“Manusia terhubung dengan pembelaan diri, dan nggak ada dari kita yang kebal dari perkataan salah yang menghalangi untuk permintaan maaf kita,” ujar psikolog Harriet Lerner melansir dari She Knows, “Namun minta maaf yang efektif baik untuk hubungan. Membuat pihak yang terluka merasa aman, terhibur, serta mengembalikan koneksi dan kepercayaan. Di sisi lain, permintaan maaf yang buruk akan berdampak sebaliknya.” Lantas, permintaan maaf buruk seperti apa yang harus dihindari?

Ucapan maaf seperti ini menghindari semua pertanggungjawaban. “Dalam kalimat ini, kamu mengatakan kalau, “Saya minta maaf karena kamu berekasi pada perilaku saya yang benar-benar masuk akal,'” ujar Lerner, “Permintaan maaf yang benar hanya berfokus pada kesalahanmu dan bukan pada respons pasangan.”

Permintaan maaf seperti ini seakan berpura-pura bertanggung jawab, namun sebenarnya menyalahkan orang lain atas rasa sakit yang terjadi karena alasan di belakang kata ‘tapi’. “Kata ‘tapi’ selalu mengimplikasikan rasionalisasi, kririk, atau berdalih. Nggak peduli jika kalimat setelahnya adalah benar, namun kata itu membuat permintaan maafmu menjadi salah.”

Lerner mengartikan kalau permintaan maaf seperti ini terasa kosong. Melalui kalimat ini, kamu nggak mengakui apa yang telah dilakukan, mengelak tanggung jawab untuk membuatnya lebih baik, dan mendesak pasangan untuk mau memaafkanmu. Psikolog yang juga penulis buku Why Won’t You Apologize?: Healing Big Betrayals and Everyday Hurts, ini menyarankan untuk menahan permintaan maaf itu sampai kamu mau memperjelas secara khusus kesalahan yang membuatmu ingin meminta maaf.

“Permintaan maaf yang baik berfokus pada menunjukkan rasa tanggung jawab dan penyesalan untuk bagianmu, meski perasaanmu mengatakan kalau kamu hanya bersalah sedikit saja,” ujar Lerner, “Simpan keluhanmu untuk nanti.”

Permintaan maaf secara berlebihan ini mengungkapan kalau kamu merasa terganggu. Namun lebih dari itu, kamu memaksa pasanganmu untuk berhenti dan meyakinkanmu, mengalihkan perhatian dari rasa sakit pasangan dan permintaan maafmu, kemudian memutarnya sehingga seakan-akan ini tentang perasaanmu.

Menurut Lerner, permintaan maaf ini lebih buruk dari nggak meminta maaf sama sekali. “Kalimat maaf ini adalah komunikasi yang membingungkan. Kamu meminta maaf, namun juga memaksa pasangan untuk merasa nggak setuju atau berusaha menghiburmu, seakan menghilangkan rasa sakit sebenarnya yang pasangan alami.”

Untuk permintaan maaf atas kesalahan besar, sekali saja nggak akan terasa cukup. “Perasaan terluka yang serius, atau sebuah pengkhianatan membutuhkan banyak percakapan, di mana kamu mendengar tanpa membela terhadap apa yang ingin diungkapkan pasangan dan kamu membawa rasa terlukanya akibat kesalahanmu,” ujar Lerner. Karena itu, psikolog ini menyarankan untuk nggak mengatakan kalimat “Aku sudah minta maaf!” pada pasangan. “Permintaan maaf nggak akan ada artinya jika kamu belum mendengarkan kemarahan dan rasa saki pasangan dengan penuh perhatian.”

Lalu, seperti apa permintaan maaf yang baik? “Ucapkan secara jelas dan arahkan tanggung jawabmu pada kesalahan, tanpa mengkritik pasangan atau mengungkit kesalahannya juga. Tanpa ada kata ‘jika’ atau ‘tapi’. Kalimta harus mengandung kata ‘aku minta maaf’ dan menawarkan perubahan dan nggak akan mengulangi kesalahan yang sama di masa depan,” tukas Lerner.