Interprestasi Penenun Perempuan Pada Tenun Cantik Bumi Ende

Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Irina tampil memikat mengenakan tenun Ende pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2022. (Foto : Istimewa.)

WanitaIndonesia.co, Ende – Flores, kain tenun merupakan wastra adati Indonesia yang banyak diburu kolektor luar negeri.

Masyarakat luar menghargainya lebih dari sekadar peruntukkan, muncul apresiasi dengan menjadikan kain tenun Indonesia sebagai maha karya nan rupawan.
Eropa, Jepang dan yang kekinian Timur Tengah menjadikannya sebagai wastra yang wajib dimiliki!

Magnet tenun hadir dari keindahan warna dan motif, serta proses pembuatan yang mengandalkan ketrampilan tangan dari proses produksi hulu ke hilir. Bagi kolektor, filosofi dan doa yang disertakan dalam proses pembuatan menjadi kian berharga.
Walau kurang diapreasi oleh masyarakat Indonesia, aura keindahan tenun tak tertandingi oleh ragam tekstil modern.

Kala seorang teman desainer mengenakannya sebagai sarung dengan atasan busana polos berwarna netral, ambience yang tadinya semarak dengan warna-warni tekstil modern, langsung kalah pamor. Magnetnya bermuara ke tenun Ende yang merupakan collectible items teman tersebut.
Tenun Ende merupakan bagian dari tradisi yang berakar kuat dalam kehidupan masyarakatnya. Dikenakan dalam keseharian, menjadi status simbol pada saat ibadah dan upacara adat. Masyarakatnya akan mengenakan koleksi kain terbaik miliknya!

Tenun Ende otentik hanya mengenal dua warna dasar terracotta (merah bata) dan cokelat, dengan dasar kain keduanya bewarna hitam. Warna terracotta paling digemari masyarakat karena elegan dan cantik.
Kedua warna ini yang menjadi ciri khas tenun Desa Onelako, serta kota Ende keseluruhan. Ciri lain hadir dari penggunaan satu jenis motif di tengah-tengah kain.

Motif flora dan fauna populer diantaranya jara nggaja (kuda dan gajah), serta motif tanaman atau pohon sukun. Motif pohon sukun merupakan motif ikonik kebanggaan masyarakat Ende.
Terinspirasi oleh kebiasaan Soekarno yang menyenangi duduk berteduh di bawahnya, merenung sambil mencari inspirasi. Di sinilah sang Putra Sang Fajar berhasilkan merumuskan konsep ke lima sila Pancasila!

Selain pesona alam yang memikat, wisatawan yang berkunjung ke Pulau Ende banyak yang berburu kain-kain tenun cantik di sentra pengrajin tenun ikat tradisional di Desa Onelaho, Ndona binaan Pemda.
Symponi alam berpadu dengan bunyi peralatan tenun senantiasa mewarnai hari dan aktivitas masyarakat Desa Onelako. Menyempurnakan keindahan desa, ragam motif dan warna tenun eksotis karya pengrajin wanita digantung di teras dan halaman rumah. Cantik memikat dengan aroma harum alami kain bepewarna alam.

Sebagian akan dikenakan sebagai sarung pengrajin. Kaum wanita Onelako akan menenun setelah menyelesaikan tugas utama mereka, bercocok tanam dan mengurus rumah tangga. Mereka perempuan tangguh, ibu, pencari nafkah, sekaligus penjaga budaya!
Aspek eco produk diantaranya hadir dari penggunaan ragam pewarna alami, yang berasal dari bagian tanaman seperti akar, umbi, kulit kayu, buah dan daun yang telah diekstrak.

Selembar kain ukuran sarung dihargai mulai dari Rp. 1.500.000,- hingga ratusan juta untuk kategori tenun Ende antik original. Ada pula masker, syal, dompet, sling bag, gantungan kunci berbahan tenun. Harganya jauh lebih murah, berkisar puluhan ribu rupiah saja.
Saat bertransaksi, harap tidak menjadi pembeli dengan julukan “raja tega’. Tawar sewajarnya, mengingat proses pembuatan dari awal, hingga menjelma menjadi selembar wastra cantik butuh waktu dan skills mumpuni!

Seandainya Anda tidak jadi membeli setelah puas berinteraksi dengan pengrajin, berilah tips secukupnya sebagai bentuk apresiasi, agar para Mama pengrajin di Desa Onelako tetap bersemangat menjadi penjaga budaya. (RP).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini