Wanitaindonesia.co, Bogor – Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November, Tinton Soeprapto, Ketua Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA), menyuarakan dukungannya terhadap usulan MPR untuk memberikan gelar pahlawan kepada Presiden kedua Indonesia, Soeharto.
YAPETA sendiri merupakan wadah yang menaungi para mantan tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan generasi penerusnya, yang terus memperjuangkan nilai-nilai kepahlawanan dan semangat nasionalisme.
Sebagai cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), PETA berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dalam momen memperingati Hari Pahlawan ini, YAPETA ingin menyampaikan pentingnya menghormati jasa para pahlawan, baik yang telah dianugerahi gelar resmi maupun yang belum, seperti Soeharto dan Gus Dur.
Setelah upacara penghormatan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Tinton Soeprapto dan rombongan bergegas menuju Museum YAPETA yang terletak di Bogor. Museum YAPETA, yang diresmikan oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma, menjadi tempat penting dalam perjalanan sejarah bangsa, khususnya sejarah perjuangan PETA dan pembentukan TNI.
Dalam perbincangannya di Museum YAPETA, Tinton menegaskan bahwa peringatan Hari Pahlawan kali ini merupakan momen yang sangat tepat untuk mengajukan Kembali nama soeharto sebagai pahlawan nasional, Tinton juga memperlihatkan langsung dokumen dan data yang mereka kumpulkan dalam pengajuan pemberian gelar itu. Semua dokumen dan data itu disebut sudah lengkap dan cukup.
Berdasarkan keputusan yang diambil rapat gabungan MPR, Melalui Ketua MPR RI Bambang Soesatyo telah diputuskan untuk mencabut nama Soeharto dari Pasal 4 Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998, “ dengan dicabutnya nama soeharto dalam Tap MPR tersebut, menurut saya, tidak ada halangan lagi bagi soeharto untuk diberikan gelar pahlawan. Selama masa kepemimpinan Soeharto, banyak pembangunan strategis yang telah dilakukan yang berdampak langsung pada kemajuan bangsa. “Soeharto dikenal sebagai Bapak Pembangunan.
Kontribusinya sangat besar, tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga oleh bangsa asing. Setiap pemimpin pasti punya kekurangan, tetapi kita tidak bisa mengabaikan jasa besar Soeharto dalam membangun Indonesia. Ini adalah bagian dari sejarah yang harus kita akui dan hargai,” tegasnya.
Napak tilas ke Museum YAPETA juga dihadiri oleh beberapa tokoh generasi penerus para pendiri PETA, termasuk sejarawan Rushdy Hoesein yang turut memberikan pandangannya mengenai pentingnya mengenang perjuangan PETA dan kontribusinya terhadap pembentukan TNI. Rushdy menegaskan bahwa sejarah perjuangan PETA harus terus dilestarikan dan dikenang sebagai bagian dari perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
“PETA adalah cikal bakal TNI, dan banyak tokoh PETA yang akhirnya menjadi pahlawan nasional, seperti Soekarno, Jenderal Sudirman, Ahmad Yani, Soepriyadi, dan tentu saja Soeharto. Mengusulkan gelar pahlawan bagi Soeharto adalah langkah yang tepat untuk menghargai kontribusi besar beliau terhadap bangsa ini,” ungkap Rusdhi.
Sebagai Ketua YAPETA, Tinton Soeprapto berharap bahwa usulan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto bisa segera terealisasi. “Kami dari YAPETA, yang merupakan bagian dari sejarah TNI, akan terus mendukung langkah ini. Ini adalah bentuk penghormatan kita kepada para tokoh yang telah berjuang dan membangun negeri ini,” pungkas Tinton.
Dengan semangat kepahlawanan yang terus dijaga oleh YAPETA, diharapkan generasi penerus bangsa bisa terus mengingat dan menghargai perjuangan para pahlawan, serta mengambil inspirasi dari mereka untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik. (AM)