes pembeli sehubungan dengan masih terbatasnya produk refill yang dijual.
Masyarakat menginginkan lebih banyak lagi produk, dikarenakan mereka telah merasakan manfaat langsung dengan beralih menjadi pembelanja produk curah.
Selain Mendapatkan produk berkualitas, dengan harga yang relatif murah dari produk kemasan, konsumen turut berkontribusi dalam memberikan sumbangsih pada negeri, juga bagi diri, dan keluarga dalam memerangi polusi sampah.
Yang mengasyikkan, menurut mereka dapat bersosialisasi, saat melakukan pembelian produk isi ulang.
Maya Tamimi, Head of Division Environment & Sustainability
Unilever Indonesia Foundation menjawab lugas, sebagai penyedia produk dengan konsep penjualan refill, ia tak menampik keluhan konsumen tersebut. Maya meminta langsung kepada Pemerintah untuk lebih memperluas varian produk yang bisa dipasarkan secara refill dengan mengeluarkan izin edar.
Menjawab hal ini,
Ujang Solihin Sidik, S. Si,M..Sc.,Kasubdit Barang, dan Kemasan, Direktorat Pengelolaan Sampah Ditjen Pengelolaan Sampah Limbah, dan B3 KLHK RI menjelaskan, “Hal ini menjadi salah satu fokus utama lembaga yang dipimpinnya. Kebijakan tersebut ada pada Badan POM yang berhak mengeluarkan perizinan, layak-tidaknya produk dipasarkan melalui konsep refilling.”
Menurut Bapak yang memiliki nama panggilan Uso, Izin edar produk selain mengacu kepada aspek keamanan, dan kesehatan, juga harus berfokus kepada dampak lingkungan yang ditimbulkan. Jika lingkungan rusak, tentu akan berdampak pada kesehatan kita juga.
Penting adanya peraturan mengenai bisnis refilling agar konsumen terlindungi, merasa nyaman, aman dalam mengonsumsi produk isi ulang.
“Ini menjadi tantangan tersendiri bagi
Badan POM dalam melakukan pengawasan di lapangan. Keamanan menjadi pertimbangan utama Badan POM dalam praktik bisnis refilling, tentunya mereka juga peduli, dan sangat mendukung praktik bisnis refilling untuk mengurangi sampah plastik produk FMCG, “jelas Uso.
Uso melanjutkan, “Sistem refill jika ditelisik mengacu kepada kearifan budaya lokal. Generasi terdahulu berbelanjanya lewat toko curah. Mereka membawa wadah sendiri dari rumah. Sistem ini bisa dikembangkan selaras zaman, serta patut menjadi model bisnis yang dipraktikkan oleh produsen untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. ”
Uso dan tim terus menghimbau para produsen lainnya untuk lebih peduli dengan menerapkan praktik jual beli berkelanjutan.
“Saya sangat menyayangkan, alih-alih karena belum ada sanksi hukum, para produsen tersebut tak mau memenuhi himbauan kami untuk mengelola, bahkan mengurangi sampah plastik sekali pakai. Bersyukur masih ada produsen sekelas Unilever yang peduli, serta turut berkolaborasi bersama Pemerintah, Pemangku Kepentingan dengan melakukan sejumlah inisiasi berkelanjutan. Pencapaian ini tentunya memberikan kontribusi positif dalam mengurangi limbah sampah plastik, “pungkas Uso.
Untuk mengubah mindset masyarakat agar mau berbelanja lewat konsep refill sebenarnya mudah. Narasi marketing harus menekankan keuntungan finansial berbelanja secara refill. Jika sudah terbayang untuk mendapatkan produk yang lebih murah, mereka pasti tertarik, ptentu akan melakukannya.
Langkah selanjutnya gempur dengan mindset sebagai upaya untuk menyelamatkan lingkungan. Terbukti, konsumen yang awalnya merasa ribet karena harus membawa wadah sendiri, serta proses belanja yang butuh waktu, lama-kelamaan terbiasa.
Soal merubah kebiasaan itu ternyata tak sesulit yang dipikirkan. Masyarakat Indonesia itu paling mudah disentuh lewat pembelajaran. Renata Felichiko, Chief Commercial Officer Alner mengatakan, ”
Survei internal yang dilakukan Alner menunjukkan tipikal konsumen Indonesia, sebanyak 70% lebih sering berbelanja lewat chanel konvensional.
Ini peluang, serta harapan untuk terus menggiatkan belanja lewat refill. Butuh keseriusan Pemerintah, produsen, serta Pemangku Kepentingan agar semua varian produk kebutuhan sehari-hari bisa dijual dengan konsep refilling. ”
Saat diskusi dipamerkan konsep penjualan produk refill inovatif low tech refill yang lebih ramah lingkungan, dikarenakan tanpa menggunakan mesin isi ulang.
Mengandalkan cara kerja manual dari jerigen plastik yang dimasukkan melalui corong kecil ke botol konsumen.
“Untuk menghasilkan capaian masif, kami menempatkan masyarakat sebagai konsumen, juga sebagai mitra penyedia fasilitas refill. Target merupakan UMKM berbasis komunitas, serta konvensional seperti toko, warung, dan Bank Sampah, “pungkas Renata.