WanitaIndonesia.co, Jakarta – Raja Ampat tetap menjadi destinasi unggulan pariwisata Indonesia meskipun diterpa isu sensitif terkait rencana pertambangan nikel di wilayah tersebut. Keindahan lautnya yang memesona, kekayaan biota bawah laut, serta kontribusinya terhadap perekonomian lokal menjadikan kawasan ini tetap tak tergantikan di hati wisatawan dan pelaku industri wisata bahari.
Optimisme ini tergambar dalam kegiatan Kampanye Nasional JANGKAR yang digelar di Jakarta pada Rabu (18/6). Dalam acara tersebut, para pelaku industri kapal wisata menyatakan komitmennya untuk terus menjaga ekosistem laut Indonesia, khususnya di kawasan konservasi seperti Raja Ampat.
JANGKAR, atau Jaringan Kapal Rekreasi, merupakan komunitas yang mewadahi kapal-kapal wisata yang menawarkan pengalaman wisata laut seperti live on board di berbagai destinasi unggulan, termasuk Bali, Lombok, Labuan Bajo, dan Raja Ampat.
Antara Tambang dan Pariwisata: Pilihan Dampak Jangka Panjang
Isu pertambangan di kawasan konservasi menjadi perhatian utama karena dikhawatirkan merusak ekosistem laut yang menjadi daya tarik wisata. Firdaus Agung Kunto Kurniawan, Direktur Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mengingatkan bahwa meski tambang dapat memberikan keuntungan dalam jangka pendek, dampaknya terhadap lingkungan bisa berlangsung puluhan tahun.
“Kalau tambang, 5–10 tahun mungkin selesai. Tapi rusaknya bisa puluhan tahun. Pariwisata justru memberi dampak ekonomi yang panjang dan luas,” tegas Firdaus.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga terumbu karang yang menjadi rumah bagi banyak biota laut. Raja Ampat sendiri menyimpan hampir 18% dari total terumbu karang dunia.
Selain berperan sebagai penyedia jasa wisata, kapal-kapal rekreasi yang tergabung dalam JANGKAR juga berperan aktif dalam menjaga kelestarian laut. Aji Sularso, Pembina JANGKAR, menyampaikan bahwa kapal-kapal wisata saat ini telah dilengkapi sistem komunikasi satelit canggih untuk mengawasi aktivitas mencurigakan di laut.
“Bahkan ke depan, para awak kapal akan dilatih jadi ‘polisi laut’ yang bisa bantu pemerintah jaga kelestarian laut kita,” ujarnya.
Langkah ini merupakan bagian dari komitmen industri wisata untuk tidak hanya menikmati kekayaan laut, tetapi juga menjaga keberlangsungannya.
Dampak Ekonomi Wisata Laut
Kontribusi wisata bahari terhadap perekonomian masyarakat sekitar sangat signifikan. Satu orang wisatawan yang mengikuti paket live on board di Raja Ampat rata-rata mengeluarkan biaya antara USD 3.500 hingga USD 7.000 untuk durasi tujuh hari, atau sekitar USD 500 per hari.
Dengan kehadiran ratusan kapal dan ribuan wisatawan setiap tahunnya, berbagai profesi lokal seperti nelayan, pemandu wisata, juru masak di kapal, hingga pengrajin suvenir ikut merasakan manfaatnya.
Wakil Ketua JANGKAR, Edi Pindito, menekankan pentingnya pelibatan semua pihak dalam upaya konservasi, termasuk peran perempuan dalam kehidupan sehari-hari.
“Konservasi itu bukan cuma tugas negara. Tapi kita semua bisa mulai dari hal kecil, seperti tidak buang sampah sembarangan di laut,” katanya.
Ia mengajak masyarakat untuk memilih destinasi ramah lingkungan, mendukung kapal wisata yang menerapkan pelayaran hijau, serta menyebarkan edukasi tentang pentingnya menjaga laut.
Menjaga Raja Ampat, Menjaga Masa Depan
Dengan segala keunikan dan keindahannya, Raja Ampat bukan sekadar lokasi liburan, tetapi juga simbol penting pelestarian laut Indonesia. Di tengah ancaman eksploitasi sumber daya alam, upaya kolektif dari pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat menjadi kunci menjaga warisan dunia ini tetap lestari.
Liburan ke laut pun bisa menjadi bentuk nyata cinta terhadap bumi—dengan kontribusi langsung terhadap konservasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir. (WIB)

