Sentul, Sinar Baru Destinasi Kuliner di Bogor Timur

wanitaindonesia.co – Bila destinasi kuliner therapy menjadi comfort zone Anda, maka kawasan Sentul nan eksotis wajib masuk whistlist. Dari pada terjebak macet di Bogor, yuk…melipir ke sini.

Selama pandemi masyarakat Jakarta menjadikan Sentul sebagai tempat rehat tersembunyi. Jauh dari hiruk pikuk layaknya tempat makan favorit.

Indra Mala kerabat yang hobi kulineran mengajukan destinasi ke Sentul. “Pengusaha kuliner Jakarta banyak yang investasi di Sentul lho, memanfaatkan keindahan alam, sejuknya udara serta suasana tenang. Tapi ia belum mengetahui resto yang layak direkomendasikan. On the spot aja ya, “katanya. Saya dan Leka lalu menyetujuinya.

Suasana pagi sejuk nan lengang menjadi berkah buat kami rehat sejenak dari WFH. Angin segar berembus masuk dari kaca mobil yang sengaja dibiarkan terbuka. Memberi asupan oksigen murni dikulit wajah. Segar, rilek dan menyenangkan.

Setelah melewati perjalanan panjang dengan jalan berliku, kami pun tiba di depan gerbang Villa Aman D’Sini. Tampak mobil parkir di sepanjang jalan raya, untung kami tiba awal, kalau telat satu jam saja, parkir menjadi lebih jauh dari area resto.

Konsep Villa bergaya moderen berdiri megah dengan back ground asri pemandangan landscape pegunungan. Masuk Resto Harus Bayar, dan Menjadi Pramusaji Dadakan! Hampir sebagian besar pengunjung kaget, ketika mengetahui untuk masuk ke resto dikenai pembelian kupon Rp. 50.000,-. berlaku untuk semua kelompok usia.

Hal ini sering dikeluhkan pengunjung ke petugas yang stand by di area depan resto. Tidak ada pengumumannya lho, keluh Wirta salah satu pengunjung ke teman-temannya.

Indra Mala dan Spagheti Aglio Olio Chicken.

Saya sempat membatalkan masuk. Namun didera lapar dan lelah, serta tidak ada alternatif lokasi resto terdekat terpaksa masuk.

Sambil melihat daftar menu dan mencari perbandingan harga dari menu termurah di Rp. 98.000 untuk seporsi spagheti. Paket Nasi Ayam Rp. 125.000. Menu ala carte yang murah seperti nasi goreng harganya 75,000 sengaja di take out.

Kupon masuk bisa ditukar dengan secangkir kopi, teh atau segelas cokelat. Serta soft drink Rp. 46.000. Atau bisa juga diakumulasikan untuk pembelian makanan.

Agaknya pandemi telah mengajarkan ke pengusaha akan cara-cara kreatif bertahan dari masa sulit, dengan mewajibkan pengunjung untuk membayar masuk ke resto.

Setelah membayar kupon masuk Rp. 150.000 untuk bertiga, kami lalu memilih spot out door agar bisa menikmati panorama alam. Sayangnya, kondisi resto penuh dengan spot favorit nan teduh sudah terisi.

Hanya ada satu tempat duduk kosong di area out door, yang dijauhi pengunjung karena panas. Terpaksa kami naik ke lantai dua yang juga penuh pengunjung. Duduk di salah sudut resto yang bukan spot favorit.

Kami memesan Spagheti Aglio Olio Chicken, Paket Sup Buntut (Sup buntut, nasi, oreg tempe, kerupuk dan sambal) dan Paket Nasi Ayam (Ayam goreng, ikan asin, sayur asem, urap, sambal dan nasi).

Sepuluh menit menunggu Spagheti Aglio Olio Chicken diantar ke meja. Namun Paket Sup Buntut dan Paket Nasi Ayam masih harus sabar menunggu kilah waiter. Tak lama Paket Nasi Ayam disajikan. Sempat menanyakan sajian Sup Buntut, lagi-lagi dijawab waiter, “sabar saja menanti.”

Tentu saja saya kecewa dengan layanan chef dan pramusaji. Mereka abai dengan SOP (standard operational procedure) pada hospitality industri pada saat penyajian makanan. Pesanan makanan dengan style menu Ala Carte harus tersaji bersamaan, tidak boleh terjeda, apalagi dalam waktu lama!

Kalau mereka tidak mampu karena crew terbatas dan jumlah tamu banyak, cara aman dengan menyajikan menu buffet!

Saya bergegas ke dapur dan meminta orderan Sup Buntut diselesaikan langsung. Agar diindahkan, saya sengaja menunggu, berdiri di pintu masuk dapur.

Tak berselang lama, semangkuk sup buntut panas saya bawa langsung dan saya sajikan ke teman saya. Mereka tertawa geli melihat cara saya melakukan layaknya waiter profesional. Sebelum bersantap saya mencicipi seluruh menu, demikian pula kedua teman.

Spagheti yang sudah terlanjur dingin sudah tentu tidak enak dinikmati, jauh dari citarasa otentik.
Paket Sup Buntut yang masih panas mengepul, hanya memberikan rasa asin dan gurih standar. Tidak tercium aroma khas cengkih, pala dan jahe pada kaldu yang merupakan kunci kelezatan sajian Sup Buntut. Nasi Paket Ayam sebelas duabelas juga. Aduuuh…

Tapi apa boleh buat, dalam keadaan lapar, serta pelayanan di bawah standar, kami bergegas menyantap hidangan. Menurut saya sajian hanya berfungsi sebagai makanan fungsional, sekedar menghilangkan lapar, agar tidak masuk angin.

Sebelum pulang, kami melihat setiap area resto yang masih dipenuhi pengunjun. Area out door favorit pengunjung jumlah kursinya tidak banyak, sayangnya ada beberapa yang tidak dilengkapi dengan payung untuk menghalau sengatan Matahari.

Dianjurkan untuk datang sore hari mulai pukul 16.00 wib, selain menghindari panas, panorama romantis dapat dinikmati secara maksimal. Tersedia mushala tapi kurang terjaga kebersihannya. Masih menyediakan karpet, tidak mengikuti anjuran Menteri Agama sebagai upaya pencegahan penularan virus Covid-19.

Walau kecewa dengan kualitas dan cara penyajian, lokasi resto yang indah bisa menjadi penghibur hati.

Namun spot Instagramable yang berlatar kolam renang mini, batang kayu meranggas dengan latar belakang gunung sangat memikat. Secara keseluruhan untuk kuliner, tidak worth it!Jarak tempuh, harga menu, pelayanan. Yang sedikit mengobati rasa kecewa hanya spot Instagramable di atas. (RP).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini