wanitaindonesia.co – Diantara sejumlah efek samping vaksin, menyebar rumor bahwa kemandulan diklaim sebagai salah satu efek samping vaksin COVID-19 yang tidak disosialisasikan. Hal ini didasari oleh kekhawatiran banyaknya perempuan yang mengalami perubahan siklus menstruasi yang tidak biasa. Namun, para ahli segera menepis klaim ini. Salah satunya, Dokter OB/GYN yang pernah bekerja di World Health Organization (WHO) dan Planned Parenthood, Dr. Kelly Culwell, M.D. Menurutnya, belum ada bukti klinis maupun teori yang menunjukkan bagaimana vaksin menyebabkan kemandulan.
“Semua organisasi kesehatan perempuan–termasuk the American Society for Reproductive Medicine (ASRM), beserta sekelompok ahli infertilitas, setuju bahwa tidak ada bukti yang mendukung kekhawatiran ini,” jelasnya.
Ahli Endokrinologi Reproduksi dan Spesialis Infertilitas di RMA Long Islan ISFDr. Cary L. Dicken, M.D., F.A.C.O.G pun mengamini hal tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, tidak ada kasus kehilangan kesuburan maupun keguguran yang dilaporkan di antara peserta uji coba atau jutaan orang yang telah menerima vaksin saat ini. “Berdasarkan mekanisme kerja vaksin, hilangnya kesuburan tidak mungkin terjadi,” ucapnya.
Alih-alih vaksin, menurutnya, banyak faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan pada kesuburan. Usia misalnya, dianggap sebagai faktor terbesar infertilitas terjadi. Selain itu, sindrom ovarium polikistik, gangguan tiroid, polip rahim, endometriosis, insufisiensi ovarium primer, dan bentuk kanker tertentu dapat mengganggu kesuburan. Penggunaan tembakau dan alkohol juga dapat berpotensi menjadi faktor penyebab infertilitas.
Perubahan siklus menstruasi yang menjadi awal kekhawatiran terkait infertilitas dinyatakan Shirazian bukan tanda bahaya, melainkan respons umum terhadap stres eksternal.
“Ada banyak bukti ilmiah yang menunjukkan, sistem hormonal sangat sensitif dan dapat dengan mudah dipengaruhi oleh stres fisik, kimia, dan emosional. Vaksin ini bisa masuk dalam kategori stressor yang berdampak pada pasang surutnya hormon,” jelas Ahli Kedokteran Fungsional dan Ahli Kesehatan Wanita sekaligus penulis The Menopause Reset, Dr. Mindy Pels, MD.
Senada dengan Mindy, Culwell berpendapat, setiap stres yang dialami tubuh atau sistem kekebalan akan berpotensi pada penundaan sementara atau perubahan siklus menstruasi. “Sel-sel dari sistem kekebalan terlibat dalam pengaturan, pembentukan, dan pelepasan lapisan endometrium yang menyebabkan menstruasi,” ungkapnya.
Menurut Wakil Presiden the Royal College of Obstetricians dan Gynekologis (RCOG), Dr. Jo Mountfield, perubahan ini biasanya berlangsung satu atau dua siklus dari biasanya. Meski tidak ada risiko bahaya jangka panjang, ia menyarankan untuk perempuan yang mengalami pendarahan tidak biasa setelah menopause untuk berkonsultasi dengan dokter. Untuk mengetahui penyebab pastinya.
Sementara keterkaitan antara perubahan siklus ini dengan infertilitas dan keguguran dinyatakan seluruh organisasi medis profesional, tidak ada. Justru bagi perempuan yang merencanakan maupun tengah hamil, vaksin sangat direkomendasikan untuk dilakukan. Mengingat, pada masa kehamilan, tubuh perempuan cenderung rentan terhadap penyakit parah. Vaksinasi dianggap dapat melindungi tubuh dari komplikasi serius yang bisa dipicu oleh COVID.