Mas Edi Sukro: Menanam Harapan, Menuai Inspirasi dari Bumi Banyuwangi

Edi Sukro, atau akrab disapa Mas Edi, seorang petani berusia 35 tahun yang telah membuktikan bahwa pertanian bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hidup.

WANITAINDONESIA.CODi sudut hijau Banyuwangi, Jawa Timur, ada sosok petani muda yang namanya harum karena kerja keras dan ketulusannya berbagi. Ia adalah Edi Sukro, atau akrab disapa Mas Edi, seorang petani berusia 35 tahun yang telah membuktikan bahwa pertanian bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hidup.

Sejak tahun 2009, Mas Edi menapaki jalan pertanian dengan penuh tekad. Ilmu yang ia dapat dari orang tuanya menjadi bekal awal dalam mengolah tanah seluas 0,8 hektar.  Di lahan itu, ia memilih dua komoditas yang menantang sekaligus menjanjikan: melon dan semangka. Bagi Mas Edi, keduanya bukan hanya tanaman bernilai ekonomi, tetapi juga simbol ketekunan dan kesabaran.

Salah satu pengalaman paling berkesan baginya adalah saat menanam Melon DAVINA F1. Dari panen itulah ia meraih titik balik, hasilnya tidak hanya menambah modal, tetapi juga menumbuhkan keyakinan bahwa kerja keras di dunia pertanian mampu mengubah hidup secara nyata. “Dari tanah ini saya belajar bahwa setiap butir keringat akan berbuah manis, asal kita tekun dan jujur dalam prosesnya,” ujarnya.

Namun, keberhasilan Mas Edi tidak berhenti di situ. Ia tidak ingin maju sendirian. Semangat berbagi menjadikannya sosok yang dihormati di kalangan petani muda. Lahan yang ia kelola kini sering berubah menjadi ruang belajar terbuka. Di sana, puluhan petani berkumpul, kadang mencapai 80 hingga 100 orangm hanya untuk mendengarkan pengalamannya, berdiskusi, dan belajar bersama. Sampai saat ini, sedikitnya 50 petani telah mengikuti langkah-langkah budidaya yang ia ajarkan.

Kecintaannya pada pertanian juga ia wujudkan melalui keaktifan di berbagai forum dan komunitas. Mas Edi tak segan berbicara di hadapan rekan-rekan petani, baik di farmer field day, forum petani melon, maupun expo pertanian nasional yang digelar oleh perusahaan benih multinasional. Dari sana, semangatnya menjalar ke banyak penjuru, menumbuhkan optimisme baru di dunia pertanian.

Atas kiprah dan dedikasinya, Mas Edi dianugerahi gelar Master Panen Cap Panah Merah, sebuah penghargaan yang tidak hanya menilai hasil panen, tetapi juga kepeduliannya terhadap sesama petani. Ia diakui sebagai sosok yang mampu menjadi motor perubahan di lingkungannya: menginspirasi, membimbing, dan menularkan praktik pertanian yang berkelanjutan.

Perjalanan Mas Edi pun membawanya ke Learning Farm Cap Panah Merah, pusat pelatihan pertanian modern yang memadukan teknologi dan praktik lapangan. Di sana, ia tidak hanya belajar, tetapi juga berbagi ilmu, memastikan pengetahuannya bisa mengalir lebih luas dan memberi manfaat bagi petani di berbagai daerah.

Bagi Mas Edi, bertani bukan sekadar mencari penghidupan, melainkan menjalani kehidupan itu sendiri.

“Bertani bagi saya bukan hanya pekerjaan,” katanya dengan senyum tenang. “Ini adalah jalan hidup yang penuh makna,  tempat saya menanam harapan, menyemai ilmu, dan memanen inspirasi.”

Dari lahan melon dan semangka yang ia rawat dengan cinta, Mas Edi menunjukkan bahwa petani muda bisa menjadi agen perubahan. Ia menanam bukan hanya benih di tanah, tetapi juga benih semangat dan harapan di hati banyak orang. (wib)

 

Baca Juga :  Apical Group Latih 40 Petani Pembuatan Pupuk Organik Cair dan Bokashi di Kutai Timur