wanitaindonesia.co – Dari ajang Indonesian Women’s Forum (IWF) 2021 pada akhir September lalu, masterclass yang ditunggu-tunggu oleh para wanita wirausaha adalah tentang Cash Flow Management for Online Business. Bertindak sebagai host adalah Tenik Hartono, PJ Editor In Chief Ayahbunda – Parenting Indonesia. Dalam kesempatan ini, hadir dua pembicara pebisnis sukses yang berbagi tentang pengalaman mereka, yakni Cempaka Asriani, Co-Founder & CEO SARE Studio dan Sylvia Surya, CEO Kopi Soe & COO Menantea. Selain itu, hadir pula, Stephany Sokendar, Inbound Sales Lead Xendit, yang turut berpartisipasi dalam ajang IWF dan Rista Zwestika Reni, S.SOS. AWP CFP, Co-Head of Advisory finansialku.com yang berbagi ilmu dan tip tentang keuangan bisnis dan cash flow.
Cash flow di Masa Pandemi
Sejak masa pandemi, tren bisnis mengarah ke digitalisasi. Hal ini terlihat dari kenaikan nilai transaksi perdagangan online di tahun lalu yang menembus angka Rp253 triliun. Belanja online telah mengubah perilaku konsumen. Dari sisi pembayaran pun bergeser ke arah cashless. Sesi ini juga mengupas tentang pandangan para wirausaha melihat perubahan ini dan bagaimana mereka mengelola keuangan bisnisnya, terutama arus cashflow.
Meluasnya platform digital dilihat sebagai peluang oleh Sylvia Surya, yang mulai membuka kedai Kopi Soe sejak 2018. Dimulai dari 2 outlet di Menteng, sekarang Kopi Soe sudah tersebar lebih dari 200 outlet. Badai pandemi dirasakan cukup berdampak, terutama untuk kedai yang berlokasi di area-area perkantoran. Efisiensi dalam hal operasional menjadi salah satu hal penting yang harus dilakukan agar bisnis bisa tetap survive di masa sulit.
Hal berbeda diungkap oleh Cempaka. Di masa pandemi, tingkat permintaan justru naik. SARE Studio bisa dibilang label fashion rumahan pertama, yang sudah muncul di pasaran jauh sebelum era work from home (WFH), yakni 2015. “Sekarang, orang makin sadar akan pentingnya punya baju rumah berkualitas dan nyaman,” ungkap pendiri label yang pernah menyabet penghargaan Fashion Force Awards dari JFW 2021.
Cempaka menambahkan, naiknya permintaan ini berefek pada tingkat kompetisi. Tiba-tiba ia menghadapi menjamurnya kompetitor. Sedangkan, di tahun kedua pandemi, tantangan datang dari vendor yang aktivitasnya terganggu selama terjadi peningkatan penyebaran COVID-19.
Apa tip Cempaka dalam mengelola cashflow Sare Studio? Agar cashflow tetap tinggi, Cempaka mengoptimalkan berbagai cara penjualan. Ia juga memberlakukan skala prioritas pengeluaran yang ketat. “Dana tunai menjadi sangat vital, karena untuk kebutuhan yang sifatnya darurat,” kata Cempaka.
Selain itu, ada saran menarik dari Cempaka, dana tunai ini bisa dimanfaatkan untuk memenangkan kompetisi bisnis. Masa pandemi ini tidak hanya sekadar bertahan hidup, tapi juga kesempatan untuk ekspansi. “Saat situasi ekonomi kurang bergairah, harga-harga komoditas turun, kami manfaatkan untuk belanja kain dan menyetoknya.”
Pandemi bukan halangan bagi bisnis untuk berekspansi. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan adalah dengan scale up. Mengenai hal ini, Sylvia memaparkan, sebelumnya kita harus tahu seberapa tingkat kemudahan produk untuk diaplikasikan dari satu outlet ke outlet lain.
“Kopi, misalnya, apakah SOP pembuatannya gampang untuk diduplikasi ke mitra lain. Lalu, perlu dilihat juga bahan baku. Bagaimana kita bisa menciptakan satu minuman dari bahan baku yang standarnya sama, untuk menjaga benang merah dari satu gerai ke gerai lain tidak beda rasa. Ketiga, perlu dilihat distribusi. Apakah bahan baku tersebut bisa dikirim ke daerah-daerah lain, apakah kita bisa memastikan bahan baku ini sampai ke tangan mitra dengan selamat,” jelas Sylvia, yang mengambil contoh dari scale up Kopi Soe.
Jeli Menghitung Cash Flow
Bagi wirausaha, menurut perencana keuangan Rizta Swestika, masa 1-3 tahun pertama adalah masa yang berat. “Jangankan berkembang, bertahan saja sudah syukur. Kalau keuangan tidak diatur dari awal, boro-boro bisa menghasilkan keuntungan. Begitu juga, ketika bisnis sudah maju, jika tidak dibarengi kematangan keuangan yang tepat, kita tidak pernah tahu bagaimana besok.”
Rizta juga menyoroti, masih banyak kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan wirausaha. Di antaranya, masih sering mencampur antara keuangan pribadi dengan keuangan bisnis. Kesalahan lain adalah masih banyak pebisnis yang tidak punya pencatatan dan laporan keuangan yang jelas. Padahal kedua hal ini adalah syarat penting untuk mengetahui posisi cash flow bisnis.
Rizta memberi saran, seorang pebisnis harus bisa memperkirakan berapa uang masuk, uang keluar, utang, dan modal. “Misalnya, di bisnis kuliner, jika suatu produk makanan kadaluwarsa dan tidak laku, berapa banyak modal yang hilang?,” jelas Rizta. Dengan pencatatan yang rapi, pebisnis bisa menghitung berapa dana darurat yang ia butuhkan dan strategi apa yang harus dilakukan untuk memaksimalkan penjualan saat cash flow menipis.
Teknologi Yang Memudahkan
Kehadiran teknologi dalam hal pembayaran perlu dioptimalkan. Salah satunya Xendit, platform gerbang pembayaran yang lengkap. Ke depannya, UMKM akan semakin merambah platform online.
“Adaptasi menjadi suatu kemampuan penting untuk bertahan di bisnis,” jelas Stephany Sokendar, Inbound Sales Lead Xendit. Xendit sendiri memiliki sistem yang terintegrasi, antara pembayaran online dengan invoice. Xendit juga mendukung semua pembayaran digital.
Era sekarang tak perlu lagi ribet dengan pembukuan manual untuk membuat laporan keuangan yang rapi. Hal ini bisa disiasati dengan mengadopsi teknologi pembayaran semacam ini, tentunya akan sangat memudahkan para pebisnis memantau posisi cash flow mereka.
Saat ini Xendit memiliki program menarik dengan memberikan pembebasan biaya transaksi selama satu tahun untuk penggunaan aplikasi payment gateway dari Xendit bagi UKM yang telah memenuhi persyaratan dan diverifikasi oleh tim Xendit. Aplikasi Xendit dapat diunduh secara gratis melalui playstore dan app store. (f)