‘MERDEKA’!, Movement Evolution 4 Tahun PINTU Incubator, Kala ‘Parisien’ Eksplorasi Wastra Nusantara Berselera Global

Priscille Berthaud siswa Ecole Duperre pelajari Tenun Lombok lalu dieksplorasi menjadi produk fashion berselera global.(Foto : Istimewa.)

Wanitaindonesia.co, Jakarta – Program PINTU Incubator telah menjadi platform penting dalam mendorong lahirnya brand-brand potensial dengan perspektif internasional.

Program kolaborasi, hasil kerja sama bilateral Indonesia, dan Prancis yang diinisiasi oleh JF3, LAKON Indonesia dengan Kedutaan Besar Prancis di Indonesia, lewat Institut Francais d’Indonesie (IFI), tanpa terasa telah memasuki tahun ke – 4.

Sebagai penanda sinergitas apik kedua negara, dan juga untuk melanjutkan kolaborasi yang lebih erat serta berdampak luas, hadir program baru, Residency Program. Program diperuntukkan bagi kreator muda Prancis, yang berkecimpung di bidang fashion.

Refleksi dari upaya sepenuh hati Founder LAKON Indonesia, dalam berjuang mewujudkan ekosistem fashion lokal agar susten di dalam negeri serta sanggup berbicara di pasar global, didasari oleh pengamatannya.

Penerima anugerah ‘Knight of the Ordre des Arts et des Lettres atas upaya, jasa dalam pelestarian, dan pengembangan warisan budaya Indonesia serta membawa fashion Indonesia ke kancah global,
melihat perkembangan industri kreatif, yang menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang jalan di tempat, dibayangi oleh ketidakpastian.

Hal tersebut disampaikan pada pertemuan pertama JF3 Talk yang digagasnya. Forum diskusi terbuka yang mempertemukan seluruh pelaku industri seperti desainer, stylish, akademisi, pelaku bisnis kreatif, dan editor media, yang membahas sejumlah isu krusial, di industri fesyen. Dengan menghadirkan pemateri berpengalaman. Hasil diskusi bukanlah untuk menghasilkan kesimpulan mutlak. Melainkan untuk membangun pemahaman bersama tentang arah serta tantangan pada industri fesyen saat ini.

Kozue Sullerot Master, dari Enamoma, eksotika budaya Timur memanggil jiwanya untuk memberi nilai pada budaya adiluhung bangsa ‘Batik’.(Foto : Istimewa.)

Kolaborasi, Passion, Komitmen

Founder LAKON Indonesia mempertanyakan, akan dibawa ke mana industri fashion lokal bila tidak ada regenerasi bagi pelakunya. Generasi senior itu akan ‘pergi’. Dan harus ada generasi berikut sebagai penerus. Tentu sebelum ini terjadi, butuh persiapan matang, agar nantinya legacy tersebut bisa dilestarikan bahkan kian diperkuat dengan beragam kreativitas serta inovasi. Sementara kita menghadapi tantangan global yang sangat beragam.

Karenanya menjadi hal yang sangat krusial bagi para Pemangku Kepentingan, untuk mempersiapkan regenerasi para pelaku industri kreatif fashion, dengan sejumlah inisiasi serta langkah konkret.

Hal lainnya yang membuat Thres gemas, industri fashion lokal itu seperti jalan di tempat. Belum mampu berbicara banyak di dalam negeri serta pada kancah global. Selain muncul beragam tantangan seperti minimnya sumber bahan baku tekstil berkualitas hasil produksi dalam negeri atau yang mudah didapat. Minimnya kreativitas serta inovasi untuk melakukan penetrasi global. Serta beragam aspek lainnya yang masih dianggap kurang. Para pelakunya belum memiliki pengetahuan yang memadai, wawasan serta keterampilan wirausaha.

Untuk itu perempuan yang memiliki limpahan energi kreatif ini, menggagas berdirinya LAKON Indonesia di tahun 2018. Bertujuan untuk memajukan industri fashion Indonesia. Juga sharing ilmu sembari melestarikan budaya, guna menghadirkan siklus fashion yang berkelanjutan.

Thres melihat Indonesia belum memiliki tempat untuk melakukan presentasi produk fashion. Lewat Teras LAKON hal ini kami coba akomodir serta menjadi rumah modern bagi produk kriya berkualitas seperti fashion, aksesori serta produk kecantikan.

Terdepan lewat 3 unsur LAKON Indonesia, LAKON Store serta Teras LAKON. Kesemuanya memiliki misi mulia untuk mendukung pelaku budaya masa kini, membantu para artisan serta para pengrajin tradisional. Selain menjadi wadah bagi produk UMKM terkurasi.

Baca Juga :  JF3 TALK Isi Ruang Hampa, Sharing Ekosistem Fashion Indonesia Berkelanjutan

Tak lama berselang muncul upaya untuk memperluas Platform JF3 yang didedikasikan untuk mendukung perkembangan industri fashion Indonesia, dengan membuka kolaborasi. Tak tanggung-tanggung, Thres bersama Sugianto Nagaria, Chairman JF3, menggagas Program PINTU Incubator dengan menghadirkan sinergitas apik bersama Prancis.

Saat penyelenggaraan program memasuki tahun ke -4, PINTU Incubator kian bersinar lewat apreasi serta dukungan banyak pihak, utamanya dari Pemerintah Prancis.
Upaya untuk menyempurnakan program kian dipertajam salah satunya lewat Program terbaru Residency Program.

Co-initiator PINTU Incubator, Soegianto Nagaria menambahkan, “Tak hanya untuk merayakan kreativitas, tapi kami lewat PINTU turut berinvestasi serta mengarahkan ke pasar nyata, eskposur global. PINTU Incubator telah bermetamorfosis menjadi sebuah platform penting, dalam mendorong lahirnya brand-brand potensial, dengan perspektif internasional.”

“PINTU hadir karena kepedulian kami terhadap keberadaan talenta muda di bidang fashion desainer yang memiliki peran penting. Mereka merupakan penerus generasi senior yang berkecimpung di industri fashion lokal. Sementara yang saya amati, rasakan, industri fashion lokal seperti jalan di tempat. Minim gebrakan seperti kreativitas, dan inovasi serta belum mampu bicara banyak di kancah global, “lanjut Thres.

“Seperti yang kita ketahui, industri mode berkembang sangat pesat serta turut mendorong bibit – bibit baru dari kalangan muda yang berpotensi. Mereka ini asa bagi perkembangan industri fashion Indonesia.
Sebagai bentuk kepedulian, kami dukung kreator muda agar mereka siap masuk ke pasar global. Dipilihnya Prancis selain kota indah nan cantik ini kaya budaya serta dikenal dengan talenta muda kreatif, juga menjadi kiblat mode utama dunia, “tambah Co-initiator PINTU Incubator.

Co-initiator PINTU Incubator, Thresia Mareta, inovatif, terdepan lewat kerja sama bilateral, bersyukur atas banyaknya apreasi untuk Program PINTU Incubato(Foto : Istimewa.)

Think Globally, Act Locally

PINTU memiliki visi mendukung para pelaku industri fashion mencapai level produktivitas serta kreativitas, yang lebih tinggi lagi khususnya bagi para pengrajin.
Thres melihat para pelaku usaha fashion memiliki potensi besar bila memiliki wawasan seputar industri mode internasional. Tak kalah penting akses ke jaringan yang lebih luas.

“Nah, jika ini bisa terwujud, dipastikan perkembangan industri fashion akan tumbuh signifikan khususnya di pasar lokal, bahkan dimungkinkan sanggup berbicara di pasar global. Berfokus kepada sustainable fashion, pemberdayaan perempuan serta pelestarian budaya lewat keterampilan tradisional, “tegas Advisor JF3.

Thres melanjutkan, “Walau banyak brand lokal, disayangkan banyak pula yang tak susten. Penyebabnya sebagian besar merupakan pelaku industri rumahan yang kurang memiliki ilmu. Seperti ada sebuah Brand yang terlihat bagus tapi belum mumpuni dalam berbisnis, masih butuh ilmu selain tak memiliki akses ke pasar.
Lewat PINTU Incubator beragam tantangan tersebut akan dientaskan lewat sejumlah inisiasi serta program yang komprehensif.”

Menurut Thres, selama ini beragam dukungan serta peluang yang diberikan kepada kreator muda, belum mampu menjadikan mereka sebagai entrepreneurship yang handal. Banyak pelaku usaha yang potensial tak dapat mencapai goals yang diharapkan.
Karenanya PINTU terbuka bagi para pelaku bisnis mode kreatif seperti brand mode, pelaku UMKM dengan ide besar serta konsep yang kuat dengan pelaksanaan yang baik. Juga terbuka para kreatif muda lainnya dengan bakat serta passion di bidang fashion design.

Baca Juga :  JF3 TALK Isi Ruang Hampa, Sharing Ekosistem Fashion Indonesia Berkelanjutan

Residency Program memberikan kesempatan ‘emas’ kepada pelajar sekolah-sekolah mode di Prancis, untuk mempelajari kekayaan kerajinan tangan Indonesia yang sangat beragam. Kemudian berlanjut dengan mengeksplorasi khasanah budaya tersebut lewat produk berselera global.

“Kami ingin memberikan asa lewat program yang berimbang antara kedua negara. Jika tahun sebelumnya lebih banyak program talent untuk kreator muda Indonesia, Residency Program membuka pintu bagi talent Prancis, agar dapat mengeksplorasi secara lebih mendalam, ihwal keberagaman budaya pada seni wastra Indonesia, “terang Penulis Buku ‘Ode to Indonesian Culture, yang berisi rangkaian cerita inspiratif para tokoh pelestari seni, dan budaya Indonesia.

“Bangga, manakala mengetahui minat para kreator muda Prancis sangat antusias dengan tawaran Residency Program. Mereka memiliki kesempatan magang pada pengrajin, dan di LAKON Indonesia.
Satu hal penting yang saya tahu, masyarakat Prancis
sangat menggemari budaya Timur. DNA mereka itu senang mengeksplorasi hal-hal baru serta sangat cepat dalam transfer ilmu, “ucap Thres bungah.

Thres mengatakan, “Saat program diluncurkan, kami menerima banyak sekali lamaran dari berbagai sekolah mode ternama di Prancis. Tapi karena kesempatan eksklusif ini terbatas, proses seleksi pun dilakukan oleh pihak IFI, dengan melibatkan para pakar serta pengajar di Prancis.”

Eksplorasi seni wastra kepada kreator muda fashion Prancis, taktik jitu PINTU Incubator dobrak pasar global.(Foto : Istimewa.)

Chapeau!

Kurasi menitikberatkan pada portfolio, pengalaman, minat ihwal sejauh mana mereka mampu mengembangkan wastra Indonesia agar berselera global. Dari seleksi ketat para partisipan, terpilih dua penerima manfaat. Priscille Berthaud, alumni S2 yang baru selesai di desain mode Ecole Duperre serta Kozue Sullerot yang berprofesi sebagai pengrajin tekstil. Dia seorang Master di Enamoma.

“Priscille belajar Tenun di Lombok sedangkan Kozue mempelajari batik di daerah Tegal. Kedua daerah tersebut dipilih, karena kami memiliki ekosistem dan sumber daya, ” ungkap Thres.

Lebih lanjut Thres menceritakan perbedaan mencolok antara desainer Prancis, dan Indonesia. Contohnya saat mengeksplorasi wastra Indonesia, membuat desain serta cara mereka bekerja, sangat, sangat berbeda dengan desainer Indonesia.

Thres menyorot ihwal kekurangan desainer Indonesia. Mereka masih berkutat dengan desain berselera lokal. Belum kepikiran untuk membuat produk berselera global.

Residency Program sebenarnya merupakan program yang saling menguntungkan antara desainer luar dan lokal. Desainer Prancis bisa belajar banyak ihwal desain, filosofi, teknik wastra cantik Indonesia serta mengeksplornya dengan ide-ide jenius. Pun sebaliknya, desainer Indonesia bisa melihat, mempelajari cara mereka bekerja terutama dari segi teknik, ide serta kreativitas. “Satu hal yang sering dilupakan kreator Indonesia, saat berkarya banyak yang melupakan hal-hal yang paling mendasar, padahal hal ini penting agar hasilnya paripurna, “sentil Thres.

Saat ini Residency Program telah berlangsung lebih kurang 1 bulan. Setelah program berjalan 3 bulan, Priscille, dan Kozue akan membuat koleksi lintas budaya berupa 6 looks. Ke enam looks tersebut kemudian akan dipresentasikan di LAKON Store, serta Premiere Classe, di Paris.

Yang tak kalah menarik, ekosistem fashion Indonesia dapat memperoleh koleksi eksklusif yang hadir lewat kerja sama bilateral Indonesia, dan Prancis ini, karena semua koleksi akan diproduksi serta dipasarkan di Indonesia.

Menurut Thres, PINTU Incubator merupakan Pintu yang menyediakan sarana serta prasarana bagi para anak muda yang berkecimpung di industri kreatif.
Nah sekarang, saat kami telah membuka pintu tersebut, selanjutnya tergantung kepada mereka. Apakah mau memanfaatkannya atau tidak. Apa yang kami berikan lewat program merupakan sesuatu yang lebih pasti, memiliki visi yang jelas. Diibaratkan seperti mengendarai satu kendaraan yang sama. Kita melebur lalu bekerja bersama – sama.

Baca Juga :  JF3 TALK Isi Ruang Hampa, Sharing Ekosistem Fashion Indonesia Berkelanjutan

Wanita dengan buah pemikiran bernas ini menegaskan kembali komitmennya lewat Program PINTU Incubator. “Keberadaan kami harus dapat menjadi suluh serta memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada para pelaku di industri fashion Indonesia, dan lintas negara. Kami memiliki goals yang jelas. Bila tidak berarti, sebaiknya tak usah ada saja.
Di setiap momen perjalanan, tentunya ada tantangan yang harus dihadapi. Hal ini tentu harus diselesaikan dengan solusi yang komprehensif, agar ada perbaikan pada program, sehingga hasilnya akan lebih baik dari sebelumnya, “terangnya.

“Program ini terintegrasi dengan banyak Pemangku Kepentingan pelaku usaha seperti Mal, creator muda berbakat, industri ritel serta peran media yang sangat signifikan agar goals yang dituju tercapai. Bersyukur, bertambah tahun kian banyak apreasi, dukungan sepenuh hati terutama dari Pemerintah Prancis. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengapreasi PINTU, sebagai wujud dari sinergitas apik dari hubungan bilateral antara Indonesia dengan Prancis di bidang mode, “ujar Thres.

Lakon Store Summarecon Mall Kelapa Gading 3, Jakarta.(Foto : Istimewa.)

Dukungan Selaras Zaman

Saat Wanitaindonesia.co menanyakan upaya serta kerja-kerja kreatifnya dalam turut berkontribusi untuk memajukan industri fashion lokal dengan beragam inisiatif berkelanjutan. Sementara Pemerintah memiliki Kementerian serta lembaga yang bertanggung penuh dalam mewujudkan ekosistem fashion Indonesia yang solid, berkelanjutan serta go global. Peran seperti apa yang diharapkan dari Pemerintah untuk mendukung upayanya tersebut?

Thres menjawab diplomatis, “Untuk memahami tantangan yang dihadapi oleh ekosistem fashion di Indonesia, Pemerintah harus memahami dahulu ilmunya. Sehingga nanti bantuan yang diberikan, bisa relevan serta tepat sasaran. Pemerintah harus mumpuni membaca zaman, dikarenakan situasi sekarang sangat dinamis.

Perubahan itu keniscayaan serta sangat cepat terjadi. Hal ini menuntut kita untuk berpikir serta menemukan solusi yang cepat. Solusinya pun harus yang ter up-date.
Satu contoh kendala dari sisi pelaku industri. Adanya ketidaksesuaian antara kebijakan dengan realitas. Hal ini kerap menghambat pertumbuhan brand lokal. “Kami merasakan kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dengan standar internasional di dalam negeri, “ungkap Thres.

Thres juga mengkritisi upaya untuk membawa brand lokal ke luar negeri
Itu bagus, tapi tak cukup. Para pelaku juga harus siap dengan produk yang berkualitas. Selain memiliki narasi serta positioning brand. Karenanya, penting melakukan kurasi produk secara terus menerus, dengan sistem standarisasi nasional. Mengacu kepada aspek estetika, kualitas produk serta aspek bisnis berkelanjutan.

Berikutnya pertanyaan lain seputar HAKI dari hasil Residency Program, Thres lugas menjawab.
“Jangan dulu berandai-andai, karena goals utama kami hendak membuat wastra Indonesia bernilai di kancah global. Jadi pikirkan dahulu pada penetrasi pasar global. Walau kami tak menampik pentingnya hak kekayaan intelektual tersebut. Percaya, mereka-mereka yang terpilih merupakan persona yang memiliki integritas tinggi. Jangan sangsikan ihwal kejujuran mereka dalam mengakui hak intelektual sebuah produk budaya, “tutup Thres.