WanitaIndonesia.co, Jakarta – Keunikan wilayah geografis Indonesia telah menjadi sebuah tantangan dalam menyediakan akses kesehatan berkualitas yang merata, di mana sekitar 40% fasilitas kesehatan terpusat di Pulau Jawa.
Peringatan Hari Kesehatan Nasional yang ke-59 November, menjadi kesempatan bagi kita untuk memikirkan kembali tentang bagaimana para penyedia layanan kesehatan dapat mengintegrasikan teknologi, guna menciptakan sistem kesehatan yang lebih inklusif di Indonesia.
Dalam mengupayakan hal tersebut, dibutuhkan peningkatan kualitas kinerja tenaga medis agar dapat memberikan pelayanan optimal kepada pasien. Namun, lembaga kesehatan tentu akan dihadapkan oleh lonjakan permintaan tenaga kerja di seluruh negeri. Meski asuransi kesehatan sosial (Jaminan Kesehatan Nasional) dilaporkan telah menjangkau 90% dari populasi Indonesia, akses tetap menjadi isu utama, sebab permintaan terhadap layanan kesehatan yang berkualitas jauh melampaui ketersediaan layanan.
Ricky Kapur, Head of Asia Pacific, Zoom, mengatakan pelajaran dari beberapa krisis kesehatan yang pernah terjadi sebelumnya mungkin bisa memberikan jawaban, di mana dalam beberapa tahun terakhir, konsultasi virtual terbukti telah menjadi solusi yang efektif. Jika diterapkan pada seluruh rangkaian layanan kesehatan, maka solusi telehealth dan komunikasi berbasis video dapat menjadikan layanan kesehatan lebih mudah diakses, nyaman, dan terjangkau. ”
“Teknologi di bidang kesehatan tidak lagi dapat dipandang sebagai solusi sementara yang hanya digunakan ketika muncul kebutuhan khusus. Pemanfaatan teknologi sudah seharusnya menjadi solusi tetap untuk menghadapi tantangan layanan kesehatan di masa mendatang, ujar Ricky.
Ricky menambahkan dengan demikian, lembaga-lembaga kesehatan perlu mengoptimalisasi tenaga medis yang ada untuk mengatasi kesenjangan akses terhadap layanan berkualitas. Meningkatkan penggunaan telekonsultasi (teleconsultation) merupakan langkah yang tepat, di mana penerapan solusi kesehatan digital ini telah berkembang pesat di Indonesia.
Selain menghemat waktu dan biaya bagi pasien, konsultasi virtual menjadikan proses pelayanan lebih produktif bagi para tenaga medis. Dokter tidak hanya bisa melayani lebih banyak pasien, tetapi juga dapat memprioritaskan konsultasi tatap muka bagi pasien yang membutuhkan perawatan lebih kritis.
Meski perawatan pasien merupakan inti dari bisnis layanan kesehatan, hal tersebut hanya salah satu bagian dari industri ini. Digitalisasi terhadap peran-peran administratif penting seperti pengumpulan dan pengarsipan data pasien, penagihan, rapat dengan vendor, dan relasi antar karyawan akan membuat peranan-peranan ini lebih mudah dilaksanakan sekaligus menghemat waktu.
Digitalisasi tersebut juga membantu kinerja tenaga medis agar bekerja dengan lebih efisien dan menghemat biaya. Tenaga medis, khususnya di daerah yang sulit dijangkau, akan sangat merasakan manfaat digitalisasi ini, sebab mereka dapat memberikan layanan kesehatan utama yang lebih baik kepada pasien, meski dengan keterbatasan sumber daya.
Digitalisasi tersebut juga membantu para tenaga medis untuk lebih fokus pada hal yang paling penting, yakni memberikan perawatan berkualitas kepada pasien di mana pun mereka berada.
Maka dari itu, lembaga kesehatan dengan sumber daya terbatas memerlukan efisiensi operasional untuk memberikan layanan kesehatan terbaik bagi pasien mereka. Didukung oleh teknologi, perawatan yang bersifat kolaboratif juga sangat penting, mengingat kini para tenaga medis pada seluruh rangkaian perawatan harus tetap bekerja sama di sepanjang perjalanan perawatan pasien.
Perawatan secara virtual pun lebih dari sekadar mengatur janji temu antara pasien dan dokter. Petugas administrasi rumah sakit dapat mengumpulkan para staf dari berbagai departemen dan gedung secara virtual untuk pengumuman rutin dan komunikasi darurat. Tugas-tugas sederhana seperti pemeriksaan organ vital yang bersifat non-intrusif, pemberian obat, atau bahkan konsultasi lanjutan, juga dapat dilakukan secara otomatis dengan telerobotik (telerobotics) di bawah pengawasan tenaga medis profesional.
Otomatisasi tersebut dapat membawa perubahan besar bagi para tenaga medis di garda terdepan. Mereka kini dapat menikmati fleksibilitas dalam mengelola beberapa tugas mereka dari jarak jauh. Selain itu, mereka juga dapat menggunakan jam kerja mereka yang terbatas untuk peranan yang lebih membutuhkan kontak langsung, seperti perawatan yang mengharuskan kontak fisik atau pesan penting yang perlu disampaikan secara tatap muka.
Peranan tersebut juga mencakup persiapan kepulangan pasien, koordinasi untuk rangkaian perawatan, pemberian nutrisi dan pencegahan penyakit, di mana layanan-layanan ini akan lebih efektif jika disesuaikan dengan kebutuhan setiap pasien.
Masih banyak yang dapat dilakukan dengan teknologi untuk mendukung tenaga kerja di bidang esensial ini, khususnya bagi mereka yang sudah kelelahan akibat kurangnya jumlah tenaga medis dibandingkan dengan meningkatnya permintaan akan layanan kesehatan. Fleksibilitas akan menjadi tujuan utama dari visi ini, yakni membantu lembaga kesehatan melayani pasien dan berkolaborasi di mana pun mereka berada.
Sebagai ilustrasi, bayangkan terjadi kecelakaan di dekat puskesmas desa, di mana seorang dokter sedang bekerja. Dokter pun menggunakan kacamata pintarnya (smart glasses) yang bersifat hands-free untuk memeriksa pasien tersebut. Pasien tak perlu melalui perjalanan panjang ke rumah sakit yang lebih besar, yang mana akan menunda penanganan kritis yang ia butuhkan. Sebaliknya, hasil pemeriksaan di puskesmas dapat dikirim secara real-time ke rumah sakit terdekat, melalui rekaman video berkualitas tinggi dari kacamata pintar.
Tim dokter spesialis di rumah sakit pun dapat berkumpul secara virtual untuk memberikan saran tindakan kepada dokter di puskesmas, yang akan memberikan penanganan kritis terlebih dahulu kepada pasien.