WanitaIndonesia.co, Jakarta – Banyak pasangan yang hendak membina kehidupan berumah tangga hanya fokus pada aspek artifisial pesta pernikahan.
Mereka tak menyadari, bahkan tak mengetahui, serta sebagian menganggap remeh, akibat tidak pulihnya pola rantai toksik warisan orang tua, serta leluhur mereka yang akan merusak sebuah hubungan. Penting untuk mengenal pasangan, serta keluarga intinya, termasuk para leluhur sebelum memberikan jawaban “I DO”.
Meilinda Sutanto seorang terapis konstelasi keluarga yang sukses menjalani 200 jam pelatihan, mengajak masyarakat khususnya pasangan yang hendak menikah untuk mengenali, serta memutus trauma turun-temurun, yang berpotensi merusak hubungan.
Dengan metode konstelasi keluarga, berguna untuk mengidentifikasi masalah hingga ke akarnya, menemukan jalan untuk membangun, membina, dan mentransformasi hubungan bersama pasangan menjadi lebih sehat, intim, dan memuaskan.
Panduannya bisa didapatkan dengan membaca buku kedua buah karya Meilinda.
Berawal dari tingginya angka perceraian di Indonesia, rumah tangga yang tak harmonis penuh dengan kekerasan, serta banyak generasi muda yang skeptis, pesimis karena tak memercayai lembaga perkawinan. Nilai sakralnya seolah hilang karena ketidakmampuan pasangan untuk melihat, menemukan serta mencari solusi dari inti permasalahan. Muaranya itu hadir dari pola rantai toksik keluarga yang diwariskan, serta belum dipulihkan.
Melihat fenomena yang memiriskan hati sehubungan dengan tercerabutnya sebuah nilai-nilai hakiki dari hubungan Zaman keluarga, Meilinda Sutanto tergerak untuk memberikan Nasihat Perkawinan menyelaraskan dengan Kids Zaman Now lewat buku baru “I DO”, Wanita Milenial yang dikenal sebagai terapis konstelasi keluarga, penulis, serta menjalankan peran sebagai sosok inspiratif berharap pembaca dapat lebih menyadari, betapa pentingnya menciptakan kebahagiaan versi masing-masing. Apapun itu pilihannya, saat harus memilih single, menikah, bercerai, bahkan menikah lagi. Pilihlah untuk bahagia!.
Tak hanya dikhususkan sebagai nasihat, suluh bagi pasangan, tapi semua pribadi membutuhkan pembelajaran dari tulisan di buku, guna meningkatkan kualitas hidup sehubungan tantangan hidup zaman sekarang. Masalah karir, finansial, yang kemudian akan memicu sejumlah permasalahan kesehatan berupa gangguan kecemasan, depresi, serta penyakit psikomatis.
“I DO” Tak Hanya Mengiyakan Tapi Mencari Solusi Hidup Bahagia
Nasihat Perkawinannya ini tak muncul secara tiba-tiba dari bibirnya. Namun lewat penelitian, pencarian, pembelajaran, pengalaman serta praktik berkelanjutan sehingga ia layak menyandang predikat Integrative Health Coach dari Institute of Integrative Nutrition di New York.
Lewat buku “I DO” ia membuktikan talenta mumpuninya dengan membuat kajian lengkap, berupa beragam permasalahan, serta solusinya. Perfect, sangat menyentuh.
Terlebih lewat workshop Family Constellation yang dilakukan untuk umum, maupun private lewat kelas offline, dan online, ia membuktikan dengan memberi solusi bagi banyak pasangan, individu yang ingin memperbaiki kualitas hubungan dengan pasangan, anak, orang tua, keluarga besar, maupun serta leluhurnya.
Suluh dari persona Mei banyak pasangan terselamatkan dari tubir kehancuran. Pasangan yang tersandera oleh perasaan ‘hampa’ akan mendapatkan dunia impiannya. Merasa kehidupannya jauh lebih baik, dikaruniai limpahan energi positif, serta siap menghadapi beragam tantangan masa depan.
Terapi Konstelasi Keluarga terinspirasi ajaran Bert Hellinger (Family Constellation) merupakan sebuah pendekatan terapi yang ampuh menyelami dinamika keluarga yang tersembunyi, sebagian jadi misteri. Serta mengungkap dampak mendalam yang di wariskan para leluhur ke dalam hidup generasi sekarang.
Lewat pendekatan transformatif akan menolong pribadi, serta pasangan untuk menemukan kesadaran adanya trauma masa lalu, pola hubungan, serta beban yang emosional ‘warisan’.
Keajaiban dari terapi ini, telah dipraktikkan di 35 negara.
Populer di Indonesia lewat kiprah Meilinda Sutanto memperkenalkan di Indonesia lewat dampak yang cepat, danmasif dalam mengidentifikasi sebuah masalah hingga mendasar, serta mencari solusi permanen.
Melanjutkan kesuksesan buku pertama Family Constellation yang telah dicetak empat kali, hadir buku kedua “I DO” yang diterbitkan Gramedia, dan Elexmedia.
Menurut Mei, buku ini bermanfaat untuk dibaca oleh semua orang, apapun itu statusnya. Banyak aspek yang digali dari setiap permasalahan hidup yang mengacu kepada hubungan, dan cinta yang tak dipahami masyarakat. Dibahas tuntas, serta diberikan solusi yang komprehensif.
Dipastikan pembaca akan mendapatkan nilai lebih dalam kehidupan yang ia jalani, apapun pilihannya!. Menjadi rekomendasi calon pasangan sedang mempersiapkan kehidupan berumah tangga, mereka yang sedang berpacaran. Atau pribadi yang skeptis, bahkan tak lagi memercayai lembaga pernikahan. Juga diperuntukkan bagi yang sibuk, punya niat untuk menikah tetapi terkendala waktu, tanggung jawab, serta trauma.
Bagi yang bercerai, “I DO” menjadi mantra penting karena setelah membacanya Anda lebih siap untuk menata kembali kegagalan terdahulu lewat perkawinan yang lebih sehat. Last but no least mereka yang terjebak dalam pernikahan semu tapi tak hendak mengakhirinya.
Temukan Kebahagiaan Hakiki
Lewat terapi Family Constellation akan berdampak luar biasa. Diantaranya dapat menjadikan sebuah hubungan membaik, bernilai dengan pasangan, kedua orang tua, serta anak. Membuat pribadi yang disentuh kian menghargai diri sendiri sehubungan dengan meningkatnya rasa percaya diri. Lainnya menyembuhkan luka batin, tangguh dalam menyelesaikan konflik keluarga, atasi kecanduan, bahkan akan membantu mengurangi masalah finansial yang menjadi penyebab terbesar perceraian di Indonesia.
Bagi yang memiliki karir tentunya “I DO” akan membantu hal-hal yang menghambat bisnis, karir, serta dapat dijadikan pedoman untuk pengembangan diri, serta kesejahteraan pembaca. Jadi temukan buku ini segera ya!.
Menurut Wanita Indonesia peraih predikat Fortune 40 Under 40 Majalah Fortune 2012, masa lalu, masa sekarang, serta masa depan itu saling berkaitan lewat trauma turun-temurun dari setiap generasi. Penting untuk memutus trauma melalui terapi konstelasi keluarga. Penanganan, serta penyembuhan trauma antar generasi mengacu ke hal-hal yang relevan secara budaya.
Terapi Konstelasi Keluarga menjadi yang terdepan dalam memahami dinamika keluarga, seiring dengan perubahan waktu, dan zaman. Tentunya berbasis data, serta penelitian dengan mengedepankan aspek penghormatan kepada riwayat unit setiap keluarga.
Mei berpesan, “memahami, kemudian mengintervensi trauma antar generasi sangat penting untuk melepas ikatan kuat guna penyembuhan luka masa lalu. Berdayakan yang hidup pada masa sekarang, serta memutus siklus yang berbahaya bagi kesehatan mental. Efektif untuk menghentikan trauma ke generasi berikut sehingga yang bersangkutan dapat melangkah ke depan.
Walau ada sedikit pengalaman ketidaknyamanan seperti munculnya tekanan emosional yang muncul selama terapi berlangsung, dipastikan terapi konstelasi keluarga ini aman.
Penting dilakukan oleh terapis tersertifikasi yang mampu membimbing proses perbaikan, serta memberikan dukungan sesuai dengan kebutuhan.
Akar permasalahan yang dapat dientaskanpun sangat beragam seperti konflik dalam hubungan, trauma keluarga, duka yang belum terselesaikan. Selain gangguan kecemasan, depresi, kesulitan dalam karir maupun keuangan, penyakit psikosomatis, serta pola perilaku yang menyakiti diri, dan pengalaman negatif yang berulang.
Lima Esensi Prinsip Konstelasi Keluarga
1. Orang tua memberi, Anak menerima
Orang tua memberikan cinta, dukungan, bimbingan, serta dapat berkelakuan dewasa karena mereka lebih senior berpengalaman. Anak menerima semuanya sebagai bekal masa depan. Kasih sayang mengalir hingga ke generasi berikut.
Penting bagi anak untuk merawat kasih sayang karena akan diwariskan ke generasi berikutnya. Seorang anak yang tak mendapat kasih sayang, atau tak mampu merawatnya, ke depan ia tak mampu memberikan kasih sayang kepada keturunannya. Tapi akan muncul cinta terselubung, berharap, rasa hampa, serta pembalikkan peran kepada anaknya di masa depan. Bisa disebut seperti bertukar peran. Agar terhindar, perkuat fondasi relasi kita dengan kedua orang tua, sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.
2. Pasangan Sehat Memberi, Menerima Secara Seimbang
Jika tak seimbang dalam pemberian uang, dukungan, kesabaran, kewajiban, dan tanggung jawab
akan mengancam hubungan berpasangan. Pemberi terbanyak akan berperan sebagai orang tua yang fungsinya memberi tanpa syarat. Sebaliknya pasangan yang memberi tak seimbang bahkan hanya maunya menerima sosoknya akan berubah layaknya anak!. Dalam upaya mengimbangi balik kesetaraan, pasangan yang menerima tanpa mau memberi cenderung akan mencari calon pasangan lain yang memiliki kesamaan peran dengan dirinya.
3. Semua Anggota Keluarga Berhak dan Layak Atas Keanggotaannya
Jangan mengucilkan anggota keluarga yang telah mencoreng aib pada sebuah trah. Hal buruk ini akan terus terulang. Esensi pembelajaran ini mewajibkan kita untuk menerima, serta mengakui semua anggota keluarga apa adanya. Tapi tak memaklumi perbuatan minus mereka, hanya wajib memanusiakannya.
4. Semua Anggota Keluarga Menjalani Takdirnya Masing-masing
Banyak orang yang tak sadar ia hidup dengan menjalankan takdir leluhurnya. Seperti harus menjalani impian orang tua dalam beragam aspek, walau sesungguhnya ia tak berminat. Ini memicu terjadinya pertukaran peran. Anak semestinya menjalani takdirnya sendiri tanpa harus didogma oleh orang tua yang tak dewasa.
5. Urutan Cinta
Hidup itu memiliki struktur seperti pada urutan Cinta. Orang tua terdepan, di susul oleh anak sesuai urutan kehadirannya. Orang tua harus memprioritaskan pasangannya terlebih dahulu sebelum memberikan perhatian kepada anak-anak. Ketika ini tak terjadi, akan
mematik konflik antara kedua orang tua. Karena anak akan menjadi dominan mengalahkan peran, serta urutan orang tua yang diabaikan pasangannya.
Saat anak menikah, ia keluarga dari keluarga inti sebelumnya, dan memulai dengan keluarga inti yang baru. Penting ia bertanggung jawab penuh ke keluarga baru, tapi tetap harus berbakti kepada kedua orang tua dengan catatan sesuai dengan batas kemampuan. Utamanya setelah ia mencukupi semua kebutuhan keluarganya. Ini pilihan sulit yang banyak dialami oleh keluarga.
Bila terjadi pernikahan lagi, anak dari pernikahan sebelumnya harus diutamakan sebelum pasangan baru. Untuk mantan perlu diberikan tempat, serta pembatasan. Jika tidak hubungan dengan yang baru akan menjadi sulit, banyak hambatan, serta biasanya tak langgeng.
Pembaca bisa menemui Meilinda Sutanto di Workshop Family (Private) Constellation online – offline. Akses di : www.familyconstellationlab. com