Mengulik Kedigdayaan Perbankan Indonesia Hadapi Krisis Ekonomi

Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kamrussamad (kedua dari kiri), saat menjadi narasumber Focus Group Discussion (FGD) bertema: "Peluang dan Tantangan Perbankan Menghadapi Resesi Global 2023," yang diselenggarakan oleh indopos.co.id dan indoposco.id di Aston Kartika Grogol Hotel & Conference Center, Selasa (7/2/2023). Foto: Dokumen indopos.co.id dan indoposco.id

WanitaIndonesia.co, Jakarta – Perbankan Indonesia sudah teruji tangguh melewati berbagai krisis keuangan global, termasuk pandemi Covid-19. Namun demikian, kokohnya kekuatan perbankan tanah air akan menghadapi ujian paling berat tahun ini. Seperti kenaikan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia, kenaikan inflasi yang mengalahkan bunga deposito, risiko kredit macet, hingga dihapuskannya program restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2023. Mampukah otoritas jasa keuangan yang lekat sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat terus bertahan, serta berinovasi?

Di tengah banyaknya tantangan yang harus dihadapi Perbankan, banyak kalangan justru optimistis sistem keuangan indonesia tidak akan banyak terdampak. Indikator terkait dengan permodalan, likuiditas hingga profitabilitas, menunjukkan sistem keuangan indonesia sampai saat ini dianggap masih stabil dan sehat.

Untuk menjawab tantangan tersebut, indopos.co.id dan INDOPOSCO menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) “Hadapi Resesi Ekonomi dengan Semangat Optimistis dan Ciptakan Politik Teduh dan Damai, di Aston Kartika Grogol Hotel & Conference Center, Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Narasumber dalam diskusi tersebut adalah Anggota DPR RI Komisi XI Kamrussamad dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Anggota Komisi DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Eriko Satarduga, Chief Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede dan Direktur Sistem Manajemen Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Syafriadi yang diwakili oleh Taufik Damhuri. Moderator diskusi ini redaktur indopos.co.id dan indoposco.id Folber Siallagan serta pembawa acara Amanda Dwi Arista.

“FGD ini harus memberi output bagi perbankan, khususnya di bidang pembiayaan dan pendanaan, “kata Pemimpin Redaksi indopos.co.id dan indoposco.id, Juni Armanto.

Juni menyebut, perekonomian Indonesia terus menerus menghadapi tantangan, mulai pandemi Covid-19 hingga konflik Rusia-Ukraina. Tentu tantangan resesi global 2023 menjadi masalah besar bagi perekonomian Indonesia.

Kamrussamad mengatakan, dampak pandemi Covid-19 bukan hanya pada bidang kesehatan, namun juga bidang ekonomi. Sebab, wajib pajak tak sedikit bisa membayar pajak.

“Saat ini kita masuk tahun terakhir dengan defisit di bawah 3 persen. Jadi tahun ini kita sudah normal, defisit anggaran kita di 2021-2022 itu bisa di atas 3 persen. Kami terus mendorong OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk terus melakukan pengawasan khususnya di bidang investasi perbankan dan lainnya. Berintegritas dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia).

Kamrussamad melanjutkan, “Akhir 2022 lalu, kami juga melakukan penguatnya kelembagaan perbankan, sehingga mereka bisa menopang sistem keuangan di Indonesia.”

Chief Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, ” resesi ekonomi sangat berdampak pada semua negara. Bahkan inflasi di Amerika mencapai angka tertinggi saat ini. Sehingga berdampak pada suku bunga perbankan.
Sampai akhir Januari 2023 inflasi di Amerika mencapai 4,75 persen,” bebernya.

Josua menuturkan, proyeksi 2023 ekonomis global akan turun. Hal ini dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi negara maju. Kendati, menurut dia, data IMF pertumbuhan ekonomi Indonesia positif.

“Kita harus cermati pertumbuhan ekonomi global seperti di India, Amerika dan China. Karena berpengaruh pada kebijakan ekonomi dalam negeri seperti ekspor misalnya,” tuturnya. Mitra dagang kita seperti Amerika, Eropa dan Inggris akan berdampingan pada perekonomian kita, akibat pengaruh kebijakan ekspor, “imbuh Josua.

UMKM Fondasi Ekonomi Saat Krisis

Taufik Damhuri mengatakan, pangsa pasar di 2023 terus tumbuh. Target pemerintah, di 2024 nanti 30 persen pelaku usaha sudah bisa mendapatkan bantuan kredit perbankan. Sementara data saat ini dari 57 juta pelaku usaha, baru 12 juta mendapatkan akses perbankan.
“UMKM kita masih di bawah negara-negara tetangga, seperti Jepang. Sebab usaha UMKM kita masih sangat kecil, berbeda dengan mereka yang sudah menengah,” terangnya.

Taufik menjelaskan, pemerintah terus mendorong kredit investasi untuk produksi. Ia menambahkan, pemerintah ingin meningkatkan penerima manfaat bantuan sosial menjadi mandiri. Sehingga mereka tidak selama menjadi penerima bansos.

Eriko Sotarduga mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 telah memaksa seluruh elemen masyarakat berubah melakukan aktivitasnya. Maka proses digitalisasi tak bisa terhindarkan.
Penggunaan gadget tak melulu melihat aktivitas netizen di saluran media sosial, melainkan bisa memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan wirausaha.

“Ternyata dengan situasi kemarin terjadi proses digitalisasi lebih cepat. Handphone menjadi alat untuk menggerakan ekonomi itu menjadi hal baru. Semua belum mengalaminya,”jelas Eriko.

“Di sini dibutuhkan perubahan drastis, yang tidak bisa dibuat kalau tidak ada yang memaksa. Contoh program UMKM ngga bisa kalau kita mempercepat kalau dari mulut ke mulut, tidak bisa. tapi dengan ini digitalisasi,” kata Eriko.

Selain bentuk pemasaran yang sudah dilakukan digitalisasi, pembayaran digital melalui fasilitasi penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di pasar-pasar dan pusat perbelanjaan telah diberlakukan.

“Tadinya ada di awal tahun 2020 baru ada sekitar 600 ribu penggunaanya. Tapi di akhir tahun 2022 sudah ada 30 juta. 20 setengah juta adalah UMKM. UMKM kita 64 juta, berarti 30 persen atau hampir sepertiga sudah dihubungkan dengan QRIS,” ujar Eriko

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau 99,99 persen dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. UMKM tersebut didominasi pelaku usaha mikro berjumlah 98,68 persen dengan daya serap tenaga kerja sekitar 89 persen.
Sementara itu sumbangan usaha mikro terhadap PDB hanya hanya sekitar 37,8 persen.

Sementara itu, Direktur Utama PT Indonesia Digital Pos, Syarif Hidayatullah mengingatkan agar potensi resesi global bisa dihadapi, dengan beragam inovasi dari semangat optimistis bahwa kita mampu dan kuat melakukannya. Selain itu dia juga menekankan, agar para elit partai tetap mengedepankan etika berpolitik, serta moralitas. (vay)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini