Meriam Karbit Pontianak Tradisi Kesultanan Mengusir Kuntilanak Yang Menjadi Atraksi Wisata Lebaran

Meriam Karbit tradisi lawas yang membumi di era Modern Foto : Istimewa.

WanitaIndonesia.co, Pontianak – Tradisi sambut Lebaran terasa lebih semarak, serta meriah di kota Pontianak dengan dentuman menggelegar meriam karbit yang dibunyikan oleh masyarakat di pinggiran Sungai Kapuas.

Tradisi kuno dimasa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrachman Al Qadrie, awalnya digunakan untuk mengusir hantu kuntilanak saat beliau akan mendirikan kota Pontianak. Versi lain, dentuman meriam menjadi pertanda Cikal-bakal lokasi kota Pontianak yang berada di kawasan kampung Beting.

Setelahnya, tradisi membunyikan meriam digunakan sebagai waktu sholat, pengumuman dimulainya puasa Ramadan. Pun meriam akan dicucul (dibunyikan) saat waktu berbuka dan jelang imsak. Hingga berakhirnya puasa, serta tibanya Hari Raya Idul Fitri.

Tahun berganti seiring perkembangan kota Pontianak yang terbilang pesat, tradisi menyucul meriam yang terbuat dari beragam material kayu pun lestari hingga sekarang.
Menjadi atraksi wisata utama Lebaran di Kalimantan – Barat yang sangat fenomenal hingga ke mancanegara. Merupakan atraksi permainan satu-satunya di dunia yang membuat nama Kota Pontianak kian populer. Karenanya praktisi sejarah, pelaku seni tradisi, serta pemerintah setempat bertekad melestarikan permainan Meriam Karbit hingga generasi selanjutnya.

Berbuah Kreativitas

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah
menetapkan F Meriam Karbit sebagai Budaya Takbenda Indonesia, pun Museum MURI Indonesia telah memberikan sertifikat sebagai atraksi permainan dengan jumlah meriam karbit terbanyak.

Awalnya meriam karbit digunakan sebagai penanda lokasi tempat berdirinya kota Pontianak. Versi lain menyebutkan penggunaan meriam karbit merupakan upaya Sultan untuk mengusir hantu kuntilanak dari lokasi tempat berdirinya kota Pontianak.

Material utama meriam terbuat dari batang pohon bambu berukuran besar, selain digunakan pula pohon pinang, kelapa, kemudian berganti menggunakan pohon meranti dan mabang dengan berat hingga 500 kg! Ukuran rata-rata meriam panjang 5-6 meter, diameter 50-70 cm. Satu kali permainan dibutuhkan 3-5 gram karbit yang dilarutkan bersama air.

Agar awet proses pembuatan dilakukan khusus. Batang pohon utuh akan dibelah memanjang menjadi dua
bagian. Kemudian bagian dalam kayu dikeruk hingga menghasilkan lubang panjang. Bagian tengah tempat untuk menyundut dilubangi.
Selanjutnya potongan kayu akan disatukan kembali dan diikat dengan tali rotan agar saat dicucul kayunya tidak terbongkar.
Untuk menghindari serangan rayap, meriam akan ditenggelamkan di pinggiran sungai hingga tiba saat untuk dimainkan.

3 Tahun vakum karena pandemi, Lebaran 1 Syawal 1444 H pemerintah Kota Pontianak, serta pelaku seni budaya Pontianak menyelenggarakan kembali Festival Meriam Karbit Bumi Khatulistiwa. Dipusatkan di Jalan Tanjung Harapan, Gang Muhajirin, Kelurahan Banjar Serasan, Pontianak Timur – Kota Pontianak.

Sebanyak 180 meriam karbit yang dimainkan oleh 31 kelompok (yang berhak mengikuti lomba hanya 22 kelompok) akan mengikuti festival, sekaligus memeriahkan suasana terakhir Ramadan dan sambut Lebaran di kota Pontianak.
Selayaknya festival, juri yang bertugas menentukan kriteria pemenang utama dari dentuman suara meriam yang paling keras, jeda waktu penyuculan, kekompakan peserta, serta atraksi seni dan budaya.

Tahun ini,
panitia menentukan motif hias tidak boleh dibuat dengan menggunakan mal, melainkan harus dilukis langsung. Beragam motif hias khas Melayu Pontianak menjadi penghias badan meriam, salah satunya Corak Insang, motif hias yang lazim digunakan pada kain tenun Pontianak yang populer di masa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie 1771. Motif terinspirasi dari insang, alat pernapasan ikan yang bermakna bernafas, hidup, serta bergerak.

Kaum wanita Pontianak tak takut menyucul meriam karbit. Foto : Istimewa.

Para penyucul meriam pun berupaya tampil menarik dengan membusanai diri dengan busana Melayu teluk belanga (untuk kaum pria), serta wanitanya menggunakan baju kurung. Warna-warni busana tak harus berpedoman ke pakem busana Melayu, kuning tua, melainkan beragam warna pastel yang sedang tren saat ini seperti Sage menjadi pemikat pandang pada festival tahun ini.

Penjaga tradisi membusanai diri dengan busana Teluk Belanga. Foto : Istimewa.

Furdi A Rani perantau asal Pontianak menyatakan rasa bahagianya dapat merasakan langsung kemeriahan Festival Meriam Karbit.
“Setiap mudik ke Pontianak, agenda menonton Festival ini menjadi list terdepan, selain wisata alam, kuliner, serta belanja.
Ada sensasi tersendiri saat menyucul meriam dan mendengarkan dari dekat bunyi dentuman meriam yang menggelegar, “imbuh Furdi.
Sekali menyucul Furdi berdonasi untuk pembelian karbit Rp. 10-15 ribu. (RP).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini