Kelola Emosi dengan Meditasi untuk Kesehatan Mental di Era Hybrid Working

Kelola Emosi dengan Meditasi untuk Kesehatan Mental di Era Hybrid Working

wanitaindonesia.coKita semua pasti familiar dengan situasi di mana emosi kita tiba-tiba sulit dikendalikan. Dalam hal ini emosi negatif yang menguasai dan membajak otak rasional. Rasa ingin marah, kecewa, sedih, kesal, stres, sampai kelewat batas. Akibatnya? Bisa runyam. Berpengaruh ke pekerjaan, relasi dengan rekan kerja sampai klien bisa terganggu. Situasi ini bisa merusak reputasi profesional dan produktivitas Anda. Masalah emosi juga sangat bisa mengganggu kehidupan pribadi. Emosi negatif memengaruhi orang lain secara negatif. 

Sejak pandemi dan mulai diberlakukan Work From Home (WFH), praktis aktivitas seluruh anggota keluarga terpusat di rumah. Suami sibuk dengan meetingnya, anak juga berkutat dengan sekolah Pertemuan Jarak Jauh (PJJ). Pandemi ini memicu semua emosi negatif bermunculan dan rentan saling bergesekan. Pun saat ini, ketika kantor dan sekolah mulai menerapkan hybrid working, kombinasi online dan offline, membawa permasalahan baru.

Masterclass ketiga di hari pertama Indonesian Women’s Forum (IWF) 2021, Senin 27 September, dengan judul Hybrid Working & Wellbeing menyoroti tentang wellbeing di era hybrid working. Dibawakan oleh Silvia Basuki, Managing Director & in-House Practitioner The Golden Space Indonesia, sebuah lembaga pusat meditasi yang menawarkan program pertumbuhan dan transformasi pribadi, serta penyembuhan holistik yang berpusat di Singapura.

Indonesian Women's Forum 2021
Silvia Basuki, Managing Director & in-House Practitioner The Golden Space Indonesia,
pembicara di Masterclass: Hybrid Working & Wellbeing Indonesian Women’s Forum 2021, Senin 27 September 2021.

Dinamika Work From Home

Dalam pekerjaan, tantangan adalah menu sehari-hari. Bergulat dari satu meeting ke meeting lain, berjibaku dengan deadline, permintaan tiada akhir dari atasan maupun klien, belum lagi perubahan yang terjadi di pasar atau dalam industri yang kita tekuni, yang menuntut kita memeras otak lebih keras. Dalam situasi sulit, mengelola emosi menjadi sebuah skill yang perlu dikuasai. Tidak peduli apa pun situasinya, kita perlu belajar mengelola bagaimana sebaiknya kita bereaksi terhadap tekanan yang datang dari luar kita.

Mengelola, menurut Silvia, bukan berarti memendam. “Kita masing-masing pasti mempunyai emosi-emosi yang berkaitan dengan emosi negatif. Entah itu amarah, kesedihan, kekesalan. Saking menyakitkan, bagi sebagian orang tidak mau menghadapi. Ada yang mungkin berpendapat, “Ah, lebih baik saya umpetin saja” Lalu berharap emosi-emosi tersebut tidak perlu muncul lagi ke depannya,” ujar Silvia. Selama WFH, kita semua pasti pernah mengalami ketidakseimbangan. Tekanan itu menumpuk dan makin ditambah lagi tekanan menghadapi anak dan pasangan dengan masalahnya masing-masing. Bukan tidak mungkin, stres karena pekerjaan yang akhirnya muncul, imbasnya ke anak dan pasangan. Dan sebaliknya, konflik dengan pasangan, imbasnya ke pekerjaan. “Emosi yang dirasakan jadi lebih intens, seakan kita dipaksa untuk menghadapi semua problem yang bermunculan ini.”

Silvia mengajak para peserta untuk mengajukan pertanyaan buat diri sendiri, “Kenapa sih saya  marah-marah dengan suami?” “Mungkinkah karena masalah kantor atau ketidakcocokan dengan kolega, lalu suami kena imbas?” “Apa sih masalahnya dengan kolega atau atasan?” Silvia mengajak semua berefleksi, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari situasi konflik tersebut.

Menurut Silvia, kebimbangan dan kegalauan seringkali muncul karena kita abai untuk mendengarkan isi hati kita.  “Masih banyak konflik di hati kita, sehingga kita tidak berani mengambil keputusan.”

Periksa Relasi dengan Orang Tua

Hal yang menarik, Silvia mengemukakan, konflik-konflik dan ketidakseimbangan tersebut, jika dicari akar masalahnya, ada hubungannya dengan dinamika relasi kita dengan orang tua kita. Jika relasi kita bermasalah, tanpa sadar kita memproyeksikan emosi-emosi terpendam kita pada orang lain. “Your outer world = your inner world. Apa pun yang terjadi di luar hidupmu adalah refleksi dari dalam dirimu.  Hati kita seperti magnet yang menarik pengalaman-pengalaman hidup,” tutur Silvia.

Untuk mewujudkan kesuksesan, tip dari Silvia, dimulai dari menata diri, mulai dari rumah. “Jika ingin hidup Anda berubah, sekarang juga, mulai dari transformasi diri Anda sendiri,” saran Silvia.

Ia menambahkan, pentingya memperbaiki dinamika relasi kita dengan orang tua. “Mendapatkan blessing dari orang tua untuk menjadi diri Anda apa adanya, akan membantu melancarkan aliran energi, untuk cinta kasih kepada diri kita sendiri,” tuturnya.

Di akhir sesi, Silvia mengajak seluruh peserta Masterclass untuk bermeditasi bersama-sama selama sekitar 10 menit. Meditasi bisa dilakukan dalam posisi duduk bersila maupun di kursi.

“Bukalah hatimu untuk bisa menerima cinta, terkadang kita selalu memberi tiada hentinya dan tiada habisnya. Ketahuilah, bahwa itu semua sudah lebih dari cukup. Apa pun yang engkau berikan kepada keluarga, suami, anak, kamu sudah berikan yang terbaik. Dan juga ini adalah saatnya buat dirimu untuk berterima kasih kepada orangtuamu,” tutur Silvia, dengan suara melantun lembut, mengantarkan sesi meditasi sore itu.

Menuju Transformasi Diri

Silvia mengemukakan beberapa tip penting yang perlu diketahui agar kita menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bahagia. Antara lain:

  1. Lakukan dengan konsisten. Transformasi tidak bisa terjadi secara instan. Tekuni keheningan untuk menyelami isi hati kita secara konsisten.
  2. Saat bermeditasi, apa pun perasaan-perasaan yang muncul, sadari dan perhatikan. Kesadaran atas emosi yang bermunculan di hati adalah langkah pertama.
  3. Refleksikan, kenapa ini terjadi? Kenapa saya marah, kecewa?
  4. Kalau sudah menyadari, baru kita proses emosinya.
  5. Coba diingat kembali bagaimana relasi kita dengan orang tua. Adakah perasaan marah atau kecewa pada orang tua? Apakah kita sudah memaafkan orang tua? (f)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini