Parcel Ramadan Dompet Dhuafa, Bingkisan Penuh Makna Kebahagiaan dan Kebaikan

WanitaIndonesia.co, DEPOK – Lembaga Pelayan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa tengah sibuk menyiapkan 30 Parsel Ramadan (Minggu, 16/03/2025) di Sawangan, Depok. Kotak-kotak itu berisi sembako, makanan ringan dalam kaleng, dan kebutuhan pokok lainnya. Sebagian warga pun berkumpul, ikut menyaksikan persiapan pembagian parsel. Ada wajah-wajah penuh harap dan kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikan. Ramadan bagi mereka mungkin bukan hanya soal ibadah, tetapi juga tentang kebersamaan dan uluran tangan dari sesama.

Parsel-parsel ini direncanakan akan disalurkan kepada para penerima manfaat, antara lain lansia, janda, serta marbot-marbot masjid. Sebagian akan dibagikan langsung di masjid, sementara sisanya akan diantarkan ke rumah-rumah mereka. Aku merasa beruntung bisa menjadi bagian dari momen ini.

Aku pun ikut membersamai Cipto, salah satu Tim LPM Dompet Dhuafa, untuk menyalurkan parsel ke rumah-rumah para penerima manfaat. Salah satu rumah yang kami datangi adalah milik Pak Acep, seorang pria berusia 65 tahun dengan 6 orang anak. Begitu kami tiba dan menyampaikan maksud kedatangan, wajahnya terlihat langsung berbinar. Mungkin sebelumnya ia sudah mendapatkan info lebih awal tentang kedatangan kami ini.

“Ini Pak, ada titipan dari donatur Dompet Dhuafa. Kemarin saya sudah ketemu Pak RW dan diarahkan untuk memberikannya ke Bapak,” ujar Cipto setelah saling berkenalan singkat.

“Alhamdulillah, terima kasih banyak, Mas,” jawab Pak Acep dengan senyum penuh syukur.

Percakapan makin hangat. Cipto dan Pak Acep larut dalam obrolan ringan, sesekali terdengar gelak tawa di antara mereka. Aku pun ikut menikmati suasana yang akrab itu. Namun, di balik tawa itu, ada kisah panjang perjuangan hidup yang tak bisa diabaikan.

Parsel-parsel ini direncanakan akan disalurkan kepada para penerima manfaat, antara lain lansia, janda, serta marbot-marbot masjid. Sebagian akan dibagikan langsung di masjid, sementara sisanya akan diantarkan ke rumah-rumah mereka. Aku merasa beruntung bisa menjadi bagian dari momen ini.

Aku pun ikut membersamai Cipto, salah satu Tim LPM Dompet Dhuafa, untuk menyalurkan parsel ke rumah-rumah para penerima manfaat. Salah satu rumah yang kami datangi adalah milik Pak Acep, seorang pria berusia 65 tahun dengan 6 orang anak. Begitu kami tiba dan menyampaikan maksud kedatangan, wajahnya terlihat langsung berbinar. Mungkin sebelumnya ia sudah mendapatkan info lebih awal tentang kedatangan kami ini.

“Ini Pak, ada titipan dari donatur Dompet Dhuafa. Kemarin saya sudah ketemu Pak RW dan diarahkan untuk memberikannya ke Bapak,” ujar Cipto setelah saling berkenalan singkat.

“Alhamdulillah, terima kasih banyak, Mas,” jawab Pak Acep dengan senyum penuh syukur.

Percakapan makin hangat. Cipto dan Pak Acep larut dalam obrolan ringan, sesekali terdengar gelak tawa di antara mereka. Aku pun ikut menikmati suasana yang akrab itu. Namun, di balik tawa itu, ada kisah panjang perjuangan hidup yang tak bisa diabaikan.

Pak Acep bercerita, dirinya dulu bekerja sebagai kuli bangunan. Sejak masih muda hingga anak-anaknya tumbuh dewasa, pekerjaan itulah yang menopang kehidupannya dan anak-anak serta istrinya. Dari hasil keringatnya mengangkat batu-batu dan mengaduk semen, ia berhasil membesarkan keenam anaknya hingga mereka bisa menyelesaikan pendidikan. Namun, seiring bertambahnya usia, tenaganya tak lagi kuat seperti dulu. Tulang-tulangnya mulai sering terasa nyeri, juga tubuhnya tak lagi mampu bekerja seberat dulu.

Ketika anak-anaknya dirasa sudah mandiri, ia pun memutuskan untuk beralih mengabdi sebagai marbot di Masjid Syamsul Iman. Sudah setahun ini ia menjalani peran itu dengan penuh keikhlasan. Setiap hari, ia membersihkan masjid, mengatur karpet, menyiapkan segala sesuatu untuk jemaah, dan memastikan rumah Allah itu selalu dalam keadaan nyaman untuk beribadah.
Di bulan Ramadan 1446 H ini, saban sore hari menjelang waktu Magrib, ia selalu datang lebih awal. Bahkan terkadang selepas salat Asar berjemaah, ia enggan untuk pulang ke rumah. Alasannya adalah untuk mempersiapkan menu takjil di masjid bagi masyarakat sekitar yang ingin berbuka bersama di masjid.

“Dulu, saat masih jadi kuli bangunan, saya jarang sekali mendapat Parsel Ramadan atau THR. Kadang kalau ada proyek besar, bos suka kasih tambahan. Tapi kalau proyek sepi, ya sudah, Ramadan tetap sama saja seperti bulan lainnya,” ungkapnya dengan sedikit bernada lirih.

Ia melanjutkan ceritanya, “Dengan adanya bantuan ini, saya bisa menyambut Ramadan dengan lebih tenang. Setidaknya ada persediaan untuk saya dan istri. Semoga Allah membalas kebaikan orang-orang yang telah membantu”.

Aku terdiam sejenak. Betapa hal sederhana seperti sebuah bingkisan bisa membawa kebahagiaan yang begitu besar bagi seseorang. Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang berbagi. Kalau kata Dul Jaelani, saat bincang podcast Humanitalk bersama Dompet Dhuafa TV: religion is about caring. Hatiku pun terasa hangat mengikuti kegiatan ini, bukan hanya dari segi materi, tetapi juga dari rasa kepedulian dan kebersamaan yang hadir di dalamnya.

Kini, selain menjadi marbot, Pak Acep mengandalkan penghasilan dari warung kecil yang dikelola sang istri di depan rumah mereka. Namun karena ini bulan puasa, warung itu untuk sementara tutup saat kami datang.

Sore itu, Ahad (16/03/2025), aku pulang dengan hati yang lebih lapang. Perjalanan yang dimulai dengan panas terik dan tenggorokan yang kering, berakhir dengan kesejukan yang datang dari rasa syukur dan kebahagiaan berbagi. Ramadan memang selalu membawa keberkahan, bukan hanya bagi yang memberi, tetapi juga bagi yang menerima. Di balik setiap Parsel Ramadan yang diberikan, ada doa-doa yang terucap secara dalam, mengalir dari hati yang penuh dengan keikhlasan. (adv)