WanitaIndonesia.co, Jakarta – Ada banyak sosok inspiratif pada Talkshow Memperingati Hari Pelanggan Nasional 2022 yang diselenggarakan oleh Frisian Flag Indonesia.
Salah satunya Lidya Rinaldi Founder La Dame in Vanilla yang menjadi role models bagi pelaku UMKM masa depan. Ia berhasil menjalankan peran strategis sebagai pebisnis, inovator, serta fasilitator
yang mampu membawa kejayaan vanila Indonesia mendunia. Berawal dari langkah kecil, tekad, niat tulus, serta upaya yang sungguh-sungguh yang membuatnya sukses membesarkan 3 lini bisnis pastry, ekstrak vanila halal dan produk turunannya, serta komunitas petani vanila yang tergabung dalam brand Ladam in Vanilla.
Pada suatu siang yang terik di Rumah Kajoe resto berkonsep garden nan teduh di bilangan Pasar Minggu, WanitaIndonesia.co berjumpa dengan Lydia. Perempuan bertubuh mungil ini terlihat enerjik, menyapa sesama tamu undangan dengan suaranya yang merdu. Tak nampak raut wajah lelah, padahal ia baru saja tiba tadi pagi di Jakarta dari Bali, siangnya langsung melipir menjadi pembicara.
WanitaIndonesia.co :
Apa yang telah ibu lakukan sangat inspiratif bagi pelaku UMKM. Ibu telah memainkan peran strategis, menghadirkan inovasi ekstrak vanila halal, memiliki brand pastry, serta memimpin komunitas petani vanila guna menjaga rantai pasok. Boleh dong diceritakan kembali.
Lidya Rinaldi :
Semuanya berawal dari kegemaran saya membuat kue kering, cake dan puding. Saya menggemari tayangan YouTube Anna Oslon pastry Chef Kanada yang mengolah aneka kue dengan cara sederhana tapi rasanya istimewa. Ketika mencoba membuat kue yang diajarkan, saya kesulitan untuk menemukan vanila alami yang berfungsi sebagai aroma dan pelezat rasa.
Di Indonesia lebih populer vanila artifisial yang menurut saya tidak cocok digunakan pada olanan istimewa tersebut. Vanila alami yang beredar di Indonesia pada saat itu merupakan produk impor. Harganya cukup mahal dan mengandung alkohol. Saya tidak mengonsumsi alkohol.
Setelah hunting ke sejumlah supermarket ternama di Bali, saya
berhasil memperoleh vanila kering yang kemudian saya gunakan sebagai flavour pada
kue buatan saya. Vanila saya rebus
bersama larutan susu untuk mendapatkan aroma, serta rasa harum khas yang kemudian dijadikan campuran ke dalam bahan kue.
Sayangnya penampilan kue jadi tidak menarik, permukaannya terlihat kotor karena biji vanila yang larut saat direbus. Padahal rasanya sangat istimewa. Karena orang Indonesia tidak ada yang mau membeli, saya berinisiatif untuk membagikan kue secara cuma-cuma kepada tamu-tamu hotel yang berasal dari kalangan ekspatriat. Mereka memuji dan berterima kasih.
Dari sini muncul ide untuk membuat ekstrak vanila tanpa alkohol untuk memenuhi selera konsumen Indonesia.
WanitaIndonesia.co :
Bagaimana tantangan yang dihadapi?
Lidya Rinaldi :
Di awal sudah muncul tantangan lho.
Stok vanila kering menipis, itupun merupakan hasil panen tahun lalu.
Saya mendapat informasi dari Dinas Pertanian bahwa petani sudah jarang menanam vanila karena harganya rendah. Mereka beralih bertanam kopi dan coklat karena harganya lebih tinggi. Padahal menurut Food & Agriculture Organization, Indonesia merupakan negara penghasil vanila terbesar ke dua di dunia setelah Madagaskar. Sudah gitu produksi vanila dalam negeri lebih banyak di ekspor. Masyarakat terlena dengan vanila artifisial. Miris banget kan?
Ok, stok vanila sisa saya beli, kemudian saya berusaha menciptakan ekstrak vanila non alkohol dengan aroma, serta rasa yang tak kalah dari yang mengandung alkohol. Setelah melalui tahapan trial and error selama 3 bulan, saya berhasil pada tahun 2014.
Di tahun 2015 akhir saya mulai memproduksi ekstrak vanila dan pasta vanila non alkohol dengan brand Ladam in Vanila, sayangnya vanila kian sulit ditemukan.
WanitaIndonesia.co :
Lantas upaya apa yang ibu lakukan untuk menjaga rantai pasok vanila?
Lidya Rinaldi :
Awalnya saya belajar aspek hulu ke hilir seputar tanaman vanila. Bagaimana pembibitan dan penanaman, pemeliharaan, memanen, hingga mengeringkannya dengan baik.
Setelah paham, saya melakukan survei ke petani yang pernah bertanam vanila.
Saya berkeliling, menanyakan, serta mencari tahu. Saya menemukan petani di Bali yang masih memiliki tanaman vanila sisa yang dibiarkan tumbuh tak terawat di halaman rumahnya.
Pencarian meluas dan bermuara ke Jawa Timur, di sana saya bertemu dengan Pak Marji, petani yang bersedia merawat tanaman vanila tersisa, disela kegiatan mengurus tanaman pertanian lain seperti cabai, tomat, serta timun.
Pak Marji percaya dengan niat saya untuk membeli hasil panen dengan harga bagus. Ia kemudian giat menyemai bibit yang saya berikan.
Sambil menunggu panen, saya ikut membantu infrastruktur desa, perekonomian keluarga mereka diantaranya untuk membiayai anaknya sekolah.
WanitaIndonesia.co :
Wah, inspiratif sekali. Perubahan apa yang dapat dirasakan dari upaya yang telah ibu lakukan?
Lidya Rinaldi :
Alhamdulillah, Ladame in Vanilla turut memberikan sumbangsih dalam mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai penghasil vanila kedua terbesar dunia setelah Madagaskar. Petani kian percaya diri untuk bertanam vanila, serta mampu menghasilkan produk vanila terbaik kualitas dunia. Bahkan pernah menjadi negara pertama setelah Madagaskar gagal panen.
Pak Marji dan teman-temannya merasa senang karena harga vanila kering dibeli lebih tinggi mulai dari 500.000, hingga tembus di angka satu juta rupiah perkilonya! Keberhasilan ini tentu tak lepas dari peran Ladam in Vanilla yang mengajarkan aspek bertanam,
memelihara, memanen, mengeringkan secara komprehensif, juga memberikan bibit.
Karena menggiurkan, petani lain ikut-ikutan bertanam vanila. Produksi vanila menjadi surplus dan merusak harga pasar. Harga turun, namun tetap lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Sangat disayangkan, produk para petani yang ‘latah’ ini kurang memerhatikan kualitas aspek kualitas.
Saya sangat bersyukur, saat ini harga vanila Indonesia sudah jauh lebih baik. Kaum millenial banyak lho yang menjadi petani vanila yang digelari sebagai ‘Emas Hijau’ karena langka dan menjadi komoditas pertanian yang paling banyak dicari.
WanitaIndonesia.co :
Pelanggan menjadi salah satu aset utama yang harus dijaga dengan baik. Bagaimana upaya ibu dalam membina hubungan baik tersebut?
Lidya Rinaldi :
Momen Hari Pelanggan Nasional bagi saya bukan hanya sekedar seremonial sehari yang diperingati untuk memuliakan pelanggan. Membina hubungan baik dengan pelanggan harus konsisten dilakukan setiap hari, menjadi napas dan semangat untuk mengawali hari. Ada, maupun tidak adanya transaksi, penting menganggap pelanggan sebagai bagian dari anggota keluarga atau sahabat agar kita dapat lebih dekat dan berkomunikasi tanpa beban.
Untuk memberikan nilai lebih kepada bisnis, saya melakukan beragam aktivitas yang melibatkan emosi pelanggan diantaranya kursus masak dengan menu populer terbaru bersama Ladame in Vanila. Penting mencari inovasi-inovasi baru seperti menghadirkan experience ke pelanggan agar mereka mendapat nilai lebih dari sebuah produk, serta pelaku usaha tidak hanya terpaku kepada rutinitas menjual dan menerima pembayaran saja. (RP).