WanitaIndonesia.co, Jakarta – Kehadiran sebuah Galeri masa depan menjadi bagian dari Community Hub, wadah yang menaungi para pelaku seni dari kalangan Milenial, dan Gen-Z.
Sebagai galeri ternama di Jakarta, pita tak menginginkan suasana galeri yang muram, dan dingin. Kehadirannya harus menjadi suar yang merefleksikan elemen masyarakat modern, memiliki gairah, serta kepedulian pada seni, dari sejumlah isu budaya, serta lingkungan.
Di tangan generasi muda, aspek keberlanjutan itu merupakan keniscayaan, tentunya tanpa melupakan akar rumput budaya Indonesia yang adi luhung. Buah dari kreativitas berupa maha karya yang mengagumkan, selayaknya mendapat tempat terbaik, dan itu berada di pita.
Untuk merayakan kreativitas, serta inovasi anak bangsa tersebut, manajemen pita menggagas sebuah ruang publik bagi seluruh pelaku seni, untuk berkegiatan di sini.
“Kami ingin menghimpun sejumlah potensi terpendam anak-anak muda, serta para pelaku seni yang telah memiliki jati diri di kancah lokal, serta global untuk berkegiatan, serta memperlihatkan karyanya di sini, “kata Alwi Sjaaf
President Commissioner LFLO yang menaungi pita.
Alwi menambahkan “Keberadaan galeri pada masa kini harus menyelaraskan dengan perkembangan zaman, serta mengakomodir kebutuhan masyarakat. Konsep terdahulu tentunya pupus, hadir pembaharuan dari keberadaan sebuah galeri sebagai tempat bertemu semua elemen pelaku seni di Indonesia, khususnya yang digawangi oleh anak-anak muda. ”
Di sini mereka bisa menuangkan ide, gagasan, serta berdiskusi tentang bidang seni yang menjadi konsen mereka, mengacu kepada aspek kepedulian kepada hidup berkelanjutan bagi manusia, lingkungan, serta alam. Juga sebagai tempat ideal pertunjukan musik intimate, acara fesyen, pameran, serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan seni.
“Berharap pita dapat mengakomodir pelaku seni dari beragam ekosistem, perorangan, serta tentunya masyarakat pecinta seni, yang ingin memaknai hidupnya dengan sejumlah hal yang menginspirasi, “pungkas Alwi.
Hendro Utama Berjaya di Kancah Global
Pada momen istimewa ini, hadir sosok-sosok inspiratif
dari kalangan Milenial, dan Gen-Z yang merupakan pelaku seni kebanggaan Indonesia. Mereka sharing seputar kegiatan, pencapaian, serta upaya ke depan bagi kemajuan seni di Indonesia.
Hendro Utama Founder dari HendroHadinata Galeri merupakan persona bernas yang memiliki banyak ide-ide cemerlang.
Setiap desain yang dibuat selalu membawa isu sosial, serta lingkungan yang sedang dihadapi oleh Indonesia.
Menurut Hendro, melalui karyanya ini menjadi sarana diplomasi budaya. “Ini loh Indonesia, kami memiliki kekayaan alam yang sangat beragam, keunikan, sejarah panjang, punya potensi untuk terus dikembangkan, serta memiliki anak-anak muda handal dengan bakat yang luar biasa, yang akan menggaungkan keberlanjutan melalui karya seni bernuansa modern.
Hendro menceritakan pengalamannya saat mengeksplorasi keberagaman kerajinan lokal, serta upayanya turut berperan dalam menghadirkan inovasi pada Kriya Nusantara, dengan sentuhan modern selaras alam.
Desainer mumpuni yang telah menghasilkan sejumlah karya berbasis Craftmanship ini mengatakan, “Saat ini desainer dunia sudah mulai mengeksplor ragam material yang berasal dari alam, serta mengacu kepada seni kerajinan pada setiap karya mereka.”
Hendro menambahkan, “Saya bersyukur lahir, besar, dan berkarya di Indonesia yang memiliki beragam material alam berlimpah, serta inspirasi dari seni kerajinan berdaya pikat. Kesemua potensi keberagaman tersebut, saya tuangkan melalui karya berdesain modern, simpel, fleksibel. Mengacu kepada unsur estetik, dengan mengedepankan aspek fungsional, serta dapat digunakan untuk jangka waktu lama.”
Sebagai desainer, Hendro rutin berkolaborasi dengan Pemerintah daerah dalam membina para pengrajin. Pengrajin tekstil Gambo Muba di Kabupaten Musi Banyuasin kini lebih termotivasi setelah sukses menghasilkan inovasi pada teknik pewarnaan alam pada tekstil jumputan.
Kolaborasi apik menghasilkan penggunaan warna alami, yang berasal dari limbah getah gambir. “Awalnya getah gambir itu terbuang percuma lho. Setelah diteliti, diuji melalui proses trial-error, sukses menghasilkan pewarna alam yang memukau pada kain jumputan. Inovasi juga dilakukan pada sejumlah motif klasik Musi Banyuasin yang diaplikasikan pada produk non fesyen seperti kain untuk sofa, serta material kayu yang tampilannya menjadi terlihat modern, elegan, dan natural, “jelas Hendro.
Gosha ‘Mengolah’ Jamur Menjadi Furnitur
Pengalaman inspiratif lainnya dibagikan oleh Gosha dari od architecture studio Bandung. Bersama tim kreatifnya, ia ‘mengolah’ jamur menjadi produk furnitur, serta ornamen penghias rumah. Memanfaatkan mycelium, bagian dari jamur berupa vegetatif penyusun jamur, yang terdiri dari benang-benang halus hyphae.
Saat sekumpulan jamur tumbuh menyebar pada media yang tepat, akan terbentuk struktur mirip busa padat. Kemudian melalui tahapan proses, dapat diolah menjadi beragam produk fungsional seperti furnitur.
Beberapa bangku kecil karya od architecture studio terlihat catchy, ringan tapi kokoh. Dibuat tanpa perekat, maupun sambungan. Soal kekuatan, bangku jamur ini mampu menampung beban hingga ratusan kilogram. Selain diproduksi pula
lampu hias berbentuk jamur. (RP).