wanitaindonesia.co – Pertengahan Oktober ini, Netflix meluncurkan film terbarunya A World Without karya sutradara Nia Dinata. Film yang plot dan ceritanya digarap bersama Lucky Kuswandi selama hampir dua tahun ini, mengangkat cerita mendalam mengenai kehidupan anak muda.
Proses penulisan naskah yang berlangsung di masa pembatasan kegiatan sosial pertama di Jakarta, nyatanya memberikan ruang lebih untuk imajinasi dan representasi nyata pada penulisan naskah yang Kemudian kental tema sisterhood dan women empowerment.
“Sebenarnya draft kasar naskah sudah ditulis sejak lama. Namun di saat kami sedang memoles dan menyelesaikannya, pandemi melanda di awal 2020. Saya pikir kehidupan pasti akan berubah, sehingga saya menggunakan creative license sebagai penulis bersama Lucky, untuk membuat cerita mengenai bagaimana semua hal bisa saja terjadi dan menciptakan dunia yang ada di film ini,” ujar Nia.
A World Without berlatar tahun 2030, di mana masa depan menjadi sesuatu yang tidak dapat ditebak bagi tiga orang sahabat bernama Salina (Amanda Rawles), Ulfah (Maizura), dan Tara (Asmara Abigail). Ketiga remaja perempuan ini mencari tujuan hidup yang lebih bermakna namun tak kunjung menemukannya akibat kondisi dunia saat itu – sampai akhirnya mereka menemukan sebuah training center bernama The Light yang didirikan oleh Ali Khan (Chicco Jerikho) yang karismatik dan istrinya yang cantik, Sofia (Ayushita). Bertempat di daerah hijau yang permai, ketiga sahabat ini percaya bahwa The Light dapat memberikan jawaban, walau pada akhirnya kenyataan akan menunjukkan sebaliknya.
Terinspirasi dari serial Netflix The OA – yang berlatar di masa depan yang tidak begitu jauh, tetapi pengambilan gambarnya di San Francisco yang kebanyakan gedungnya terlihat seperti dari tahun 1920-an – Ricardo Marpaung, desainer produksi mengambil setting bangunan bergaya art deco, arsitektur dari tahun 1920-an, yang terlihat timeless sebagai lokasi The Light.
Tidak hanya set dan lokasi, kostum juga berperan penting untuk menggambarkan semesta distopia yang unik di A World Without. Untuk mewujudkan semua itu, Nia bekerja sama dengan desainer kostum Tania Soeprapto dan Isabelle Patricia yang bekerja sama dengan sejumlah fashion designer Indonesia seperti Wilsen Willim, Uglyism, Wong Hang Tailor, Surya Abduh, dan Mahija Jewelry.
Sarat Pesan Women Empowerment
Meskipun dipenuhi oleh misteri dan ketegangan, inti cerita di film ini adalah para perempuan muda yang mencoba menemukan kekuatan dari dalam diri mereka sendiri. The Light sebagai center film ini digambarkan sebagai sebuah organisasi yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik namun dikelilingi oleh misteri. Sehingga, menurut Nia sangat penting untuk bisa mendapatkan para pemain yang tepat.
Di saat segalanya telah menjadi digital, sangat mudah untuk bisa terpengaruh oleh sesuatu atau seseorang di dunia maya. Nia menjelaskan betapa pentingnya menantang para remaja untuk berpikir lebih kritis di tengah arus informasi yang begitu deras saat ini, dan bagaimana ia menerjemahkannya menjadi The Light.
Dalam film ini, banyak orang, terutama para remaja, yang tertarik pada The Light karena dunia yang mereka tinggali berada dalam kondisi yang tidak begitu baik. Jadi ketika The Light menawarkan sesuatu yang terasa indah — dunia yang lebih terstruktur, masa depan yang terjamin — mereka dengan mudah terbujuk untuk bergabung tanpa mencari tahu lebih jauh.
“Jadi memang semuanya datang dari budaya yang bergerak cepat dan kecenderungan fear-of-missing-out yang menimbulkan kegelisahan ini, dan yang akhirnya menjadi cerita dalam film,” ungkap Nia.
Melalui karakter Salina, Ulfah, dan Tara, Nia ingin menunjukkan kepada penonton bahwa perempuan muda dapat mengambil keputusan sendiri, bahkan menyelamatkan diri dari situasi yang sulit.
“Perempuan muda sering dianggap remeh dan powerless. Pesan yang paling ingin saya sampaikan adalah terlepas dari betapa kacaunya dunia ini, orang-orang dan terutama remaja bisa selalu menemukan jalan untuk mempercayai diri mereka sendiri alih-alih menggantungkan kepercayaan sepenuhnya di tangan orang lain. Kita harus percaya pada insting dan intuisi kita, dan satu-satunya cara adalah dengan bersikap lebih perseptif dan kritis terhadap sekeliling kita. Pada akhirnya, kekuatan itu harus datang dari dalam diri untuk menuntun kita ke jalan yang benar. Itu yang paling penting,” ungkap Nia.
Mengangkat tema female empowerment, A World Without pun memperkenalkan sejumlah karakter perempuan yang kuat, baik protagonis maupun antagonis. Termasuk dalam proses produksi, Nia juga melibatkan banyak perempuan di balik pembuatan A World Without. “Kami memiliki perspektif perempuan yang dipraktikkan secara nyata di film ini melalui terlibatnya banyak kru perempuan, mulai dari sinematografer dan produser hingga penata busana dan penata artistik. Oleh karena itu, pesan female empowerment yang kuat di film ini tidak hanya terasa di cerita, namun juga di belakang layar. Melalui kerja sama dengan Netflix, kami harap pesan universal di A World Without juga dapat menjangkau dan dipahami oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia,” tutup Nia. (wi)