Site icon Wanita Indonesia

Lho, Kok Bisa Sih Masyarakat Keliru Memaknai Stunting?

Prof Nila Moeleok perlu upaya kreatif pemerintah dalam memberikan pengetahuan terkait Stunting.(Foto : Istimewa.)

WanitaIndonesia.co, Jakarta – Di saat pemerintah bersama staken holder sedang gencar-gencarnya memerangi stunting, hadir ironi banyaknya masyarakat yang memiliki pemahaman keliru tentang stunting, yang bertentangan dengan teori Kesehatan.

Penelitian Health Collaborative Center (HCC) mengidentifikasi ada 4 pemaknaan stunting yang tidak tepat, responden tidak menganggap anak tidak rentan terkena stunting pada kehamilan yang kurang gizi, tidak memercayai bayi dengan berat lahir rendah rentan terkena stunting. Mereka juga tidak percaya stunting menghambat perkembangan otak atau kognitif anak, serta dianggap tidak berhubungan dengan pola asuh orang tua.

Mereka mengetahui dan memercayai stunting terjadi di Indonesia, serta sangat
khawatir, takut dan sedih. Namun sebagian besar justru merasa lebih terancam dengan covid-19, dibandingkan dengan stunting.

Lebih lanjut dijabarkan
masyarakat memercayai stunting berkaitan erat dengan kehidupan keluarga, namun mereka tidak percaya dapat disebabkan oleh pola asuh orang tua kepada anak. Lebih percaya disebabkan asupan makanan dan minuman yang diberikan kepada anak. Hadir pendapat anak rentan terkena stunting karena keluarga tidak mampu membelikan pangan yang bergizi. Kondisi ini sejalan dengan perilaku pengaturan makan di keluarga yang lebih memilih memasak daripada membeli makanan untuk keluarga.

Prof Nila Moeleok Pemerintah Harus Meningkatkan Pengetahuan Stunting

Menurut Menteri Kesehatan 2014-2019, Prof Nila Moeleok menyampaikan, “Pengetahuan dan pemaknaan masyarakat adalah kunci keberhasilan intervensi stunting. Penting peningkatan kapasitas pengetahuan kesehatan terkait stunting mendapat perhatian lebih pemerintah dan semua pihak, agar target 14% penurunan stunting dapat tercapai, “jelasnya.

Prof Nila menambahkan, “Masyarakat beranggapan upaya mencegah stunting merupakan peran masing-masing keluarga, serta didukung penuh oleh pemerintah diantaranya melalui edukasi gizi dan pola makan yang tepat.
Kepercayaan masyarakat tentunya menjadi peluang bagi pemerintah untuk dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku yang tepat pada upaya pencegahan stunting, “urainya.

“Pemerintah harus memastikan ketersediaan bahan makanan bergizi, serta menyediakan layanan Kesehatan untuk anak yang mudah diakses. Masyarakat memiliki harapan penuh terhadap pemerintah dalam menyediakan lingkungan yang mendukung masyarakat untuk memiliki persepsi yang tepat dan berperilaku positif, “tegas Prof Nila.

Kelompok masyarakat perempuan yang berpartisipasi pada penelitian menilai pengasuhan Kesehatan anak seharusnya merupakan tugas kedua orang tua, ibu dan bapak perlu dilibatkan pada program-program Kesehatan di posyandu, maupun puskesmas. Sebagaimana disebutkan bahwa masyarakat paling banyak mengetahui tentang stunting dari bidan.

Untuk mengatasi pemahaman yang salah kaprah terhadap stunting
HCC mengusulkan:

1. Program edukasi stunting yang melibatkan kedua orang tua (ibu dan bapak).

2. Memperkuat konten edukasi stunting terkait bahaya, serta cara mencegah stunting secara lebih spesifik dengan pembagian peran antara ibu dan bapak.

3. Kampanye gizi seimbang, stunting dan pola asuh orang tua sebagai satu kampanye terintegrasi.

4. Menjadikan bidan sebagai agent of change dalam edukasi gizi dan pola makan yang seimbang dalam 1000 HPK.

5. Memastikan adanya program terintegrasi untuk penyediaan pangan yang bergizi dan terakses bagi seluruh kalangan masyarakat.

6. Memastikan adanya layanan posyandu, puskesmas yang dapat terakses oleh keluarga.

Exit mobile version