Site icon Wanita Indonesia

Teriakan Tak Bergaung “Dekarbonisasi”

Putri Handayani Wanita Indonesia penakluk Benua Antartika teriakan Ancaman Krisis Iklim Global. (Foto : Istimewa)

WanitaIndonesia.co, Jakarta – Pada kesepakatan Paris yang diikuti oleh 165 negara termasuk Indonesia, tak satupun negara yang mampu memenuhi target penurunan emisi yang telah disepakati sebesar 1,5 derajat Celsius.

Kabar tak sedap ini dibagikan oleh World Resources Institute Indonesia pada sesi Coaching Workshop “Optimalisasi Komitmen Reduksi Emisi Karbon di Indonesia, Tantangan dan Peluang” yang diprakarsai oleh L’Oréal Indonesia.

WRI Indonesia merupakan lembaga kajian independen yang fokus pada pembangunan sosio-ekonomi nasional secara inklusif, berkelanjutan. Berfokus pada hutan, iklim, kota, transportasi, serta tata kelola.

Di Belahan Benua Antartika hal serupa dikemukakan oleh ilmuwan Spanyol Miguel Angel de Pablo. Ia menemukan ancaman serius pemanasan global, akibat efek rumah kaca dari emisi karbon, yang semakin besar karena ulah manusia.

Dinukil dari AFP, Pakar Geologi ini memperingatkan tanda-tanda kehidupan di Bumi akan ‘berakhir’, dari fenomena di Benua Antartika yang semakin parah karena pemanasan global. Dalam 3 tahun berturut-turut, permukaan Benua Antartika terus mencair pada level terendah. “Banyak manusia yang tak menyadari kegawatan fenomena es yang terus mencair bagi kehidupan penghuni Bumi. Kami para ilmuwan sangat khawatir, bahkan tak tahu upaya untuk mengatasinya, “ujar Miguel Pablo.

Ia melanjutkan, “Padahal sudah banyak pesan, peringatan agar pemerintah, dan masyarakat dunia sadar dengan apa yang sedang terjadi. Sayangnya semua abai seolah tak peduli, “keluh Miguel Pablo.

Luas Benua Antartika kian menyusut, kurang dari 2 juta kilometer persegi selama tiga tahun berturut-turut. Permukaan es berfungsi untuk penangkal panas Matahari, dikarenakan air laut yang malahan menyerap panas. Ini kian memperparah pemanasan global, sekaligus mengekspos air tawar dari daratan, penyebab kenaikan air laut secara masif jika mencair.

Meskipun kita tinggal di wilayah yang sangat jauh, tunggulah, dan rasakan nanti kenyataan yang pasti akan terjadi yang akan memengaruhi seluruh permukaan, serta kehidupan Anda dan ekosistem di muka Bumi.

Krisis iklim di Indonesia dampaknya sangat buruk bagi manusia, serta lingkungan. Kita telah merasakan cuaca ekstrem yang tak bisa diprediksi. Panas menyengat, kekeringan parah, angin puting beliung yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Bandung. Pun kondisi ini diperparah oleh fenomena cuaca El Nino yang telah mengurangi curah hujan di sebagian wilayah Asia. Memicu tekanan inflasi pangan.

Tanah, alam hijau yang kini tak menjanjikan kebahagiaan. (Foto : Istimewa)

Jalan Berliku, Ancaman Nyata, Solusinya?

Hasil kajian WRI Indonesia 74,5% Emisi Gas Rumah Kaca yang berasal dari industri menjadi penyebab dekarbonisasi yang umumnya dilakukan pelaku industri pada tahap awal. Penting untuk melakukan dekarbonisasi (proses pengurangan emisi gas rumah kaca) karbon dioksida dari sektor industri penyebab perubahan iklim.

Dekarbonisasi bertujuan untuk mencapai ekonomi global yang rendah emisi, serta netralitas iklim (kondisi emisi gas rumah kaca dari aktivitas masyarakat sama dengan penyerapan gas rumah kaca oleh atmosfer).

Selain industri, perubahan iklim juga disebabkan oleh sektor pertanian, pembakaran hutan. Sayangnya dekarbonisasi butuh energi transisi berupa perubahan struktural dengan menghilangkan karbon dari produksi. Ini menjadi elektrifikasi (penggantian dengan listrik) berdasarkan energi alternatif yang lebih bersih, yang dapat terserap Bumi.

Nailah dari WRI menyampaikan, “Krisis iklim hanya bisa diselesaikan dengan transisi bisnis industri menuju Net Zero Emission. Perlu dilakukan dekarbonisasi, mengingat kenaikan suhu Bumi sudah mencapai 1,1 derajat Celsius.”

“Ini buruk, jika terus berlanjut akan terjadi bencana Climate Change. Idealnya kenaikan suhu Bumi harus terjaga di 1,5 C.
Dampak kenaikan suhu memicu kenaikan air laut yang menyebabkan banjir, serta kebakaran hutan. Juga kelangkaan pangan, polusi, dlsbnya. Industri pun akan terancam keberlanjutannya. Penting untuk memproduksi produk-produk rendah emisi, “papar Nayla.

Nayla melanjutkan, “Konsumen juga harus cerdas untuk turut ikut merawat keberlanjutan planet Bumi, dengan mengubah pola konsumsi, serta menggunakan produk ramah lingkungan. Selain baik untuk kesehatan, tentunya juga buat lingkungan. Walau sudah 40% konsumen beralih ke produk ramah lingkungan, tapi dampaknya masih belum memuaskan. ”

Fikri Alhabsie dari L’Oréal Indonesia menegaskan komitmen perusahaan untuk melakukan dekarbonisasi di Indonesia. Sustainable bukan hal baru, L’Oréal For The Future 2030 menjadi bukti komitmen kami untuk melanjutkan, mempercepat, upaya keberlanjutan dengan target basis sains. Aktivitas kami untuk menghormati batasan planet, pemberdayaan ekosistem bisnis, berkontribusi pada permasalahan lingkungan dunia seperti iklim, air sampah, keberagaman hayati”. (RP).

Exit mobile version