wanitaindonesia.co – Kim Seon Ho adalah pelaku kekerasan seksual, stop melakukan normalisasi kekerasan seksual pada selebritas.
Awal pekan ini, halaman media sosial kami dipenuhi dengan foto-foto artis Korea, Kim Seon Ho, setelah seorang korban bercerita ke publik tentang pemaksaan aborsi dan sikap manipulatif yang dilakukan oleh Kim Seon Ho.
Sebagaimana dikutip Soompi, korban merupakan mantan pacar dari Seon Ho. Saat Ia sedang hamil anak dari aktor Kim Seon Ho, korban dipaksa untuk melakukan aborsi.
Seon Ho juga memanipulasi korban dengan mengatakan bahwa, apabila Ia memiliki anak, maka Ia akan terkena denda 900 juta won dan Ia tidak memiliki uang sebanyak itu.
“Ia membuatku melakukan aborsi dan membuat janji palsu akan menikahiku. Ia memanipulasiku dengan mengatakan bahwa kehamilan itu akan berpengaruh pada pekerjaan dan proyek yang sedang Ia kerjakan karena Ia adalah seorang bintang. Saya mengalami trauma psikologis dan fisik karena itu,” ujar korban sebagaimana dikutip Soompi.
Korban mengatakan, sebelumnya Ia dijanjikan akan dinikahi dua tahun lagi dan dijanjikan akan tinggal bersama tahun depan. Namun, Kim Seon Ho justru memutuskan korban lewat telepon dengan alasan karena ada media entertainment yang memergoki mereka pacaran, dan itu bahaya bagi karirnya sebagai artis.
Kabar ini mengejutkan semua orang, tak terkecuali warganet di Indonesia, sebab pemeran utama Hometown Cha Cha Cha ini sedang melejit popularitasnya.
Salah satu penggemar K-pop, Naila Rizki Zakiah, 29 tahun, mengatakan bahwa Ia sakit hati terhadap perbuatan Kim Seon Ho terhadap mantan pacarnya. Sebelum penyintas bicara di publik, Naila merupakan salah satu penggemar dari Kim Seon Ho.
“Aku sakit hati banget sih ya karena persona dari Kim Seon Ho ini terbangun secara baik dan sempurna. Di dalam drama maupun variety show atau reality show, persona dari Kim Seon Ho terlihat sempurna. Sayangnya persona yang sempurna ini membuat para penggemar kemudian jadi denial dan permisif terhadap perilaku kekerasan seksual yang dilakukan oleh Kim Seon Ho,” ujar Naila kepada Konde.co.
Naila menyayangkan sikap standar ganda dari para penggemar Kim Seon Ho yang menormalisasi kekerasan seksual. Fenomena ini, kata Naila, seringkali terjadi pada figur publik, tak hanya mereka yang memiliki persona baik, tapi juga kepada selebritas yang sering melontarkan bercandaan seksis.
Naila pun geram dengan warganet yang justru menuduh “korban hanya ingin menjatuhkan reputasi Kim Seon Ho yang sedang naik daun”. Seharusnya publik sadar bahwa korban berhak bercerita kapan saja: saat Ia mengalami langsung kekerasan seksual, atau memilih untuk memproses traumanya terlebih dahulu, atau dalam situasi apapun.
“Kronologi ini jelas dimana korban menahan untuk tidak menghancurkan reputasi. Kejadian tahun 2020, tahun lalu kan pelaku sedang naik lewat Start Up. Korban bahkan menunda itu, tidak bercerita ke siapapun. Korban melakukan aborsi karena dimanipulasi dengan alasan pinalti, karir. Jadi korban ini sudah merelakan diri. Bayangkan perasaan seorang korban yang melihat peran pelaku di Hometown Cha Cha Cha. Pelaku terlihat sempurna di drama tersebut saat membahas isu perempuan: membela korban kekerasan seksual, membela hak-hak perempuan. Namun di dunia nyata, ada korban kekerasan dari pelaku,” ujar Naila.
Dalam kasus kekerasan seksual yang menimpa Seon Ho, Naila juga melihat bahwa masyarakat masih melakukan dobel standar terhadap kasus kekerasan seksual.
“Kalau perempuan yang melakukan aborsi, masyarakat pasti menghujat habis-habisan. Tapi ketika perempuan dipaksa melakukan aborsi oleh pasangannya, masyarakat malah melakukan glorifikasi. Padahal pemaksaan aborsi adalah kekerasan seksual,” tambahnya.
“Ada dua pernyataan dari dua orang kawanku yang terlebih dahulu menyukai Kpop, mereka adalah manusia biasa dan bukanlah dewa,” ujar Gloria Fransisca, 29 tahun, jurnalis sekaligus penyuka K-pop. Hal ini, kata Gloria, bisa menjadi pengingat bagi para penggemar selebritis yang masih menormalisasi kekerasan seksual yang dilakukan oleh idolanya.
Sebagai seorang penggemar Kpop, baik penggemar drama maupun musik, Gloria menyadari bahwa seorang idola Kpop adalah pekerja yang juga terikat kontrak dengan agensi. Artinya, persona yang ditampilkan di luar oleh seorang idola belum tentu menggambarkan kepribadian aslinya.
“Sebagai penggemar Kpop, aku mencoba berefleksi bahwa para selebritis adalah orang-orang yang terikat kontrak dengan agensi sehingga persona yang mereka tampilkan di publik, dalam kasus ini Kim Seon Ho, yang selama ini ditampilkan sebagai anak baik, belum tentu menggambarkan kepribadian aslinya,” ujar Gloria.
Gloria pun menyayangkan para penggemar yang denial terhadap perilaku kekerasan seksual yang dilakukan oleh Kim Seon Ho. Hal ini tak jauh dari kultur patriarki yang terbentuk di masyarakat. Alih-alih membela korban, warganet pun tak sedikit yang justru melakukan doxing terhadap korban, bahkan identitas korban juga dibuka oleh media, tak terkecuali media di Indonesia.
“Please lah, berempatilah pada korban. Coba kita lihat dari posisi korban. Tidak perlu denial bahwa idola kita adalah pelaku kekerasan seksual. Kalau kita denial, kita akan jadi susah untuk memberantas kekerasan seksual,” kata Gloria.
“Bagi korban, bercerita itu bukanlah hal yang mudah. Dalam banyak kasus, bicara ke publik adalah jalah terakhir yang dipilih oleh korban karena dia sudah tidak tahu mau berbuat apa. Korban sudah meminta pelaku untuk bertanggung jawab, tapi tidak bisa. Kita harusnya berempati kepada korban karena sudah mau mengungkap cerita itu ke publik. Korban pasti sadar akan risikonya bahwa akan ada pihak yang menyalahkan dia. Jadi bukan korban yang menghancurkan karir pelaku. Coba bayangkan kalau korban sudah mengungkap sejak dulu, bisa jadi dia tidak ada di puncak kesuksesan seperti ini,” kata Naila.
Apabila kamu memiliki artis idola, ada beberapa hal yang bisa menjadi bahan refleksi kita ketika tahu idolamu melakukan kekerasan seksual:
- Pikirkan Posisi Korban
Apabila kamu memikirkan karir pelaku yang hancur, bayangkan posisi korban. Bagaimana kerugian yang ditanggung oleh korban? Bagaimana dengan trauma korban? Bagaimana perasaan korban ketika melihat wajah pelaku kekerasan itu muncul di layar kaca, baliho jalan, atau bersliweran di media sosial?
- Jangan Normalisasi Perbuatan Pelaku
Di belahan dunia manapun, kekerasan seksual adalah kejahatan yang harus diperangi bersama. Jika kamu menormalisasi perbuatan pelaku, siapapun dia, maka kamu juga turut menjadi pelaku kekerasan. Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Apakah menurutmu korban kekerasan seksual lebih baik diam saja?
- Stop Mengidolakan Orang Yang Tak Bertanggungjawab
Apakah kamu tetap mau mengidolakan orang yang tidak bertanggung jawab?