Laporan Kondisi di Asia Pasifik: Norma Patriarki Hambat Kemajuan Remaja Perempuan

Laporan Kondisi di Asia Pasifik: Norma Patriarki Hambat Kemajuan Remaja Perempuan

wanitaindonesia.co Laporan Plan Internasional tentang kondisi remaja perempuan di Asia Pasifik di tahun 2021 menemukan, bahwa norma patriarki di sejumlah negara membuat remaja perempuan mendapat pelecehan seksual dan kekerasan di dunia maya

Bagaimana hasil laporan kondisi remaja perempuan di Asia Pasifik di tahun 2021? Secara umum, laporan ini membahas keprihatinan utama anak dan kaum muda perempuan terkait dengan norma, sikap dan perilaku – khususnya norma patriarki yang dipatuhi di banyak negara.

Norma-norma ini sering mengarah pada pelecehan dan eksploitasi seksual, termasuk kekerasan di dunia maya, kekerasan berbasis gender, dan perdagangan manusia.

Pendidikan seksual yang tidak memadai, kurangnya akses untuk perawatan kesehatan dan kontrasepsi, praktik perkawinan anak, dini dan paksa, serta marginalisasi masyarakat rentan adalah isu lain yang disoroti dalam studi ini.

Laporan tentang Remaja Perempuan Asia-Pasifik 2021 ini merupakan publikasi tahunan yang dikeluarkan Plan International yang berfokus pada situasi anak dan kaum muda perempuan di kawasan Asia Pasifik, terutama isu kepemimpinan perempuan.

Laporan ini mengangkat situasi 33 negara di dua kawasanyakni: Kawasan Asia Tenggara dan Selatan: Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, India, Indonesia, Lao PDR, Malaysia, Maldives, Myanmar, Nepal, Pakistan, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Timor-Leste dan Viet Nam. Juga Kawasan Pasifik: Australia, Federasi Mikronesia, Fiji, Kiribati, Kepulauan Marshall, Nauru, Selandia Baru, Papua Nugini, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Tuvalu dan Vanuatu.

Laporan ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu peringkat di dua kawasan dalam menggunakan Indeks Kepemimpinan Remaja Perempuan (Girls’ Leadership Index), dan temuan penelitian tentang aktivisme remaja perempuan dan keterlibatan masyarakat untuk kesetaraan gender’

Indeks Kepemimpinan Remaja Perempuan di Asia dikembangkan pertama kali pada 2019. Sejak itu, Plan International telah memperbaharui indeks tersebut dan mengembangkan Indeks Kepemimpinan Remaja Perempuan di Pasifik.

Indeks tersebut menunjukan tren dan isu utama yang mendorong atau menghambat pemberdayaan dan kepemimpinan remaja dan kaum muda perempuan pada enam domain: pendidikan, kesehatan, kesempatan ekonomi, perlindungan, perwakilan dan suara politik, serta hukum dan kebijakan. Beragam indikator digunakan untuk menganalisa peringkat penggunaan indeks di setiap domain tersebut di sebuah negara dengan lebih detil.

Pada Indeks Kepemimpinan Remaja Perempuan di Pasifik terdapat tambahan domain yaitu perubahan iklim, yang sangat memperihatinkan di kawasan Pasifik. Karena dampak perubahan iklim dapat memperburuk kerentanan pada anak dan kaum muda perempuan.

Di bagian kedua Laporan ini, Aktivisme Remaja Perempuan dan Keterlibatan Masyarakat untuk Kesetaraan Gender, dijabarkan temuan peningkatan kemunculan tren dan isu terkait tranformasi gender dan inklusi sosial yang didorong oleh aktivis muda perempuan di Asia Pasifik, baik advokasi di tatanan pollitik maupun publik, melalui tinjauan literatur dan wawancara dengan aktivis muda perempuan.

Temuan Laporan: 4 Negara Mengalami Kemunduran

Temuan laporan menyebutkan bahwa 14 dari 19 negara di Asia telah menunjukan peningkatan index tersebut sejak laporan tahun 2020, namun empat di antaranya mengalami kemunduran.

1.Tiga negara dengan peringkat tertinggi di Indeks Asia adalah Singapura (0,784), Thailand (0,733) dan Filipina (0,715). Nilai Indeks Singapura cukup tinggi di antara 2019 dan 2021, sementara nilai Indeks Filipina tetap/tidak berubah, dan nilai Indeks keseluruhan Thailand melonjak dari 0,694 menjadi 0,733.

2.Indonesia menempati peringkat 10 dari 19 negara Asia dalam indeks keseluruhan. Pada sub domain perlindungan, Indonesia berada di peringkat kelima. Namun, nilai pada domain hukum dan kebijakan yang menilai beberapa sub domain seperti tingkat upah setara, perkawinan anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan seksual, Indonesia masih berada di peringkat bawah (14). Begitu pula temuan nilai domain keterwakilan suara dan representasi politik, Indonesia berada di peringkat 12.

3.Tiga negara dengan peringkat terendah di Indeks Asia adalah Pakistan (0,392), Afghanistan (0,405) dan Brunei Darussalam (0,462). Terdapat sedikit perbedaan antara dua negara dengan peringkat terendah (Pakistan dan Afghanistan).

4.Tiga negara dengan peringkat tertinggi di Indeks Pasifik adalah Australia (0,854), Selandia Baru (0,820) dan Kiribati (0,643). Nilai Indeks Australia dan Selandia Baru jauh lebih tinggi daripada negara peringkat ke-3 dan negara-negara di bawahnya.

5.Tiga negara dengan peringkat terendah dalam Indeks Pasifik adalah Papua Nugini (0,436), Kepulauan Marshall (0,482) dan Kepulauan Solomon (0,529).

Nilai indeks dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat yang memengaruhi peluang anak perempuan dan remaja perempuan untuk mengembangkan/menunjukkan kemampuan kepemimpinan mereka. Sementara banyak dari faktor ini harus ditangani di tingkat pembuatan kebijakan, Laporan ini menunjukkan bagaimana para aktivis muda melakukan bagian mereka untuk mempromosikan perubahan transformatif gender dan mempraktikkan kepemimpinan.

Sementara beberapa negara berkinerja lebih baik daripada yang lain, temuan menunjukkan bahwa tidak ada negara yang sepenuhnya unggul di semua domain. Nilai indeks ini memberikan kesempatan kepada pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan untuk mengamati dan mengatasi kendala utama yang menghambat kesetaraan gender dan peluang kepemimpinan remaja perempuan

Meskipun data menunjukkan bahwa beberapa negara telah membuat kemajuan, COVID-19 secara signifikan mempengaruhi anak dan kaum muda perempuan di kawasan Asia-Pasifik. Meskipun beberapa negara akan pulih lebih cepat daripada yang lain, dampak sosial dan ekonomi akan tetap ada selama bertahun-tahun.

Dampak pandemik COVID-19 tidak tercermin dalam GLI Asia dan Pasifik 2021. Namun, nilai indeks memberikan dasar untuk menilai dampak luas pandemi terhadap anak perempuan dari masa ke masa. Di tahun mendatang, kami berharap GLI dapat mencerminkan dampak wabah COVID-19 dengan lebih baik.

Bagian kedua dari laporan tersebut membahas keprihatinan utama anak dan kaum muda perempuan terkait dengan norma, sikap dan perilaku – khususnya norma patriarki yang dipatuhi di banyak negara. Norma-norma ini sering mengarah pada pelecehan dan eksploitasi seksual, termasuk kekerasan di dunia maya, kekerasan berbasis gender, dan perdagangan manusia.

Pendidikan seksual yang tidak memadai, kurangnya akses untuk perawatan kesehatan dan kontrasepsi, praktik perkawinan anak, dini dan paksa, serta marginalisasi masyarakat rentan adalah isu lain yang disoroti dalam studi ini.

Responden menyebutkan lemahnya keterwakilan suara, agensi dan otonomisebagai faktor yang berkontribusi pada norma-norma patriarki yang masih ada.

Untuk mengatasinya para aktivis perempuan telah mampu memobilisasi gerakan transformatif gender dengan progresif dan terlibat dalam aksi-aksi kolektif bersama organisasi formal hingga komunitas aktivis. Contoh: Equal Playing Field di Papua Nugini, Australia’s Youth Activist Series (YAS),  the Talitha Project di Tonga

Inisiatif terpimpin oleh remaja perempuan pun seringkali terhubung dengan jaringan dan koalisi untuk memengaruhi berbagai jenis kekuasaan. Media sosial telah memainkan peran penting dalam menciptakan koneksi dan menawarkan ruang aman. Meskipun akses dan ruang aman yang lebih besar dan nyata di media sosial masih memprihatinkan.

Publikasi laporan ini mengangkat kekhawatiran tentang bentuk kuasa yang tersembunyi dan terlihat jelas di dalam pemerintahan untuk menghambat aktivisme dan mempertahankan status quo.

Rekomendasi untuk Pemerintah Atasi Ketimpangan Gender

Melalui temuan penelitian dan saran yang disampaikan oleh kaum muda perempuan, laporan Plan International ini menyerukan kepada pemerintah pusat, lembaga regional, dan masyarakat sipil untuk: berinvestasi dalam memastikan lingkungan yang mendorong kepemimpinan remaja perempuan dan mengatasi akar penyebab permasalahan kesetaraan gender

Lalu juga mendukung kepemimpinan dan partisipasi remaja perempuan melalui kebijakan yang mendukung, dialog antargenerasi, dan pendanaan yang fleksibel dan mengatasi ketidaksetaraan gender di rumah dan keluarga, lembaga pendidikan dan lingkungan masyarakat

Selanjutnya mengembangkan dan memperkuat mekanisme hak asasi manusia pada semua tingkatan yang mendukung pemenukan kebutuhan kaum muda perempuan, menyediakan ruang aman dan terbuka, baik di publik maupun digital, demi mendorong partisipasi bermakna kaum muda perempuan, menjunjung tinggi hak-hak anak perempuan dalam segala keragaman mereka untuk berpartisipasi secara bermakna dalam pembuatan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan dan program yang mempengaruhi kehidupan dan komunitas mereka.

Demi mewujudkan rekomendasi ini, laporan Plan International menyerukan agar negara-negara di seluruh kawasan untuk berinvestasi dalam kerangka pembangunan remaja perempuan (adolescent girls’ development frameworks).

Sebuah pedoman tentang langkah strategis yang dapat dilakukan negara untuk memastikan prioritas utama isu teridentifikasi, teralokasinya sumber daya investasi dengan benar, dan penilaian kemajuan ditinjau dengan baik menggunakan indikator statistik nasional. (wi)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini