Site icon Wanita Indonesia

Samudera Peduli Bersama Dompet Dhuafa Bangun Sumur Sasar Ratusan Keluarga Atasi Kekeringan di Cirebon

WanitaIndonesia.co, CIREBON, JAWA BARAT – Desa Cupang memiliki tipologi tanah dengan bebatuan kapur menjadi alasan mengapa daerah ini mengalami kekeringan. Tanah yang minim resapan ini juga dikelilingi oleh pertambangan yang membuat sumber air utama semakin mengering. Salah satu warga, Castini (40) mengaku hanya ada satu sumber mata air untuk warga sekitar.

“Kami mengisi air bergiliran, satu orang diberi durasi satu jam. Itu hanya dapat satu ember. Nggak cukup untuk nyuci, kadang anak saya nggak bisa mandi, karena nggak ada air,” jelas Castini.

Kepala Lembaga Pengebangan dan Investasi Wakaf Dompet Dhuafa, Prima Hadi Putra menjelaskan bahwa dengan kehadiran Sumur Air ini merupakan ekosistem wakaf yang hasilnya merupakan Layanan Program Air Bersih. Wakaf sendiri merupakan pemisahan harta benda berupa aset yang kemudian digunakan untuk kebermanfaatan luas dan lestari.

“Tentu ini menjadi amal jariyah bagi teman-teman dari Samudera Peduli. Sumur ini akan bermanfaat bagi warga sekitar. Pertemuan Samudera Peduli dan Sanusi melahirkan keberkahan yang berlipat ganda. Lebih jauh lagi, wakaf ini juga dapat berkembang menjadi produktif dan memberdayakan masyarakat sekitar. Semoga dapat merambah ke titik lain,” jelasnya.

Disisi lain, Yogi selaku Penanggungjawab Pelaksana Program Wakaf Sumur di Jawa Barat menuturkan bahwa pihaknya bersama tim Samudera Peduli dan Dompet Dhuafa melakukan asesmen ke beberapa titik sumur menggunakan metode geolistrik. Tak disangka, penemuan sumber air berada di pekarangan rumah Sanusi (45), seorang warga Desa Cupang yang kemudian mewakafkan tanahnya untuk menjadi sumber air bersih masyarakat di sana.

Atas kolaborasi Samudera Peduli dan Dompet Dhuafa mengerahkan tenaga ahli untuk memulai proses penggalian selama 45 hari. Dengan kedalaman 30 meter, sumur tersebut mampu mengeluarkan air sebanyak 2 liter per detik yang terkumpul dalam toren yang berkapasitas 5000 liter. Sumur tersebut memiliki 90 Sambungan Rumah (SR) yang meliputi 100 Keluarga dan satu mushola.

Kehadiran Sumur Air pada dua titik tersebut telah diresmikan pada Rabu lalu (19/2/2025) di Kantor Desa Cupang. Dewan Pengurus Yayasan Samudera Peduli, Artika Tasya mengungkapkan rasa syukur dan terima kasihnya atas kolaborasi peresmian Sumur Air di Desa Cupang dan Desa Guwa Kidul kepada semua pihak yang terlibat. Ia berpesan agar aset Sumur Air ini dapat digunakan dengan semestinya dan menjadi sumber keberkahan bagi banyak pihak, terutama warga setempat.

“Setelah dilakukan asesmen oleh pihak kami dan Dompet Dhuafa, akhirnya ditemukanlah dua titik yang sangat membutuhkan air bersih. Banyak pihak yang terlibat, termasuk warga. Semoga sumber air bersih melalui Sumur Air ini dapat membuka keberkahan juga bagi warga, bagi Pak Sanusi selaku pewakif, juga Samudera Peduli dan Dompet Dhuafa,” tuturnya.

Kini warga Desa Cupang dapat mengakses air bersih secara langsung dan gratis melalui SR yang telah tersambung ke rumah mereka. Sanusi sebagai pewakif tanah sekaligus penerima manfaat menyampaikan, saat ini pengaliran air bersih menjadi melimpah. Kini, kurang dari satu jam saja, toren sudah terisi penuh.

“Setelah tau di belakang rumah saya terdapat titik sumber air, saya langsung mengikhlaskan tanah saya dibangun sumur untuk sumber air masyarakat. Ini demi kebaikan bersama dalam menghadapi kemarau. Saya sangat berterima kasih kepada Dompet Dhuafa dan Samudera Peduli yang mewujudkan ini (Sumur Air). Wah, sekarang airnya sangat melimpah, berbeda dengan dulu,” tutur Sanusi bersemangat.

Desa Guwa Kidul, menjadi titik kedua pembangunan Sumur Air oleh Samudera Peduli dan Dompet Dhuafa. Berbeda dengan Sumur Air di Desa Cupang, kali ini Dompet Dhuafa menggandeng Kelompok Kerja Masyarakat (KKM) Sumber Toya yang sebelumnya bertanggung jawab mengelola pemanfaatan sumber air resapan sejak tahun 2019. KKM ini berdiri independen untuk mengakomodir kepentingan air masyarakat setempat.

Sebelumnya sumber air andalan Desa Guwa Kidul ini tak mencukupi kebutuhan penduduk yang memiliki 340 SR, tiga pondok pesantren, satu sekolah, enam mushola. Namun, Rifah selaku Sekretaris KKM Sumber Toya menyampaikan pompa air yang pihaknya kelola hanya menghasilkan sedikit air dan keruh.

Dengan kondisi seperti itu, Samudera Peduli dan Dompet Dhuafa melalui program wakaf Layanan Air Bersih, kemudian melakukan asesmen yang berlanjut pada proses pembangunan Sumur Air dengan kedalaman 50 meter. Sumur Air tersebut menghasilkan air sebanyak 4 liter per detik.

Rifah menjelaskan bahwa pihaknya menetapkan harga untuk air bersih. Sebab pengelolaan air membutuhkan biaya listrik, tenaga ahli dan biaya perawatan pompa. Ia menyerap tenaga kerja dari penduduk asli Guwa Kidul. Pihaknya pun membayar upah pekerja sesuai surplus yang didapat. Tentu ini membuat wakaf aset Sumur Air dari Samudera Peduli dan Dompet Dhuafa bersifat produktif dan memberdayakan warga sekitar.

“Semula 340 SR, sekarang jadi 350 SR. Kami menetapkan harga yang berjenjang atau subsidi silang. Kita menyesuaikan kondisi ekonominya. Dengan harga 10 liter pertama seharga 3 ribu, kemudian ada 4 ribu berikutnya 5 ribu. Untuk pesantren dan sekolah kami menetapkan di harga 4 ribu. Terkadang ada masyarakat yang menurun daya ekonominya, biasanya kami berikan keringanan untuk membayar di waktu yang lain,” jelas Rifah.

Abdul Muhaimin Mas’ud selaku pengelola pondok pesantren Al-Fatimah Guwa Kidul sekaligus penerima manfaat menyampaikan, sebelumnya ia tak dapat mengandalkan sepenuhnya pompa air milik KKM Sumber Toya. Sebab pompa tersebut hanya mengeluarkan sedikit air. Hal ini membuat pihaknya membeli air dari tempat lain dengan harga yang sangat mahal.

“Suka ada yang jual air per tangki. Harganya 150 ribu (per tangki). Di sini ada 50 santri dan menghabiskan 6 tangki dalam seminggu. Sejak ada bantuan pompa air dari Samudera Peduli dan Dompet Dhuafa, kami hanya membayar 700 ribu sampai sejuta saja. Lebih hemat. Air pun juga lancar dan bersih. Berkegiatan salat jamaah dan kegiatan produktif lainnya jadi lebih mudah,” jelas pria yang akrab dipanggil Ustaz Abdul.

Aldo, salah satu murid didik Ustaz Abdul bercerita. Ia dan teman-teman kerap tak sempat mandi sebelum sekolah. Sesekali ia kesulitan mencari air untuk berwudhu untuk menunaikan salat berjamaah.

“Iya, pernah nggak mandi. Kadang kalo salat jamaah juga susah, jadi nya wudhu di mushola lain,” ungkap Aldo yang kini duduk di bangku kelas 5 SD.

Di akhir, Rifah berharap program wakaf ini dapat menghasilkan surplus yang baik untuk kesejahteraan masyarakat sendiri. Serta terbukanya kesempatan bagi titik-titik kawasan kering di wilayah Indonesia lainnya. (adv)

Exit mobile version