Semangat Tak Pernah Padam Sang “Ratu Parabadminton” Leani Ratri Oktila

Semangat Tak Pernah Padam Sang “Ratu Parabadminton” Leani Ratri Oktila
"Ratu Parabadminton” julukan yang disematkan kepada Leani Ratri Oktila

wanitaindonesia.coIndonesia mencatat sejarah di ajang Paralimpiade Tokyo 2020. Kontingen Indonesia berhasil meraih total sembilan medali di Tokyo,  yang merupakan raihan medali terbanyak sepanjang keikutsertaan Indonesia di ajang Paralimpiade. Kesuksesan peraihan medali bagi tim Indonesia di Tokyo tak lepas dari sumbangsih Leani Ratri Oktila. Ia tampil gemilang pada cabang olahraga (cabor) parabadminton, bersama Khalimatus Sadiyah dan sukses meraih medali emas di nomor ganda putri kelas SL3-SU5. Peraihan medali ini membuat keduanya menjadi atlet badminton Indonesia pertama yang mampu meraih medali emas pada ajang Paralimpiade sekaligus mengakhiri penantian Indonesia selama 41 tahun untuk merasakan medali emas Paralimpiade.

Di nomor ganda campuran SL3-SU5, Leani Ratri Oktila yang berpasangan dengan Hary Susanto kembali berhasil meraih medali emas. Sedangkan di nomor tunggal putri kelas SL-4, Leani berhasil membawa pulang medali perak setelah kalah dari wakil China, Cheng Hefang. Meski kalah, Leani Ratri Oktila berhasil menyumbangkan tiga medali di ajang Paralimpiade dan ini merupakan prestasi yang luar biasa. Sebelum mengecap keberhasilan yang manis di ajang Paralimpiade ini, wanita kelahiran 6 Mei 1991 ini harus melalui perjuangan panjang nan berliku demi mengukuhkan namanya di pentas dunia.

Sulung dari empat bersaudara anak pasangan F Mujiran (65) dan Gina Oktila (53) hdup dalam keluarga sederhana. Ayahnya merupakan seorang petani karet dan sawah di Desa Siabu, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Dilansir dari Antara, Leani Ratri mengalami kecelakaan pada 2011, saat usianya 21 tahun. Kecelakaan itu membuat Leani patah kaki dan tangan kirinya. Ia pun divonis mengalami gangguan permanen. Namun, vonis tersebut tidak serta merta ditelannya bulat-bulat. Justru semangatnya kian membara. Ia tidak berfokus pada kekurangannya, melainkan menjadikan itu sebagai pembuka jalan untuk mengharumkan nama bangsa melalui olahraga.

Sebenarnya Leani telah mengenal olahraga bulu tangkis sejak kecil. Bakatnya di bidang ini cukup menonjol dan ia pun pernah menjadi atlet bulutangkis di tingkat nasional. Kecelakaan yang kemudian mengubah kehidpannya nyatanya tak membuat Leani surut semangat untuk bermain bulutangkis. Ia justru bangkit dan mulai menekuni parabadminton, cabor bulu tangkis untuk atlet difabel. Dilansir dari Kompas.com, Leani mengaku terinspirasi dari semangat para atlet difabel lainnya di luar negeri, yang menurutnya melebihi semangat mereka yang kondisi tubuhnya normal. Hal tersebut yang semakin membuatnya pantang menyerah.

Prestasi pertama Leani di cabor parabadminton di mulai di ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) Riau tahun 2012 lalu. Ia berhasil meraih satu medali emas dan satu medali perak. Keberhasilan tersebut mengantarkannya bergabung dengan Komite Paralimpiade Nasional (NPC) pada 2013. Dari situ, ia semakin terpacu untuk meraih prestasi, dibuktikan dengan kerja keras pada setiap latihan. Ia dikenal sebagai atlet yang disiplin dan tekun. Ia kerap datang lebih awal saat latihan, bahkan menambah porsi latihannya.

Semangat yang membuahkan deretan prestasi baik di pentas nasional maupun internasional. Ia telah mengoleksi enam medali emas ASEAN Para Games, tiga medali Asian Para Games, dan tiga medari dari Kejuaraan Dunia BWF. Selama dua tahun berturut-turut, 2018 dan 2019, ia berhasil menyabet gelar sebagai atlet parabadminton putri terbaik Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). Tak heran jika keberhasilan Leani meraih banyak gelar juara pada turnamen perorangan dan beregu ini membuatnya mendapat julukan “Ratu parabadminton”. Selamat Leani! (f)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini