WanitaIndonesia.co, Jakarta – Ada banyak persona desainer yang mencuri perhatian masyarakat mode Indonesia.
Salah satunya Raegita Oktavia yang dikenal lewat lini brand Zoro. Pada Festival Fashion terbesar, dan berpengaruh di Indonesia JF3, yang diinisiasi oleh Summarecon, serta didukung oleh Pemerintah, serta seluruh pelaku industri fashion Tanah Air. Rae mampu memukau penontonu lewat rancangan “Wonder Pieces” yang meneriakkan aspek keberlanjutan.
Ceritanya menjadi menarik manakala dari ke 32 looks pakaian hasil “tabrak warna” kesemuanya diolah dengan menggunakan serpihan kain, sisa produksi yang dengan tekun dikumpulkannya selama ia berkecimpung sebagai desainer.
Jumlahnya menggunung, tersimpan dalam karung-karung besar. Ada pula bahan yang sengaja dibeli saat ia bepergian. Wanita enerjik dengan vibes positif mengaku tertarik dengan tekstil bewarna neon, serta hitam yang merupakan warna favoritnya, serta godaan motif menarik.
“Hobi membeli kain yang ukuran tersebut lama – kelamaan jumlahnya menjadi banyak, teronggok begitu saja. Saat pandemi, ketika proses produksi terhenti terpikir untuk melakukan sesuatu, agar nantinya tak rusak, atau terbuang percuma, “tutur desainer yang menyenangi penampilan anti mainstream.
Pekerjaan dimulai dari memilah, lalu memilih perca, kemudian melakukan ujicoba warna, dan motif mana saja yang cocok bila dikombinasikan. Kemudian menyetrika, dan memotong bahan adalah kegiatan yang cukup memakan waktu. Lalu berlanjut menyambungnya serta membuat pattern (pola), serta pekerjaan lain layaknya sebuah proses produksi.
“Ampun deh, kalau diingat keseluruhan proses produksi. Butuh perhatian, ketekunan, serta seni yang mampu “menghilangkan” satu asistenku keluh Rae. Walau asistenku rajin, mungkin dia itu kurang telaten karena pekerjaannya itu-itu melulu, banyak, serta harus dilakukan ekstra hati-hati, “terang Rae.
Melihat Lewat Perspektif Seni
Tapi itulah hidup yang membutuhkan seni untuk merubah keadaan, serta membuatnya tak sama dari kemarin, lebih bergairah untuk sekarang, dan menantang di masa depan.
Hidup adalah seni yang terindah buat dirinya. Di tangan desainer kreatif, serpihan, serta sisa kain yang terdiri dari beragam jenis diantaranya katun, parasut, organza, dan spandex
diolah menjadi karya bernilai yang didedikasikan untuk perhelatan JF3. Isu keberlanjutan menjadi DNA rancangannya.
Daya tarik utama adalah desain yang futuristik, dengan beragam warna-warna terang (neon) nan futuristik, seperti hijau, pink, biru dan jingga elektrik, magenta yang memperkuat DNA rancangannya. Selain finishing hingga bagian dalam yang mendapat perhatian khusus.
Isu keberlanjutan lewat ancaman limbah industri fashion itu nyata, sekarang menjadi salah satu konsen lini busana yang dibesut, serta dibesarkan bersama suaminya. Karena baru memulai dengan memanfaatkan bahan sisa yang sudah ada, ia mengaku kerap mengalami trial – error seperti kala sambungan bahan mengerut, kemudian pakaian yang sudah jadi harus dibongkar kembali. Kejadian ini dianggap sebagai tantangan yang memicu adrenalinnya untuk terus berkreasi menghasilkan karya terbaik.
“Aku masih banyak belajar menghasilkan paduan komposisi bahan, serta warna yang serasi untuk busananya. Lewat Wonder Pieces lahir buah karya yang unik, Limited Edition menyesuaikan dengan selera fashion yang radikal dengan looks berbeda dari lingkungannya, “ujar desainer yang tak ingin dilabelin sebagai hoarding disorder, ” jelas Rae.
Rae melanjutkan “Berbicara sustainability di industri fashion, dari kecil aku sudah mikir untuk memanfaatkan barang yang seringkali dipandang sebelah mata, bahkan dianggap sampah. Aku selalu menyimpan sisa bahan tersebut baik-baik. Selalu terpikir lewat ide, kreativitas, serta ketrampilan sisa bahan bisa diolah menjadi karya yang bernilai. Sebelumnya, lewat serpihan kain aku buat bros berbentuk bunga, lalu diorama air terjun, serta banyak lagi. ”
“Ihwal aspek keberlanjutan, isu ini sangat nyata terutama di Indonesia. Karenanya lewat perhelatan ekosistem industri fashion akbar Indonesia “JF3”, aku mengajak para desainer lain untuk memulai dengan hal-hal kecil terbaik yang dapat dilakukan. Walau belum bisa melakukan secara menyeluruh, minimal hadir sebuah tanggungjawab diantaranya dengan praktik berkelanjutan pada salah satu aspek produksi seperti mengurangi limbah kain pada saat produksi, penerapan praktik kerja efisien yang berkontribusi pada penghematan listrik, eksplorasi tekstil Indonesia, serta membuat pakaian yang bisa dipadu-padan, “imbuh Rae.
“Bagiku nama besar tentu saja tak cukup. Desainer harus memikirkan aspek keberlanjutan pada semua lini kehidupan. Bisnis, lingkungan, masa depan esensinya keberlanjutan. Ini bukan tren tapi gaya hidup yang harus diadaptasi oleh seluruh masyarakat, tegas desainer yang selalu membawa thumbler pada kegiatan luar ruang, “Rae.