WanitaIndonesia.co – Tamara Geraldine pernah dikenal luas masyarakat berkat aktifitasnya di layar kaca sebagai pembawa acara sekaligus pengisi acara program hiburan di televisi. Namanya kian meroket karena membawakan program olahraga.
Namun aktifitas Tamara di panggung hiburan tak lagi massif seperti dulu. Ia menepi, menomor satukan urusan Tuhan untuk berlaku manfaat bagi sesama. Tamara juga aktif dalam kegiatan ibadah dan rohani, yang kini seolah merupakan panggilan jiwanya.
Belakangan, Tamara bersama rekannya, Betty Lauw dan Vitta Dessy, bersatu untuk melayani masyarakat melalui sebuah rumah Bernama Cana Wellness, yang awalnya hanya menjadi tempat pemulihan jiwa, kini telah berkembang menjadi rumah pemulihan rohani.
Rumah ini juga menjadi tempat berlangsungnya ibadah serta berbagai kegiatan yayasan, seperti pemuridan dan pengajaran. “Sepuluh tahun lalu, secara tak terduga, Tuhan mulai mengirimkan jiwa-jiwa ke rumah ini. Mereka datang, lalu dipulihkan. Sejak saat itu, saya memutuskan untuk menyerahkan rumah ini sepenuhnya kepada Tuhan sebagai rumah singgah,” kata Tamara.
Tamara menyelami dunia konseling. Ia makin terbuka dengan siapapun yang ingin mencurahkan perasaannya, membantu orang lain untuk memulihkan jiwa hingga trauma patah hati yang sulit disembuhkan.
“Dalam waktu yang bersamaan, saya pun menempuh pendidikan di berbagai bidang: S1 Teologi di STT The Truth dan S1 Sosiologi di Universitas Terbuka. Lalu saya lanjut ke S2 di STTB The Way dan S3 Teologi di STTBI, juga mengikuti pendidikan konseling di Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3).
Melalui disiplin ilmu yang banyak berkaitan dengan psikologi, saya mulai menyadari adanya keterkaitan erat antara pemulihan jiwani, jasmani, dan rohani. Seseorang yang mengalami kesembuhan jiwa, sejatinya juga perlu memulihkan kondisi fisiknya,” sambung Tamara.
Seiring waktu, dijelaskan Tamara, rumah ini pun menjadi tempat yang benar-benar holistik—melayani kebutuhan rohani, memberikan ruang konsultasi bagi jiwa yang patah hati, dan menyediakan pemulihan fisik.

“Contohnya, ada seorang perempuan yang pernah mengalami luka batin akibat kekerasan verbal dari mantan pacarnya. Ia menjadi pribadi yang terus-menerus tertekan. Orang yang mengalami tekanan seperti itu, apalagi yang berlangsung bertahun-tahun, cenderung mengembangkan mekanisme bertahan yang berdampak pada kondisi fisik,” papar dia.
“Bahunya jadi terangkat karena terbiasa tidur meringkuk dalam posisi menahan diri, seperti seorang petinju yang sedang bertahan. Posisi ini bisa menyebabkan postur tubuh menjadi tidak ideal, dan dalam jangka panjang, berdampak pada fungsi paru-paru dan kualitas tidur,” sambungnya lagi.
Trauma, kata Tamara, punya dampak negatif terhadap seseorang. Beban yang enggan lepas dari tubuh, bisa memantulkan energi negatif yang sama sekali tak dirasakan. “Padahal secara mental, ia merasa sudah move on. Tapi tubuhnya belum sepenuhnya lepas dari trauma. Ia tetap kesulitan tidur karena terbiasa dalam postur yang sempit dan tertutup, membuat napas terasa sesak,” Tamara mengulas.
“Itulah sebabnya penting untuk mendeteksi kondisi secara menyeluruh. Kadang kita merasa baik-baik saja secara mental, tapi tubuh kita memberi sinyal bahwa masih ada luka yang belum selesai. Dari situ kita memahami betapa eratnya kaitan antara tubuh, jiwa, dan roh,” urainya lagi.
Di Cana Wellness, Tamara percaya bahwa segala hal saling terhubung. Ada tekanan mental yang membentuk hambatan fisik. Itu perlu di-unblock melalui pendekatan yang tepat—termasuk melalui berbagai metode layanan di Cana Wellness.
“Mau itu trauma, atau luka masa lalu lainnya, semua perlu dilepaskan. Kami ada di sini karena kami sendiri telah mengalami proses pemulihan itu. Seperti khotbah yang pertama-tama mengubah pengkhotbahnya, kami pun telah lebih dahulu dipulihkan agar bisa membantu orang lain mengalami kesembuhan yang sama,” tutupnya. (GIE)





