
WANITAINDONESIA.CO – Kematian, dan PHK merupakan hal natural, namun banyak yang abai untuk mempersiapkannya.
Wanitaindonesia.co diperkenalkan oleh salah satu sahabat media yang terkena layoff dari stasiun televisi swasta Trans7. Lewat wawancara intimate di warungnyadi Jalan Pangadegan Timur Raya, kami berusaha mengulik ihwal upaya, serta perjuangan Fernando akrab disapa Nando, ketika merintis bisnis kuliner. Walau tak mudah, kisahnya sangat inspiratif. Menjadi ikhtibar bagi ribuan karyawan swasta, yang saat ini harus kehilangan pekerjaan, karena dampak resesi global, serta peralihan tren.
Pria enerjik ini berupaya bangkit dari keterpurukan dengan membuka usaha kuliner. Usaha yang baru berjalan 3 bulan masih tertatih, namun ada asa untuk berkembang maju.
Terbiasa dengan rutinitas, bekerja di sebuah stasiun televisi swasta ternama, merasa nyaman dengan lingkungan kerja, serta beragam alasan lain, waktu sepuluh tahun seolah berlari begitu cepat. Bak ucapan yang kerap dikatakan orang-orang bijak, ia telah terlena di zona nyaman. Dan hal seharusnya dihindari pekerja di sektor swasta. Caranya dengan mempersiapkan bisnis bermodal keterampilan.
Paska PHK, dan mendapatkan haknya sesuai dengan peraturan, Nando bersemangat untuk mencoba keberuntungan. Sebagai pekerja yang memiliki jam terbang tinggi, ia percaya diri untuk melamar ke berbagai stasiun televisi swasta. Berbekal koneksi dari teman-temannya, dua puluh surat lamaran dikirimkan. Tapi hasilnya? tak satupun pemberi kerja berkenan memanggilnya.
Momen inilah yang kemudian menjadi titik balik dari perjalanan hidupnya untuk beralih dengan memulai profesi baru. Tak lagi ingin mencari pekerjaan, tapi berusaha sebagai pebisnis.
Nando menceritakan ke Wanitaindonesia.co awal mula terjun sebagai pebisnis kuliner. “Selama bekerja, aku beruntung berada di team work yang solid, dan guyub. Salah satu pengikatnya saat makan siang. Kami potluck dengan membawa makanan dari rumah. Ada yang diolah sendiri atau dimasak oleh ibu. Aku kerap membawa menu makanan yang berganti-ganti agar teman-teman tak cepat bosan. Dari bahan mahal seperti daging, seafood hingga makanan rakyat jelata seperti tempe, tahu atau ikan asin yang ku olah dengan beragam variasi.”

“Alhamdulillah semua teman-temanku menggemarinya. Dalam sekejap masakan-ku licin tandas. Salah satu teman memuji masakanku. Dia lalu menyarankan agar aku keluar dari zona nyaman. Coba usaha sendiri deh, buka warung atau catering. Kamu bisnis kuliner sajalah, pasti sukses, dan uangmu banyak. Dibanding tetap bertahan menjadi karyawan. Waktu itu aku tak menanggapi secara serius, “kenang Nando.
“Sebagai perantau, aku memiliki ketrampilan memasak. Ilmu otodidak yang ku pelajari sejak kecil dari ibuku. Beliau suka masak, dan semua masakannya luar biasa lezat. Bakat masak semakin terasah ketika aku mengikuti kegiatan Pramuka, hingga harus kuliah, dan tinggal terpisah dari kedua orang tua.”
“Selain dapat berhemat, kalau kangen dengan masakan Banjarmasin atau Palembang kota asalku, dan kota di mana tumbuh kembang, aku tak perlu susah-susah mencari, dan mengeluarkan banyak uang dengan membeli di luar. Itupun kalau rasanya sesuai dengan selera, “ungkapnya.
“Dengan memasak sendiri aku bisa melatih skills. Cukup mempersiapkan bahan, dan bumbu dengan harga relatif terjangkau, menyalakan kompor, memasak, kemudian menikmati hasilnya, “cetus Nando.
Nando menambahkan, “Tapi anggapan temanku itu tak sepenuhnya tepat. Aku bukanlah pekerja yang terlena di zona nyaman. Waktu bekerja aku melihat kemudian terinspirasi oleh seorang teman yang berjualan makanan. Faktor pemicunya penghasilanku yang tak seberapa, aku kerap berhemat agar kondisi keuanganku stabil di saat tanggal tua.”
“Nah dengan income tambahan dari hasil berjualan, tentunya akan membuat keuanganku lebih baik, dibandingkan jika aku hanya mengeluh gaji yang tak cukup, serta tidak melakukan apa-apa, “jelasnya.
Awal berbisnis Nando membuat olahan Tahu Jeletot yang viral di masa itu. Tahu cokelat kokoh, tak kopong di bagian dalam, dibeli di Pasar Minggu. Tiga puluh potong tahu jeletot dihargai Rp. 2,500, langsung habis. Malah diprotes karena banyak yang tak kebagian. Dari 30 potong tahu kemudian jumlahnya meningkat menjadi 50 tahu perhari.
Nando menjelaskan keunggulan Tahu Jeletot produksinya, aroma tahunya segar, rasanya lezat. Sayuran yang dijadikan isian berbumbu kuat, paduan cita rasa pedas, dan gurih. Kian istimewa, dari tepung pelumar yang dibuat tak terlalu tebal, teksturnya renyah walau tahu sudah dingin.
Tak hanya tahu, ketika booming sambal botol, Nando turut membuatnya. Ada beberapa varian sambal dengan isian seperti Teri, cumi, dan ikan roa yang sangat digemari pelanggan. Mereka merupakan teman-teman kantornya.

Cerita Rossa & Sambal Pecah
Semua sanjung-puja untuk olahanku, membuatku semakin percaya diri. Selain teman, atasanku, pimpinan, host televisi ikut menjadi pelanggan. Ketika menjual sambal yang dikemas dalam botol, Teh Rossa, penyanyi ikut kalap. Ia memuji pedas, dan gurih sambal sangat cocok dengan seleranya. Ia-pun memesan dalam jumlah banyak.
Tak hanya mementingkan rasa, ihwal pakaging memakai kemasan dari bahan berkualitas berupa botol kaca. Untuk kualitas, Nando tak akan kompromi. Ia bertekad hanya memberikan yang terbaik buat pelanggan.
Ada kejadian pilu saat berjualan sambal. Ketika mengambil sambal dari kontrakan, wadah yang digunakan untuk meletakkan sambal terbalik. Sambal jatuh berhamburan. Sebagian botolnya pecah.
“Wah sedih, dan juga kecewa karena ketika meletakkan di atas jok motor aku kurang hati-hati. Bergegas aku harus segera membersihkan tumpahan sambal, lalu menata kembali dalam keranjang. Berjibaku dengan waktu karena sudah ditunggu pembeli. Sementara kandungan minyak dalam sambal agak sulit untuk dibersihkan dengan cara -cara biasa. Demikianlah rutinitas harianku, ke kantor untuk bekerja sembari berjualan makanan, “kenangnya.
Hingga saat yang tak diinginkan setiap karyawan itu tiba. “Aku terkena layoff. Sedih, karena harus berpisah dengan pimpinan, serta tim Wardrobe News yang telah menjadi bagian dari hidupku. Namun kesedihan tersebut tak berlangsung lama. Karena hidup harus terus berjalan, gairah untuk bertahan sangat kuat. Aku tak tergiur menggunakan uang pesangon dengan cara tak bijak, “urainya.
Dengan mengucap Bismillah, Nando memberanikan diri untuk menekuni bisnis kuliner secara total paska layoff. Dimulai dengan membuat menu sampel seperti lunch box. Isinya berupa satu jenis lauk dengan dua varian olahan yang bisa dipilih salah satunya, selain dilengkapi sayur, serta lauk pendamping, dan sambal.
Target marketnya adalah teman-teman yang masih bekerja di perusahaan itu. Proses belanja, mempersiapkan bahan, memasak, mengemas ke dalam kotak, membersihkan peralatan masak hingga mengantarkan pesanan dilakukannya sendiri.
Lelah itu sudah pasti. Dia mulai bekerja dari jam tiga dinihari dengan berbelanja ke pasar. Godaannya pun ada, waktu turun hujan. Udara dingin, kantuk yang masih tersisa, serta banyak yang masih pulas tertidur, tentu lebih enak buat melanjutkan tidur. Ini sungguh berat.
Pulang dari pasar lanjut mempersiapkan bahan untuk dimasak hingga selesai, dan harus mengantarkan makanan tepat waktu. Menurutnya, dia baru bisa tidur malam sekitar pukul 11.00 WIB.

Nando melanjutkan, “Waktu pertama menerima order catering, aku mendapatkan pesanan sebanyak 30 porsi. Tapi apa yang terjadi? Aku melewatkan waktu deadline. Masakan belum siap, padahal sudah jam 12.00. Waktu makan siang pelanggan jadi terlambat. Walau dimaklumi, tapi aku stres karena malu, dan merasa tak profesional.”
“Dari sini aku belajar tentang manajemen dapur catering, harus cermat memperhitungkan waktu. Dan pekerjaan ini tak mungkin dilakukan sendiri. Akhirnya aku merekrut satu orang asisten. Dia seorang ibu, tetangga kontrakanku yang butuh pemasukan, “ujarnya.
Selama berbisnis dia senang mendapat masukkan, serta saran pelanggan. Seperti nasi agar tersaji lebih beragam. Kalau hanya nasi putih banyak di luar. Buat juga dong nasi merah. Dari sini kreativitasnya bertambah dengan menyediakan nasi hainan, nasi tutug oncom, nasi kuning serta varian lainnya. Pria yang mudah akrab juga menawarkan diferensiasi karbo seperti kentang yang dipresentasikan dengan beragam varian diantaranya mush potato, baked potato, hingga potato wedges.
Ketika layanan katering makan siang sudah mulai berjalan, dia mulai memberanikan diri untuk berjualan di tempat. Dibantu oleh tiga karyawan remaja yang belum beruntung mendapatkan pekerjaan, Nando menjual Nasi Tempong. Kuliner khas masyarakat Banyuwangi yang beberapa tahun ini sangat viral.
Ramesan tersebut kerap dijadikan menu sarapan, dan makan siang, khas tersaji lewat sambal, lauk pelengkap, dan lalapan.
“Sebelum berjualan Nasi Tempong yang aku labelin dengan kata menjerit, dikarenakan rasa pedas sambalnya yang membara, tapi bikin nagih, layaknya seorang pebisnis kuliner profesional, aku riset ke beberapa tempat viral yang menjual Nasi Tempong, “terang Nando.
Apreasiasi Food Vlogger, Aktris dan Sahabat Media
Tak ingin dikatakan nanggung, Nando yang dilimpahi dengan energi kreatif ini menyediakan 14 menu ala carte Nasi Tempong Menjerit, nah lho!. Diantaranya Nasi Tempong yang disingkat TM Bebek Goreng atau Bebek Panggang, TM Kulit Ayam Cabai Garam, TM Udang Goreng Tepung. Semua menu dilengkapi dengan pilihan berupa nasi putih, nasi merah, dan nasi daun jeruk. Lauk tambahan ikan asin, tahu, tempe goreng. Lalapan berupa daun singkong, kangkung, terung bakar, dan timun.
Khasnya adalah sambal tempong yang diracik dari cabai caplak merah atau populer dengan nama cabai Thailand, tomat ranti, dan jeruk songkit. Sambal Tempong Menjerit tidak menggunakan bawang atau bahan lainnya. Hanya tiga bahan dasar itu saja.
Untuk daun singkong yang dijadikan sebagai lalapan, proses kreatifnya hadir dari daun bayam yang mudah layu. Selain sempat menggunakan kacang panjang, tapi karena harganya mahal, lalu diganti dengan daun singkong. Agar tersaji lembut, dan warnanya terlihat menarik, ketika direbus airnya diberi sedikit soda kue.
Harga jual Nasi Tempong yang sangat spesial ini masih terbilang ekonomis dari pebisnis lainnya, dari Rp. 35.000,- hingga Rp.50.000,-. Untuk pilihan karbo seperti nasi putih, nasi merah, nasi daun jeruk, dan varian olahan kentang harganya dibuat sama.
Ketika Wanitaindonesia.co mencicipi Nasi Daun Jeruk aromanya khas, harum daun jeruk tercium samar. Tekstur nasi lembut dengan efek buttery yang istimewa. Lezat. Pun dengan Sambal Tempong, menawarkan sensasi rasa pedas, sedikit asam segar, serta asin namun dapat membuat lidah ketagihan.
Mencari lokasi berjualan merupakan hal tersulit di Jakarta. Ini dialami Nando sebelum mendapatkan tempat berjualan sekarang di PSI (Pangadegan Studio Indonesia), di jalan Pangadegan Timur Raya No.1.
Tahu sendiri deh harga sewanya mahal walau tempat berjualan seadanya. Apalagi kalau sewa ruko. “Wah, belum sanggup. Lebih baik uang modal ini dibuat untuk memperkuat usahaku dulu, “terang Nando.
Walau skala kaki lima dengan beragam keterbatasan, serta berdampingan dengan pelaku kuliner lainnya, soal kebersihan Nando sangat konsen. Ia mempraktikkan manajemen food waste, serta menjaga keseluruhan area agar selalu bersih. Ini sebagai antisipasi agar tak mengundang lalat, serta hewan pengerat. Dikarenakan menu yang dijual berasal dari ikan, dan seafood.
Bisnis Nasi Tempong Menjerit ini kan baru tiga bulan, namun hatiku bungah karena banyak diapresiasi, serta dibantu untuk promosi secara cuma-cuma oleh sahabat media.
Sebuah mobil Van bewarna putih masuk, kemudian turun Teh Shanty Widihastuti, Isteri dari Denny Cagur, dan aktris cantik Sitha Marino. Mereka datang bersama crew dari acara kuliner Bikin Laper Trans TV. “Wow surprised dong kedatangan food vlogger ternama yang dikenal jujur dalam memberikan penilaian. Beliau datang tanpa memberi kabar lho, “cerita Nando.

“Teh Shanty mencicipi semua menu yang tersedia. Alhamdulillah kesemua menu kreasiku mendapat apreasiasi beliau. Best of the best dari presentasi, rasa, kebersihan, serta varian. Itu testimoni Teh Shanty, “ujarnya.
“Yang membuatku terharu, aku tak dicharge, malah mereka yang membayar untuk makanan yang telah direview, serta yang dimakan oleh crew, “imbuhnya.
“Demikian pula dengan Sitha Marino. Lewat channel pribadinya ia mereview, dan merekomendasikan usahaku ini secara cuma-cuma. Dan tak kalah penting apreasiasi teman-teman wartawan yang telah bersedia membantu mempromosikan. Untuk semuanya ini aku ucapkan terima kasih yang tak terhingga, “imbuh Nando.
Nando menceritakan, Walau merasa bersyukur telah memiliki usaha kuliner di sebuah lokasi strategis, namun buah manis dari perjuangannya bersama para pekerja yang ia sapa dengan sebutan gaess belum tampak hasilnya. Omsetnya masih tak menentu, mengingat tempat usahanya ini berlokasi di perkampungan padat penduduk.
“Untuk makan di luar, mereka lebih memprioritaskan harga yang murah dengan porsi banyak, dibanding harus berpedoman ke value makanan yang dibeli, “ungkapnya.
“Tapi ini perjuangan. Aku selalu bersyukur karena dihadapkan dengan tantangan. Layaknya sebuah proses, tentunya harus dilalui secara bertahap. Selalu belajar, berproses lewat trial-error, berjibaku menghadapi tantangan, lekat dengan inovasi, serta ragam hal lainnya yang menjadi DNA-nya pebisnis. Aku bukan tipikal pebisnis yang tak suka berproses, ujug-ujug atau aji mumpung dikarenakan faktor keberuntungan, “tegasnya.
Saat ditanya Wanitaindonesia.co ihwal profesi saat bekerja di bagian Wardrobe News yang tak terkait dengan kuliner, Nando menjawab lugas, bahwa profesi dulu itu bukan passionnya. Namun demikian aku tetap bertanggung jawab, serta bersemangat ketika bekerja.
Sarjana IT dari sebuah Universitas ternama ini mengaku lebih tertarik menekuni kuliner, karena merupakan passionnya. “Kuliner eksplorasinya sangat luas, sangat menjanjikan khususnya bagi pebisnis berbakat, “tutup Nando. (*)




