Wanita Indonesia

Sofistikasi Budaya Tak Hanya Menyimpan Produk Namun Penting untuk Mewariskannya

Para pembicara Seminar Fesyen, dan Kerajinan IFI, JF3, dan PINTU Incubator, diskusi panel 2 "Enduring Threads", Ki-ka : Amedi Nacer, Pemilik Manufactures de Normandie, Didi Budiardjo, Desainer terkenal Indonesia, Thresia Mareta, Founder LAKON Indonesia, Co-initiator PINTU Incubator, dan Advisor JF3, Desainer Prancis peserta Program Residency PINTU, Kozue Sullerot, dan Priscille Berthaud. Foto : Istimewa.

Wanitaindonesia.co, Jakarta – Bila kita bicara ihwal budaya, jangan hanya sekedar mengedepankan perasaan bangga saja atau malah dengan menyimpan produknya di dalam lemari. (Thresia Mareta, Founder LAKON Indonesia)

Namun penting bagaimana upaya kita agar mampu mewariskan ke generasi berikut lewat sejumlah pembaharuan yang tetap mengakar ke jati diri bangsa. Utamanya menyoal kepada aspek keberlanjutan para pengrajin, serta produk yang menyelaraskan dengan selera masyarakat modern.

Puncak dari program inkubasi tahun ini, ditandai dengan penyelenggaraan Seminar Fesyen, dan Kerajinan yang diselenggarakan di IFI Thamrin, Jakarta.
Acara merupakan kolaborasi Kedutaan Besar Prancis di Indonesia melalui IFI Jakarta, JF3 Fashion Festival, dan LAKON Indonesia.

Seminar dibagi menjadi sesi pagi, menghadirkan Lokakarya Tematik, dipandu para ahli Prancis serta dari Indonesia.
Sejumlah topik yang related dengan industri fesyen dibahas seperti Mode Berkelanjutan, dan Ekonomi Sirkular. Kian menarik dengan sesi Sejarah Mode, dan Narasi Budaya. Tak kalah penting bahasan tentang Penataan Gaya, dan Etika Produksi yang Bertanggung Jawab

Sesi siang hadir pembicara istimewa Managing Director Louis Vuitton Indonesia, Simpirwati Simarno. Dia memberikan perspektif Indonesia terhadap dinamika industri mode, dan kemewahan global.

Seminar dilanjutkan dengan diskusi panel “Enduring Threads”, membahas pelestarian, dan adaptasi keahlian tradisional seperti tenun tangan Indonesia, dan sulaman haute couture Prancis.
Hadir para pembicara inspiratif lewat upaya, serta kiprahnya di industri mode Indonesia, dan dunia seperti Founder LAKON Indonesia, Co-initiator PINTU Incubator, Thresia Mareta, Pemilik Manufactures de Normandie, Amedi Nacer, perwakilan Desainer Indonesia, Didi Budiardjo, serta desainer Prancis peserta Residency Program dari PINTU, Priscille Berthaud, dan Kozue Sullerot.

Thres menyoal kegemaran masyarakat Indonesia yang cinta produk kerajinan Indonesia, tapi hanya menyimpannya saja di dalam lemari.
Hal yang tak bijak, karena dari sudut pandang keberlanjutan cara – cara ini harus diubah.

“Sofistikasi berbudaya harus diejawantahkan dengan bagaimana upaya kita, untuk dapat mewariskan seni kerajinan ke generasi penerus. Lewat sejumlah upaya, utamanya menyoal kepada aspek keberlanjutan para pengrajin, produk yang harus menyelaraskan dengan kebutuhan masyarakat modern tanpa harus kehilangan jati diri, “cetus Thres.

Kozue Sullerot merasa tersanjung dapat bertemu, serta praktek bersama artisan batik di Tegal.
Foto : Istimewa.

Belajar, Kunci Eksekusi Agar Maksimal

“Untuk melakukannya dibutuhkan ilmu pengetahuan, keahlian yang didasarkan pada passion, sehingga ketika zaman berubah, kita mampu mengeksekusi hasil budaya adiluhung bangsa tersebut dengan baik, tanpa meninggalkan akar rumput budaya Indonesia. Sehingga layak untuk dipersembahkan kepada generasi muda.
Capaian penting produk budaya harus menyelaraskan dengan zaman, serta terjadinya upaya regenerasi yang natural, “tambahnya.

“Saat kita mengeksekusi budaya, pastinya ada ‘rasa’ agar menghasilkan sebuah produk yang relevan. Caranya? kita harus mengerti dulu apa itu esensinya dengan belajar lebih banyak, mendalam agar tak kehilangan jati diri, “imbuhnya.

Thres menyampaikan, “Peran PINTU yang kian banyak mendapat apreasi di tataran nasional, hingga kancah global, perkembangannya sangat pesat. Utamanya sebagai solusi beragam hal, untuk mendukung kemajuan industri mode Indonesia. Para alumnus PINTU sukses mendapatkan eskposur internasional, termasuk berpartisipasi pada pameran bergengsi Premiere Classe.”

“Lewat PINTU, kami ingin mendorong kreator-kreator muda yang memiliki semangat, kreatif dalam mengeksplorasi budaya kita, agar related dengan zaman. Upayanya lewat kerja sama bukan kerja sendiri, yang memungkinkan capaiannya akan lebih terukur, “cetusnya.

Thres menceritakan, Pada Program terbaru Residency Program, kita dihadapkan pada tantangan bagaimana kita bisa mengeksekusi kerajinan, agar memiliki daya saing, dan berselera global. Lewat Program yang sekarang sedang berjalan, yang diikuti oleh dua orang peserta desainer Prancis, kita bisa melihat, belajar sembari mencari tahu dengan sosok yang sudah berpengalaman, bagaimana mereka menggarap produk tekstil kita agar terlihat kontemporer.

Untuk menjadi desainer yang bersinar di kancah global dibutuhkan beragam aspek. Tak cukup hanya dengan mengandalkan produk yang bagus, unik semata. Masih ada sederet syarat lainnya yang harus dipenuhi oleh para desainer lokal.

Karenanya, lewat program inkubasi, mereka menetapkan syarat bagi partisipan
Program PINTU. Harus memiliki kombinasi visi yang hebat, konsep yang kuat, pelaksanaan yang sempurna, komitmen terhadap dampak sosial yang positif. Memiliki strategi bisnis inovatif, profil, dan model merek yang jelas, gaya yang khas, serta kualitas produk yang luar biasa. Tak kalah penting kapasitas untuk memenuhi permintaan produk.

Thres berpesan, kreator muda harus menyadari, introspeksi diri, apa saja potensi yang dimiliki, serta apa saja yang belum ada, atau sudah ada, tapi masih belum terasah dengan baik.

Theresia memperlihatkan teknik kerajinan tangan Indonesia yang unik, dan luar biasa ke sejawatnya, Amedi Nacer, pemilik Manufactures de Normandie.
Foto : Istimewa.

Jangan Seperti Katak Dalam Tempurung

Salah satu upaya yang harus dilakukan dengan banyak belajar seperti melihat cara kerja desainer luar, yang secara rutin hadir lewat program inkubasi, fesyen show serta kolaborasi show di JF3 Fashion Festival.

“Saya melihat perbedaan yang signifikan dalam pengolahan material kain Indonesia antara dua peserta program Residency, Priscille, dan Kozue bila dibandingkan dengan pengrajin, dan desainer dalam negeri. Cara mereka bekerja, membuat kain itu terlihat sangat berbeda dengan cara kita, “terang Thres.

Menurut Wanita Indonesia yang memiliki beragam minat, serta keahlian diantaranya pada seni arsitektur, semangat eksplorasi, dan menimba ilmu menjadi hal yang sangat penting, yang bisa ditiru dari kedua desainer Prancis, peserta program Residency.

Hadirnya program karena kita memiliki kendala, bagaimana kita mampu mengeksekusi kerajinan tangan dengan tampilan modern, tak ketinggalan zaman.
Juga ingin mengetahui lebih dalam, bagaimana proses kreatif desainer luar, dalam mengeksplorasi wastra kita menjadi berselera global.

Ini merupakan awal yang baik agar kita bisa belajar dari desainer muda Prancis.
Dalam berkarya, kita seharusnya tetap mengacu kepada keahlian dasar. Selalu berusaha untuk mencari tahu fondasinya itu seperti apa, agar kita mampu berkarya dengan lebih baik lagi.

Thres mengingatkan bahwa selama proses pembelajaran akan selalu ada tantangan, serta kendala. Sebagai generasi penerus ekosistem mode Indonesia, hal ini sangat wajar. Justru lewat tantangan, dan kendala diharapkan mampu membuat seseorang menjadi lebih kreatif. Bagi pejuang tentunya akan hadir upaya – upaya kreatif nan solutif, yang dapat membebaskan para kreator muda dari kendala, serta mendekatkannya selangkah kepada asa.

Nah saat desainer muda kita sudah siap, tentunya harus didukung dengan akses yang memadai. Hal ini mutlak dibutuhkan. Bila tidak perjuangan mereka akan menjadi sulit. Lewat PINTU, kami menyediakan akses tersebut secara cuma-cuma, tak banyak syarat yang rumit. Hanya butuh keinginan untuk terus belajar, passion, fokus, serta mental membaja untuk menaklukkan tantangan di industri fesyen global.

Lewat PINTU, Priscille Berthaud asa akan seni kerajinan wastra Indonesia bermetamorfosis dengan sentuhan kontemporer yang lebih segar, dan modern.
Foto : Istimewa.

Thres melanjutkan, “Edukasi merupakan hal yang paling penting sekarang ini. Saya telah cukup lama hidup, serta menikmati mode. Tapi masih selalu membaca, serta memperhatikan apa saja yang sedang terjadi. Disayangkan bila generasi muda kita tak menyadari itu. Edukasi mutlak, dan menjadi bukti nyata yang kami bawa, agar mereka mengerti dengan kenyataan yang sekarang terjadi. Harus kritis dalam melihat setiap permasalahan, serta lebih bijaksana dalam memberikan solusi.”

“Bicara kesempatan, saya melihat peluang itu senantiasa ada. Percaya deh. Hanya saja kembali lagi kepada mereka. Mau tidak untuk mengambil, serta memanfaatkan peluang yang ada.
Sayangnya banyak yang masih terkendala oleh pandangan hidup. Merasa nyaman di zonanya atau malah seperti peribahasa Katak Dalam Tempurung, “ungkapnya.

“Hal-hal tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan, serta harus diubah lewat sejumlah inisiasi untuk mengkader kreator-kreator muda, para pemilik label baru agar mampu berbicara di ranah lokal, serta tingkatan global, “cetusnya.

“Saya berharap, program inkubasi bisa memberikan ilmu yang dapat membuat para partisipan kita bisa mengeksekusi, dengan lebih baik lagi ke depannya. Kita membutuhkan pandangan internasional untuk dibawa ke Indonesia bagi partisipan PINTU. Tentunya juga bagi para desainer lainnya. Lebih ke sharing sih bagi perkembangan dunia mode Indonesia, “imbuhnya.

Bagi Thres walau brand lokal memiliki kreativitas, serta keunikan, kreator harus memastikan bahwa produk mereka mampu bersaing dengan produk dari negara luar, yang telah lama mendominasi pasar internasional.
Penting, proses adaptasi terhadap preferensi pasar Prancis yang cenderung memiliki cita rasa sendiri yang menjadi sebuah tantangan.

Setelah 3 tahun program inkubasi PINTU berjalan, tak hanya memenuhi ekspektasi, namun juga telah menjelma menjadi sebuah platform penting dalam membidani lahirnya sejumlah brand lokal yang digawangi kreator muda potensial, memiliki perspektif internasional.

Diharapkan partisipan PINTU Incubator dapat mewakili masa depan fesyen Indonesia melalui bakat, dedikasi, serta berbagai dukungan. Para alumni siap menorehkan namanya di kancah global. Ini bukan tentang perjalanan kesuksesan individu semata, melainkan asa untuk membentuk masa depan fesyen Indonesia, dan menginspirasi generasi desainer masa depan.

“Melalui PINTU, LAKON mendorong generasi muda untuk mengeksplorasi, serta mengeksekusi budaya Indonesia ke dalam kehidupan sehari-hari. Kita semua punya kewajiban, serta tanggung jawab yang sama untuk melestarikan budaya, “ujar Thres bersemangat.

Setiap helaan napas, denyut kehidupannya, didedikasikan pada komitmen, serta konsistensi untuk pelestarian budaya, pengrajin, serta ekosistemnya.
Foto : Istimewa

Thresia Mareta Penjaga Nyala Seni & Budaya Indonesia

LAKON Indonesia lahir dari buah pemikiran kreatif Thresia Mareta. Role model Wanita Indonesia, penerima penghargaan seni prestisius Ksatria Ordo Seni, dan Budaya dari Pemerintah Prancis atas kontribusinya yang luar biasa, dalam pengembangan industri fesyen Indonesia, serta pelestarian budaya Indonesia di kancah internasional memiliki rekam jejak yang sangat mengagumkan.

LAKON Indonesia merupakan buah cinta, serta perhatian berlebih Thres akan budaya adiluhung Indonesia, serta produk kerajinan tangan. Kala itu jiwanya gelisah manakala menyadari budaya bangsanya nyaris tergerus oleh modernitas. Salah satunya regenerasi yang tak berjalan pada pengrajin. Dominasi pengrajin berasal generasi senior.

Lantas apakah kelak identitas sebuah bangsa, serta negara yang begitu dia puja, dan cintai akan punah karena tersumbatnya regenerasi, serta tak terjadinya upaya untuk mewariskan budaya, yang dilakukan secara turun-temurun?.

Dengan tegas, keyakinan diri, serta tekad membaja, penulis buku “Ode to Indonesian Culture, yang menceritakan 15 tokoh inspiratif pelestari budaya Indonesia, mengatakan, tidak!.
Baginya,
setiap helaan napas, denyut kehidupan didedikasikan atas nama komitmen, serta konsistensi dalam upaya pelestarian budaya, pengrajin, serta ekosistem di dalamnya. Termasuk kegigihannya untuk mengajak generasi muda Indonesia yang menekuni profesi desainer, maupun profesi lainnya untuk mencintai, menghidupkan budaya dalam aktivitas mereka.

LAKON itu merupakan sebuah ekosistem fesyen yang solid, dan cair. Didedikasikan sebagai wadah pengembangan prinsip-prinsip budaya dasar, dan menjadikannya bagian dari integral kehidupan masyarakat modern.
Lewat LAKON, Thres memaknai akan peran, dan kisah penting yang tertuang dalam setiap produk yang berkontribusi dalam membumikan LAKON.

Baginya upaya membumikan LAKON bukan hal yang mudah, lekat dengan beragam tantangan seperti pada masa pandemi. Namun berkat limpahan energi kreatif yang dimilikinya, ia mumpuni membuat sejumlah terobosan penting seperti
konsisten mempersembahkan koleksi yang tak hanya indah secara visual, namun lekat dengan inovasi. Ia mumpuni mengemasnya dalam seni pertunjukan, yang terlihat nyata pada koleksi Pakaiankoe, Antari, Aradhana, maupun Lorong Waktu.

Selalu menjadi yang terdepan LAKON Indonesia gaungkan budaya Indonesia nan adi luhung di berbagai perhelatan. mode bergengsi dunia, terbaru di Osaka World Expo 2025.
Foto : Istimewa.

LAKON Indonesia, dan persona Theresia Mareta merupakan wujud komitmen untuk menjaga serta memodernisasi keterampilan tradisional para pengrajin. Lewat ekosistem LAKON, Thres mendukung para desainer, pelaku UMKM, dan artisan agar tetap relevan di tengah dinamika industri fesyen, yang sangat dinamis. Dan sebagai Advisor JF3 Fashion Festival, Thres berperan dalam mendorong beragam inovasi. Salah satunya lewat program PINTU Incubator.

Lewat LAKON Indonesia, ribuan pengrajin Indonesia, serta praktisi industri kreatif telah didukung dengan sejumlah inisiasi, untuk meningkatkan pencapaian yang lebih tinggi lagi.
Dalam kancah internasional, nama LAKON Indonesia menebar wangi pada Premiere Classe, maupun di Le Printemps, Paris.

Dan terbaru di bulan Agustus tampil di Osaka World Expo 2025, di Kansai, Jepang.
LAKON Indonesia mengukir sejarah pada perhelatan akbar “Unified Diversity Fashion Show – Soroyuru” (Harmoni di tengah perbedaan).

Mengangkat wastra tenun Nusa Tenggara Barat, hadir kolaborasi bersama Comfiknit. Label Hongkong yang mumpuni dalam inovasi tekstil berkelanjutan. Hadirnya kolaborasi epik ini karena konsistensi membangun ekosistem fesyen yang kreatif, dan berdaya saing.

Lewat momen istimewa ini, LAKON tak hanya membawa presentasi karya, namun menyertakan pula identitas Indonesia ke panggung global, lewat narasi keberagaman. Manakala budaya dihadirkan lewat harmoni saling menghargai, yang lahir bukan hanya keindahan, namun juga harapan akan masa depan yang kian harmonis.

Selain tampil di Soroyuru, LAKON Indonesia juga membawa tiga brand alumni PINTU Senses, Apa Kabar, dan Fuguku pada Rolling Exhibition di Paviliun Indonesia. Terdapat dua belas koleksi unggulan yang ditampilkan, dengan memadukan desain, seni keterampilan tangan, dan nilai budaya Indonesia.
Last but not least hadir Pop-up Store di Lucua Umeda, pusat perbelanjaan mewah di Osaka.

Peran PINTU yang banyak diapreasi, dukung kemajuan industri mode Indonesia. Para Alumnus sukses mendapatkan eksposur internasional.
Foto : Istimewa.

Kolaborasi & Eksplorasi Potensi Mode Dua Negara Sahabat

Pemilik Manufactures de Normandie, Amedi Nacer mengamini apa yang diungkapkan Thres, dalam upayanya menciptakan kreator-kreator muda, serta brand baru yang visioner, dan go global.
Menurut pria simpatik ini, industri mode Prancis juga menghadapi tantangan.

Di masa sekarang, keahlian pengrajin cenderung didominasi generasi senior. Anak mudanya lebih tertarik menjadi karyawan di industri mode. Walau ada yang tertarik menggeluti industri mode dikarenakan passion, serta motivasi. Tapi jumlahnya jauh dari kata menggembirakan.

Lewat kemitraan Prancis, dan Indonesia yang telah terjalin apik selama 75 tahun, yang kian dipertajam pada masa pemerintahan sekarang, ini menjadi peluang berharga bagi kerja-kerja cerdas, dan kreatif PINTU.

Dengan dialog seperti ini tentunya sangat penting untuk menghasilkan keputusan baru, semangat baru, serta identitas baru yang kelak akan menyelaraskan pada visi – misi kedua negara lewat seni, budaya yang akan berdampak pada kemajuan, serta semakin kuatnya ikatan pada industri mode di negara masing-masing.

Karena menilik pada sejarah panjang, negeri Indonesia memiliki budaya, seni kerajinan yang sangat luar biasa. Lekat dengan sejarah, filosofi, serta keunikan dari masing-masing kearifan lokal sebuah daerah. Selain kaya dengan keberagaman bahan baku.
Pun ditunjang dengan faktor demografi, di mana populasi generasi mudanya cukup besar.

“Jujur negara kami Prancis tak memilikinya. Namun dengan bakat, serta keahlian para kreator Prancis, kita bisa sharing ilmu, dan kemampuan dalam kerja sama yang saling menguntungkan, demi tercapainya visi – misi bersama, “ungkapnya.

Amedi Nacer memuji Residency Program yang digagas PINTU. Program terbaru ini merupakan salah satu cara untuk memperkuat buhul kerja sama, serta mendekatkan kita pada tujuan awal dari terjalinnya kolaborasi apik ini.

Tegar & membaja di tengah gempuran Covid-19, LAKON Indonesia tetap menginspirasi lewat karya indah, lekat dengan inovasi yang dikemas dalam seni pertunjukan.
Foto : Istimewa.

Didi Budiardjo salah satu pembicara pada panel diskusi “Enduring Threads” mewakili desainer Indonesia, menegaskan esensi kreasinya. Kreasi saya hadir lewat kecintaan pada seni budaya, kedua orang tuanya, serta cinta pada diri sendiri. Kesemuanya itu saya ramu, dan dihadirkan lewat ‘rasa’, “ujarnya.

“Untuk menghargai keberagaman budaya, saya tak memiliki pattern sendiri, dikarenakan Indonesia memiliki keberagaman budaya nan elok, “cetus Didi.

Berbilang tahun, karir Didi di industri mode Indonesia tak sedikitpun meredup. Rancangannya semakin banyak dicari karena lekat dengan DNA inovasi. Senantiasa memperhatikan detail-detail terkecil pada rancangannya.

Karya Didi berfokus pada gaun malam, dan gaun pengantin yang dibuat feminim ala Parisian. Menonjol dengan aplikasi beading, dan embroidery. Yang menarik mengapa Didi selalu menggunakan kedua aplikasi tersebut, jawabannya cukup mencengangkan.
Didi merasa sulit untuk menemukan bahan berkualitas tinggi di Indonesia.

Proses kreatif kemudian mengalir lewat ide menggunakan beading, dan embroidery dengan mengedepankan aspek craftmanship pada setiap karya. Keinginannya murni untuk menampilkan kesan glamor pada rancangannya.

Senada dengan Didi, Thresia Mareta, Founder LAKON Indonesia pada JF3 Talk volume 2, mewakili kalangan industri menyorot adanya ketidaksesuaian antara kebijakan dengan realitas di lapangan. Ini menjadi penghambat pertumbuhan brand lokal. Contoh nyata, para pelaku industri kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dengan standar internasional di dalam negeri.

Salah satu kunci legacy budaya biasakan untuk belajar, dan membaca pesan Thres.
Foto : Istimewa.

Asa dari Peran Desainer Prancis, Angin Segar Industri Mode Indonesia

Turut berbagi pendapat desainer Prancis, Priscille Berthaud, dan Kozue. Mereka berdua
merasa tersanjung, dapat terpilih mewakili desainer muda Prancis, menjadi peserta program terbaru PINTU, yaitu Residency.

Bukan tanpa sebab mengapa mereka terpilih dari banyaknya pelamar, yang antusias mengikuti program ini. Mereka unggul dari hasil penilaian para pakar maupun pengajar di industri mode Prancis. Selain melihat secara jeli portofolio, pengalaman, serta sejauh mana mereka memiliki hasrat yang besar, untuk mengeksplorasi kerajinan tangan Indonesia.

Priscille Berthaud baru menyelesaikan studi S2 desain mode di Ecole Duppere. Sedangkan Kozue Sullerot adalah seniman tekstil, yang juga merupakan mahasiswi Master di ENAMOMA. Priscille sedang belajar tenun di daerah Lombok, sedangkan Kozue di Tegal untuk memperdalam pelajaran membatik. Batik, dan Tenun merupakan materi pembelajaran di sekolah mereka. Diantaranya diajarkan pengenalan motif, filosofi serta teknik pembuatan berbasis kerajinan tangan.

Ketika diumumkan sebagai peserta program hati mereka bungah, dikarenakan bisa berinteraksi, serta belajar langsung dengan para artisan wastra Indonesia. Karena selama menimba ilmu di Prancis, Priscille, dan Kozue hanya bisa melihat, mencerna serta belajar teknik seperti batik, dan tenun dalam skala terbatas. Tanpa berinteraksi langsung dengan pengrajin.

Generasi muda asa bagi legacy seni, dan budaya Indonesia lewat PINTU, LAKON Indonesia mendorong generasi muda untuk mengeksplorasi, serta mengeksekusi budaya karena kita semua punya tanggung jawab yang sama.
Foto : Istimewa.

Priscille mengungkapkan, “Ini menjadi pengalaman yang tak ternilai bagi kami manakala melihat, berinteraksi, serta praktek langsung untuk mempelajari teknik batik, dan tenun langsung ke pengrajinnya.”

“Lewat program Residency PINTU, tentunya akan semakin menyempurnakan karya kami nantinya, karena hadir DNA sebuah karya yang lekat dengan aspek sejarah, filosofi, keunikan, keindahan hakiki dari para artisan, yang dikolaborasikan dengan seni kontemporer yang menjadi kemampuan kami, “tambah Kozue.

Program magang yang berlangsung selama tiga bulan, mengharuskan kedua desainer muda Prancis yang visioner, menetap sementara, dan bekerja dengan artisan Indonesia. Mereka(pun menjalani proses kreatif bersama.
Setelahnya, mereka akan melanjutkan magang di LAKON Indonesia.

Priscille, dan Kozue tak hanya mendapatkan pelatihan teknis, tapi pengalaman profesional, dan personal. Tinggal, serta berinteraksi dengan pengrajin, beserta keluarga. Goals yang diharapkan, mereka akan membuat koleksi lintas budaya, yang terdiri dari enam look.
Ke enam look nantinya akan dipresentasikan di LAKON Store, dan Premiere Classe Paris.

Tentu saja untuk merayakan pencapaian dua desainer wanita muda Prancis terpilih ini, karya mereka tak hanya sekedar dijadikan showcase. Namun akan diproduksi, serta dipasarkan di Indonesia. “Wow, tentunya Anda tak sabar-kan untuk mendapatkannya?.

Exit mobile version