Site icon Wanita Indonesia

Review Buku Meditations: Jalan Stoik untuk Hidup Asyik

Review Buku Meditations: Jalan Stoik untuk Hidup Asyik

wanitaindonesia.co“Apakah kau hidup semata-mata untuk merasakan kesenangan sebanyak-banyaknya dalam hidup, dan tidak melakukan tindakan maupun usaha apa pun? Apakah kau tidak melihat berbagai tanaman kecil di sekelilingmu, burung-burung kecil, semut-semut, para laba-laba, sekumpulan lebah yang saling bekerja sama untuk menjalankan peran dan porsi mereka di alam semesta ini? Dan, kau malah tidak bersedia untuk melakukan tugasmu sebagai umat manusia, dan tak bersedia untuk segera mengerahkan segala upaya untuk memenuhi tuntutan kodratmu sendiri,” petikan paragraf di Buku 5 dalam buku Meditations: Jalan Stoik untuk Hidup Asyik ini menjadi pengingat yang cukup menyentil. 

Sebagai manusia, kita akan dihadapkan pada berbagai macam persoalan, perjuangan, dan tantangan dalam menjalani hidup. Ada hal-hal yang membuat kita lelah atau rasanya ingin menyerah. Sejumlah ekspektasi pun tak berjalan sesuai dengan rencana. Bahkan di antara kita mungkin saat ini ada yang sedang kehilangan semangat menjalani hidup. Secara pribadi, pembuka di bagian Buku 5 dalam buku Meditations: Jalan Stoik untuk Hidup Asyik ini sungguh sangat membekas di benak. Seringkali kita merasa tidak bersemangat bangun pada pagi hari karena merasa tak ada gunanya menjalani hidup. Padahal di alam semesta ini, masing-masing dari kita punya peran sendiri.

Meditations Ditulis oleh Marcus Aurelius, Seorang Kaisar Romawi

Judul: Meditations (Perenungan)

Penerjemah: Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo

Penerjemah & penyunting: LLIA & Shera

Penyeleras Aksara: Aniza Pujianti

Ilustrator sampul: Bella Ansori Putri

Desainer sampul: @platypo

Cetakan ke-2, Agustus 2021

Penerbit: Noura Books (PT Mizan Pustaka)

Walaupun ditulis hampir dua milenium yang lalu, karya Kaisar Romawi, Marcus Aurelius ini, masih sangat relevan bagi kehidupan sekarang yang penuh tekanan. Ajaran-ajarannya mengandung unsur mindfulness, mengajak untuk fokus pada yang kita lakukan saat ini, move on dari masa lalu, sekaligus melepaskan beban-beban kekhawatiran akan masa depan. Memotivasi kita untuk berhenti overthinking, terlalu banyak memikirkan pendapat orang, dan mulai melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Dengan Meditations, Marcus meyakinkan kita, “Kamu memiliki kemampuan untuk hidup bebas tanpa tekanan dan dengan rasa damai dalam pikiranmu, bahkan jika semua orang di seluruh dunia berteriak melawanmu.”

Sisakan sedikit waktu menapaki renungan-renungan yang telah menjadi acuan para negarawan, pemikir, dan banyak orang di seluruh dunia selama berabad-abad ini. Mulailah perjalananmu memahami diri sendiri sekaligus memahami dunia.

***

Buku ini ditulis oleh Marcus Aurelius. Siapakah Marcus Aurelius? Dia adalah seorang Kaisar Romawi pada 161-180 Masehi. Melalui buku yang ditulisnya ini, Meditations, Marcus juga dikenal sebagai filsuf stoik.

Buku ini merupakan jurnal pribadi Marcus yang kemungkinan ditulis selama masa kampanye militernya di Eropa Tengah pada tahun 171-175. Minatnya terhadap Stoikisme, filosofi yang menekankan pada takdir, logika, dan pengendalian diri sangatlah tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam tulisan-tulisan yang ia tuangkan dalam Meditations.

Terdiri dari 12 bagian yang diberi judul Buku 1 hingga Buku 12, buku ini akan membawa ikut tenggelam dalam pemikiran dan perenungan yang dalam. Bahasan yang ditulis seputar kehidupan, kematian, takdir, nasib, upaya bertahan hidup, pengendalian diri, hingga soal pencarian makna hidup.

“Kita harus memperhitungkan, tak hanya hidup kita berkurang setiap harinya dan yang tersisa dari hidup kita pun semakin menghilang, akan tetap ada hal lain yang perlu kita pertimbangkan, bahwa jika seorang manusia hidup lebih lama, tak ada jaminan bahwa pemahaman kita akan terus memadai sehingga kita bisa memahami segala sesuatu yang ada di sekeliling kita, dan mempertahankan kemampuan untuk merenung yang bergantung pada pengetahuan yang menyangkut keilahian dan kemanusiaan.” (hlm. 53)

Pada dasarnya kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di dalam hidup dan apa yang akan kita hadapi ke depannya. Sekalipun kita mahir melakukan sesuatu, kita tak bisa selalu memastikan hidup akan bebas dari masalah. Seperti yang ditulis Marcus, Hippokrates yang punya kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit padahal akhirnya meninggal dunia karena penyakit itu sendiri. Alexander Pompey, Julius Caesar yang telah membuat banyak kota hancur dan menghabisi puluhan ribu nyawa, tak bisa menghindar dari kematian.

“Segala peristiwa dalam hidupmu terjadi demikian adanya karena kau mampu menghadapinya dengan ketahanan alamimu, atau bisa juga tidak. Jadi, jika itu adalah peristiwa yang mampu kauhadapi, jangan mengeluh, tetapi hadapilah, seperti kau dilahirkan untuk menghadapinya. Namun, jika itu di luar kemampuanmu, jangan mengeluh juga, karena masalah itu akan menghilang setelah ia menyita pikiranmu. Ingat, bagaimanapun, bahwa kau pada dasarnya dilahirkan untuk bertahan dalam menghadapi semua yang menurut penilaianmu sendiri dapat ditanggung, atau ditoleransi dalam tindakan, jika kau menyampaikan pada dirimu sendiri bahwa ini adalah keuntungan atau kewajiban bagimu.” (hlm. 259)

Meski ditulis hampir dua milenium lalu, kata-kata bijak dan narasi hasil perenungan Marcus ini rasanya masih relevan di zaman modern ini. Masih banyak di antara kita yang mudah gelisah dan takut dalam menjalani dan menghadapi hidup. Apalagi kalau sudah menyangkut soal takdir dan kematian, rasanya kita akan mudah stres dan tertekan sendiri saat membayangkan berbagai skenario terburuk yang muncul di kepala kita. Padahal jika dipikirkan dan direnungkan lebih jauh, kehidupan ini sudah disertai dengan skenarionya sendiri.

Ada hal-hal yang dalam kendali kita. Namun, ada juga hal-hal yang berada di luar kuasa atau kendali kita. Hidup tak selalu mudah dijalani, dan itu adalah kenyataan yang perlu kita terima. Walaupun ada hal-hal yang kita sukai atau takuti dalam hidup ini, kita tetap perlu menjalankan peran terbaik kita sebagai manusia di alam semesta ini.

Membaca tulisan-tulisan Marcus ini ada baiknya dicerna secara perlahan. Bisa jadi ada penafsiran-penafsiran beragam yang akan kita dapatkan dalam setiap kalimat hingga kata-kata bijak hasil kontemplasi diri Kaisar Romawi ini. Andai Marcus hidup di era sekarang, mungkin tulisan-tulisannya ini ia tuangkan dalam jurnal blog yang ia dokumentasikan sendiri sebagai hasil perenungan diri, serta bisa dibaca oleh banyak orang yang ingin mengambil hikmah atau sudut pandang baru dan berbeda soal kehidupan.

Meditations: Jalan Stoik untuk Hidup Asyik bisa menjadi referensi buku yang menarik bagi siapa saja yang ingin memahami soal Stoikisme sekaligus melakukan refleksi diri. Ada banyak kalimat yang menghibur dan menghangatkan hati, ada juga pembahasan yang mengingatkan kita akan pentingnya menjalani hidup ini dengan baik tanpa harus merasa terlalu terbebani. Dua belas bab di buku ini benar-benar terasa “mengenyangkan” karena memuat banyak aspek kehidupan yang sangat dekat dengan perkara-perkara yang sering muncul di benak kita sendiri.

Exit mobile version