Perayaan Kuliner Heritage Hadirkan Napak Tilas dari Tradisi Bersantap, Penyajian, serta Citarasa Kerajaan Bali Kuno, di Bali Timbungan Jakarta

Pramusaji membawa dulang berisi aneka sajian.(Foto : WanitaIndonesia.co)

WanitaIndonesia.co, Jakarta – Tata cara makan, teknik olahan, serta varian kuliner suku-suku di Indonesia senantiasa menarik untuk dilihat, dinikmati, serta dilestarikan, teristimewa kuliner kerajaan. Makan bagi masyarakat Indonesia tak sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun fungsi makan ditinggikan dari sejumlah aspek yang sengaja dihadirkan agar kian bermakna.
Bagi strata sosial tertinggi seperti kerajaan, makan menjadi perayaan dari berbagai aspek kehidupan masyarakat yang merujuk kepada ungkapan syukur maupun ketika mengalami kedukaan.
Tradisi kuliner kuno masyarakat Bali yang berasal dari umat Hindu di wilayah Karangasem dan umat Islam di Singaraja mengenal konsep makan Magibung.

Makan bersama berbagai jenis hidangan lengkap dalam satu peranti saji berukuran besar.
Sambil duduk dilantai beralas permadani di ruang perjamuan, tetamu akan membentuk kelompok-kelompok kecil 3-5 orang dengan menghadap ke dulang, peranti saji tempat meletakkan beragam hidangan.
Masyarakat Bali mengawali Magibung dengan ritual masak bersama. Aneka olahan lauk-pauk seperti unggas, daging dan ikan akan dimasak dengan beragam teknik diantaranya di bakar dan rebus.

Dulang indah dari status simbol masyarakat (Foto : Istimewa.)

Dulang Indah Status Symbol Magibung

Dulang merupakan nampan berbentuk bundar berkaki, tempat untuk meletakkan beragam sajian yang telah ditata dalam peranti saji berbahan porselen, kuningan maupun daun yang telah dibentuk menyerupai wadah.
Fungsi dulang lebih bersifat untuk mengumpulkan sajian pada satu kelompok agar tidak berceceran. Selain menjadi sebuah ‘atraksi’ kuliner saat bersantap.
Karena berfungsi sebagai center point jamuan, dulang untuk keluarga Raja, dahulu terbuat dari logam mulia seperti emas dan perak berhias bebatuan mulia. Sangat indah berkilau mewah. Namun, tak semuanya berbahan logam mulia, ada beragam material dulang yang digunakan menyesuaikan dengan status sosial masyarakat.

Untuk kalangan bangsawan mereka memilih kuningan atau tembaga. Sedangkan rakyat jelata menggunakan kayu. Selain sebagian kaum. bangsawan menggunakan dulang kayu dari material terbaik berhias ukiran rumit, dicat warna-warni favorit emas dan warna merah. Kekinian dulang dengan material fiberglass banyak diminati, sekilas menyerupai kayu dibandingkan dengan material plastik yang mudah rusak dan goyah.

Dulang dilengkapi dengan tutup berbahan sama dengan bahan dulang. Alternatif penutup berupa tudung saji dari material serat alam berlapis beludru berhias sulam, tempelan ornamen seperti kaca warna-warni atau menggunakan material hias lain. Hadir pula
variasi penutup berupa kain beludru bersulam, berhias payet.
Sebelum sajian diletakkan di dulang, bagian dasar akan dilapis dengan rangkaian janur yang dibentuk motif hias tertentu yang diletakkan mengelilingi dulang. Kehadiran dulang yang indah dan mewah menjadi daya tarik pada jamuan Magibung.
Tata cara makan, teknik penyajian serta varian istimewa kuliner kerajaan Bali Magibung kini bisa Anda nikmati di Bali Timbungan. Resto dengan signatured dish bebek timbungan, serta kuliner Bali berlokasi di Gedung Sarinah, lantai dasar.

Apresiasi Sandiaga Uno Dukung Spice Up The Word

Sandiaga S Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengapresiasi upaya pemilik resto Bali Timbungan,
Billy Hartono Salim dengan menghadirkan keunikan kuliner kerajaan Bali di Jakarta.

“Sebagai melting pot masyarakat dunia, keberadaan restoran Bali Timbungan tidak sekedar sebagai tempat makan, namun hadir nilai sejarah dari konsep kuliner, serta gedung yang dirancang oleh mantan Presiden Soekarno. Penting sebagai bentuk dukungan terhadap program Kemenparekraf “Spice Up The World” yang melibatkan lembaga guna promosi, serta meningkatkan pemasaran rempah-rempah Indonesia, diantaranya melalui kuliner.”

Magibung di Bali Timbungan Jakarta hadirkan citarasa paripurna kuliner kerajaan Bali kuno.( Foto : Istimewa.)

“Tradisi menyajikan kuliner kerajaan yang dikemas menjadi komoditas pariwisata populer di Eropa, menawarkan konsep bersantap yang menarik dan langka! Masyarakat di sana, terutama wisatawan sangat mengapresiasi. Mereka rela antri, serta mengeluarkan budget lebih guna lebur menikmati kejayaan masa silam melalui kuliner.

Sebagai negara yang dahulunya banyak berdiri kerajaan-kerajaan besar yang terkenal hingga ke mancanegara, momen ini dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha kuliner lainnya dengan menghadirkan konsep serupa dari keberagaman khasanah kuliner kerajaan Nusantara.
Di Yogya ada Bale Raos dan Gadri Resto yang mengemas konsep makan ala Raja Mataram kuno, “ujar Sandy.

“Saya berpesan kepada pemilik Bali Timbungan untuk dapat mempertahankan kualitas penyajian, yang sudah lekat dengan wisatawan yang berkunjung ke Bali. Sehingga ketika mereka hendak bersantap di Sarinah, citarasanya tetap paripurna.”

Billy Hartono Salim, Owner Bali Timbungan menyampaikan, “Bali Timbungan Sarinah merupakan cabang ke 3 dari resto miliknya yang berlokasi di Bali.
Beragam upaya terus kami lakukan dan pantau agar kualitas penyajian, serta pelayanan sama dengan yang ada di Bali.”

“Bebek Timbungan merupakan salah satu menu tertua yang tertera pada naskah kuno Dharma Caruban. Untuk mendapatkan tekstur lembut, bumbu meresap sempurna ke dalam daging, serta mempertahankan juicy daging, koki kerajaan menggunakan teknik slow cooking dari bara api dan asap sebagai media penghantar panas. Hal ini memungkinkan bumbu meresap sempurna ke dalam daging bebek, tekstur bebek menjadi lembut dan tetap lembab. Serta efek aroma smokey pada bebek terasa sekali. Selain itu, kami mempertahankan orisinalitas penggunaan basa genep, bumbu yang terdiri dari 15 macam jenis, “ujarnya. (RP).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini