Terpujilah Kiprah Bunga Bangsa, Lewat Perannya Sebagai Ilmuwan

Ki-ka : Fikri Alhabsie (L'Oréal), Dr. Ines Atmosukarto, Prof. Dr. Herawati Sudoyo (Board of Jury), Prof.Dr. Fenny Martha Dwivany, Dr. Pietradewi Hartrianti, Melanie Masriel (L'Oréal). Foto : Istimewa.

WanitaIndonesia.co, Jakarta – Indonesia menjadi negara terdepan dalam menghasilkan para perempuan peneliti.

Mereka identik dengan tolak ukur sebua bangsa besar, yang mengedepankan pentingnya pendidikan, serta ilmu pengetahuan dalam pembangunan, dan kemajuan bangsa.

Dalam semangat Hari Kebangkitan Nasional, sembari menggaungkan misi ‘Create the beauty that moves the world’, percaya bahwa kecantikan dapat menjadi pendorong perubahan positif bagi dunia,
L’Oréal Indonesia turut merayakan kiprah perempuan peneliti berprestasi.

Perempuan mumpuni datang dengan beragam latar belakang seperti sains, dan akademik, inovasi, dan kewirausahaan, hingga teknologi, dan keberlanjutan.

Empat Ilmuwan perempuan alumni Program L’Oréal – Unesco For Women in Science
hadir bertemu dengan sahabat media di KITALounge, Kantor Pusat L’Oréal Indonesia di Kuningan. Mereka merupakan pemenang di tingkat nasional, maupun global dengan kisah-kisah Inspiratif yang memukau, pada perjalanan program yang genap memasuki tahun ke -20.

Tujuannya ingin memotivasi, serta menyebarkan semangat nasionalisme bagi kaumnya yang berprofesi sebagai peneliti, yang memiliki ekosistem terbesar di dunia. Profesi peneliti sesungguhnya memberikan banyak opsi karir di bidang sains, serta mendorong generasi muda untuk menekuni profesi sebagai perempuan peneliti. “Dunia membutuhkan Sains, Sains membutuhkan perempuan.

Program merupakan upaya berkelanjutan dari L’Oréal Indonesia untuk menggaungkan dukungannya kepada kemajuan kiprah ilmuwan perempuan di Indonesia, serta memberdayakan keterampilan kecantikan lewat program Beauty for a Better Life yang selaras dengan misi untuk menciptakan kecantikan yang menggerakkan dunia.

Para Srikandi yang digdaya dengan beragam kiprah, serta memilih profesi sebagai peneliti lahir dari beragam inspirasi.
Ada yang dianugerahi dari bakat kedua orangtua, serta kecintaan akan dunia science. Cerita haru sekaligus membanggakan datang dari perempuan peneliti yang didera oleh penyakit yang hingga kini belum ditemukan obatnya. Lewat kiprahnya, ia gigih berjuang untuk menemukan obat tersebut, untuk diri, serta masyarakat banyak. Lainnya, karena memiliki role model, serta ada yang dibentuk tanpa sengaja lewat kebiasaan saat kecil.

Walau hebat, serta mumpuni, mereka tetap menjalankan peran multitasking bagi keluarga. Layaknya wanita biasa, mereka mengeluh tentang manajemen waktu, yang kemudian dapat dicarikan solusinya dengan pengalaman, serta kecerdasan sebagai seorang isteri, dan ibu.

Dr. Ines Atmosukarto
Foto : Istimewa.

Dr. Ines Atmosukarto Bunga Bangsa Yang Ingin Mengabdi Buat Tanah Airnya

Dr. Ines peneliti cantik blasteran Indonesia – Rumania menceritakan ihwal profesinya. Keluarganya menempatkan pendidikan sebagai fondasi kehidupan. Mama saya sarjana Fisika Nuklir, papa sarjana perminyakan.

Dari kecil saya dan saudara telah diperkenalkan, dididik oleh orang tua dengan hal-hal, pembelajaran, serta aktivitas yang sarat dengan ilmu pengetahuan. Seperti saat sakit karena virus, atau bakteri. Orang tua akan menjelaskan apa penyebabnya, bagaimana cara mencegahnya, serta apa yang harus dilakukan untuk sembuh.

Pertama kali tahu bentuk bakteri lewat gambar, yang hanya bisa diketahui oleh peneliti dengan bantuan alat khusus, serta ikhwal lainnya. Karena cara penyampaiannya menarik, kami tertarik untuk mengeksplor lebih lanjut pengetahuan dasar yang diajarkan lewat kebiasaan sehari-hari. mama saya senantiasa mengajak anak-anaknya untuk selalu aktif bertanya.

Menurut beliau esensi pendidikan selain pendewasaan, adalah bagian dari kehidupan, merupakan sumber kebebasan bagi seorang perempuan.
Saat sekolah, ia berminat di pelajaran biologi. Sempat menorehkan prestasi membanggakan dengan menyabet beasiswa dari Habibie Center, dan Pemerintah Australia.

Dr. Ines merupakan pemenang pada Program pertama L’Oréal – UNESCO For Women in Science.
Kini ia menetap, serta telah berkiprah selama 15 tahun di negeri Koala sebagai peneliti, akademisi, juga CEO Lipotek Pty Ltd, perusahaan di bidang medis, dan pembuatan vaksin. Dr. Ines dipercaya untuk memimpin program R&D, memimpin proyek yang bertujuan untuk mengembangkan teknologi vaksin yang mutakhir.

Ilmuwan berjiwa nasionalis ini lekat dengan prestasi gemilang di tingkat nasional hingga ke tataran global. Menekuni bidang bioteknologi, Dr. Ines menguak cara kerja protein-protein tertentu di dalam sel sebagai penelitian PhD-nya. Kala itu usianya belia 28 tahun!
Bersama inner cyrcle-nya ia membentuk kelompok penelitian pada Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI di Cibinong.

Perempuan yang menjadi aset bangsa ini bercita-cita untuk kembali ke Indonesia. Ia ingin mengabdi kepada Tanah Airnya dengan berkontribusi lewat kolaborasi, serta kemitraan dengan Pemerintah. Tentunya dengan memanfaatkan sains, dan hasil penelitiannya sebagai landasan pembuatan kebijakan.

Ia menilai perempuan peneliti di Indonesia lebih diuntungkan oleh support system keluarga, dibandingkan peneliti perempuan Australia. Di sana ada gap antara keluarga dengan karir.

Dalam upayanya menginspirasi perempuan peneliti lainnya agar mumpuni, Dr. Ines berpesan pentingnya menjalin komunikasi khususnya dengan media. Lewat media progres, serta hasil penelitian dapat sampai ke pemangku kepentingan, serta masyarakat luas.

Selain itu, peneliti harus mau membuka diri untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Ini sebagai bagian dari aktualisasi diri, meringankan tantangan, serta lewat karyanya bisa bermanfaat bagi masyarakat.

Menurut Dr. Ines profesi peneliti itu tak selalu identik dengan dunia akademisi, tapi bisa juga berkecimpung sebagai pebisnis. “Harus jeli melihat, serta menangkap peluang yang ada, walaupun untuk itu dibutuhkan nyali yang cukup besar, “pesannya.

Kesuksesan yang diraihnya itu merupakan buah manis dari pendidikan, serta kerja kerasnya yang menjadi modal utama dalam hidup.
Tentunya tanpa meninggalkan peran, serta tanggung jawab sebagai wanita timur, lewat peran multitasking. Berkarya untuk negara, dan bangsa, menjadi agen perubahan dalam menghadap beragam tantangan global. Diibaratkan sebagai fondasi sebuah keluarga, wanita berperan strategis dalam membentuk generasi penerus.

Prof. Dr. Fenny Martha Dwivany
Foto : Istimewa.

Prof.Dr.Fenny Martha Dwivany Ajak Peneliti Muda Peduli Isu Lingkungan

Raut wajahnya tak mencerminkan kesan serius seperti yang banyak digambarkan awam tentang para peneliti. Rona wajahnya lembut memancarkan keramahan, tipikal Wanita Indonesia umumnya.
Siang itu ia terlihat modis, serasi dengan busana batik model kimono.

Ilmuwan Perempuan yang juga merupakan
Guru Besar ITB, serta Board of Jury L’Oréal – UNESCO For Women in Science.
Tak seperti dr. Ines yang datang dari keluarga mapan, Prof. Fenny mengaku backgroundnya berasal dari masyarakat kebanyakan.

Rumah orangtuanya berlokasi di gunung, pada sebuah desa yang sulit diakses. Saat ke sekolah butuh ekstra perjuangan untuk sampai ke sekolah. Tapi kedua orangtuanya memprioritaskan pendidikan sebagai salah satu landasan hidup.

Ayah berprofesi sebagai dosen, ibu merupakan sarjana. Aku terinspirasi menjadi peneliti saat menonton televisi tentang kiprah dr. Pratiwi Sudarmono yang merupakan satu-satunya warga negara Indonesia, dan Asia yang mendapat kesempatan terbang ke bulan.

“Perempuan ilmuwan, astronot, “Wow…, mengagumkan. Ia mampu memberikan yang terbaik bagi bangsa, dan negara karena berhasil terpilih dari 207 kandidat pilihan NASA, “terang Prof. Fenny.

Dari inspirasi ini, akupun tertarik bercita-cita sebagai astronot, dan mulai tergerak untuk menjadi peneliti dibidang biologi, “ujar Pemenang L’Oréal – UNESCO For Women in Science Tingkat Nasional tahun 2006.

Transformasi perempuan peneliti yang ekosistemnya di Indonesia tertinggi di dunia harus memperhatikan banyak hal. Ia menyarankan beberapa langkah strategis dalam memajukan kiprah ilmuwan perempuan dengan mengembangkan kapasitas diri melalui pelatihan, dan lokakarya yang dirancang khusus. Fokus pada pengembangan ketrampilan teknis, serta manejerial.

Jangan pernah berhenti belajar, lakukan dengan menggunakan beragam modul. Selain kuliah, ikutilah workshop, serta pelatihan. Ambil peluang berkarir di luar negeri karena infrastrukturnya memadai dibandingkan di dalam negeri.

Aspek lainnya adalah mentorship, dan networking yang mana, perempuan peneliti harusnya mendapatkan bimbingan dari peneliti senior berpengalaman. Sehingga nantinya dapat membantu menavigasi di dunia penelitian yang sangat kompetitif.

Tak kalah penting dukungan dari institusi Pemerintah, serta pihak swasta dalam menciptakan lingkungan penelitian yang inklusif, dan suportif, termasuk menyediakan fasilitas penelitian yang memadai. Support itu harus berkelanjutan dikarenakan menjadi hal yang sangat krusial terutama untuk hal-hal yang bersifat strategis.

Pemerintah harus berperan dalam membuat kebijakan berdasarkan sciences yang sangat dibutuhkan ekosistem perempuan peneliti.
Prof. Fenny berharap akan muncul lebih banyak lagi peneliti khususnya dari kalangan generasi muda, yang konsen pada penelitian lingkungan, dan perubahan iklim.

Dr. Noryawati Mulyono S. Si
Foto : Istimewa.

Dr. Noryawati Mulyono S. Si Mengubah Cara Pandang Profesi Peneliti ‘Seksi’

“Awalnya tertarik dengan dunia penelitian saat ia duduk di kelas 3 SD. Waktu itu saya bantu-bantu ayah di toko. Ayah berbisnis obat batik yang digunakan para pengrajin di Kota Pekalongan, “ujar Founder Biopac. id.

Dr. Nory melanjutkan, “Karena rutin, saya jadi hapal istilah-istilah kimia pada bahan, selain itu darah bisnis saya jadi ikut tertempa dengan baik. Saat SMA saya mengambil jurusan Kimia, tapi saya akui saya merupakan siswi yang malas belajar. Namun jalan untuk terus menekuni ilmu kimia terbuka lebar ketika ia diterima di jurusan Kimia ITB.
Bagi dirinya, ilmu kimia itu merupakan pembelajaran tentang kehidupan. Saat di kampus saya belum kepikiran nantinya akan berkarir sebagai apa, masih bingung.”

Lewat kiprah beliau, profesi perempuan peneliti menjadi terlihat seksi. Selain sebagai pengajar, Dr. Nory merupakan peneliti sekaligus pebisnis. Ia menekuni bisnis yang berkaitan dengan obyek penelitiannya, yaitu solusi permasalahan sampah plastik. Inspirasinya dari sebagian wilayah di Jakarta yang jadi langganan banjir. Salah satu permasalahan krusialnya belum maksimalnya pengelolaan limbah plastik.

Perempuan trengginas ini memproduksi biopackaging yang memimpin pengemasan sirkuler, serta dapat dikembangkan ke berbagai format varian kemasan. Menurut Dr. Nory penghargaan yang diterimanya di tahun 2010 sangat membantu dalam membangun Biopac. id.
Ide bisnisnya tersebut diakuinya datang dari keinginan, untuk mengaplikasikan hasil penelitiannya ke masyarakat.

“Sebagai peneliti, saya memiliki tanggung jawab moral untuk mewujudkan solusi dari projek yang saya kembangkan. Inspirasinya dari praktik berkelanjutan energi dari L’Oréal, ” terang Dr. Nory.

Kami menciptakan lapangan kerja bagi anak muda perkotaan yang berbakat, tapi kurang beruntung.
Berkolaborasi dengan para petani rumput laut selaku penyedia bahan baku bioplastik. Turut berkontribusi memberantas perdagangan manusia, serta memberi pendapatan yang stabil bagi komunitas pesisir.

Saat ditanya dari mana ide untuk menekuni dunia peneliti sekaligus entrepreneurship, Dr. Nory tersenyum. Ia mengaku terinspirasi saat lebur dalam ekosistem perempuan peneliti L’Oréal. Walau dinilai berhasil, Dr. Nory mengaku kedua profesi yang ditekuninya ini seringkali mendatangkan challenge yang tak mudah, terlebih ia harus menjalankan peran multitasking sebagai ibu.

Namun bagi yang tertarik untuk mengikuti jejaknya, Dr. Nory berpesan untuk kreatif, fokus, tekun, dan ulet. Setiap peneliti bisa menjadi pebisnis karena peluangnya senantiasa ada lewat penelitian yang mereka hasilkan.

Dr. Pietradewi Hartrianti Foto : Istimewa.

Dr. Pietradewi Hartrianti Berpacu dengan Waktu Temukan Obat Autoimun

Dekan School of Life Science di Indonesia International Institute for Life Science merupakan peneliti termuda pemenang
di L’Oréal – UNESCO For Women in Science tahun 2023, lewat penelitiannya Bioprinting.
Baginya, profesi peneliti merupakan mimpi, serta harapannya saat ia kecil. Walau tak memiliki background keluarga peneliti, Dr. Pietradewi memiliki motivasi untuk menemukan obat penyakit autoimun yang dideritanya.

Alumni Universitas Indonesia merasa heran, “Kok bisa sih, obat autoimun sampai sekarang belum juga ditemukan?, Ini yang memicu semangatnya untuk terus bereksperimen, mencari tahu cara menemukan obat tersebut.

Lewat penelitian apt. Pietradewi berupaya menciptakan model jaringan kanker buatan dalam bentuk 3D. Perempuan penderita autoimun menggunakan bahan keratin yang berasal dari rambut manusia, yang digunakan sebagai bahan dasar pencetakan.

Bioprinting merupakan aplikasi teknologi 3D yang merupakan printing di bidang healthcare, yang bermanfaat untuk menyelamatkan nyawa manusia dalam pengobatan kanker, autoimun.

Merupakan proses manufaktur aditif berupa penggabungan sel-sel, dan faktor pertumbuhan untuk menciptakan struktur seperti jaringan, yang meniru jaringan alami.

Teknologi ini senantiasa berinovasi, serta berperan penting dalam dunia medis, karena mendukung pengobatan pasien.
Dr. Pietradewi menjelaskan cara kerjanya, yang menyerupai teknik 3D printing konvensional, dengan suspensi sel hidup jadi pengganti resin.

Metode ini dapat menguji obat kanker dengan lebih akurat, efektif, serta efisien. Tentunya turut berkontribusi pada aspek keberlanjutan dalam penelitian medis.

Penelitiannya tersebut menurutnya terinspirasi dari L’Oréal Paris di Perancis yang membuat produk kulit buatan yang digunakan untuk mengetes produk kosmetik mereka.
Lewat penemuan ini, ia turut berkontribusi dalam penghentian animal testing.

“Bagi saya profesi sebagai perempuan peneliti saat ini sudah jauh berbeda dari dahulu. Kami diberi banyak akses, serta dukungan untuk mengembangkan penelitian, serta karir dikarenakan banyak ajakan untuk berkolaborasi. Saat ini saya telah berkolaborasi dengan 5 Perguruan Tinggi. Tentu apapun profesinya, yang namanya tantangan, serta persaingan itu selalu ada, “pungkas
Dr. Pietradewi.