Site icon Wanita Indonesia

Ini 5 Alasan yang Buat Wanita Indonesia Merasa Insecure

Seorang wanita yang merasa insecure. (Foto: Dok Freepik)

WANITAINDONESIA.CO – Di sebuah salon kecil, Fira (29) sebut saja begitu, tampak menatap cermin cukup lama setelah rambutnya selesai ditata. Dia merasa tidak percaya diri alias insecure dengan penampilan barunya.

Cerita Fira hanyalah sebagian kasus dari sekian banyak kisah wanita Indonesia yang diam-diam berjuang melawan rasa insecure mereka.

Fenomena insecure dengan penampilanya ini semakin nyata “menghantui” para wanita Indonesia di era digital. Hal ini karena standar kecantikan, pencapaian hidup, bahkan gaya sehari-hari seolah punya “patokan ideal” yang sulit digapai.

Lantas, apa saja yang membuat banyak wanita Indonesia merasa insecure? Berikut lima alasannya.

 

1. Standar Kecantikan yang Tak Realistis

Iklan-iklan yang bermunculan di televisi dan media sosial, drama Korea, hingga penampilan para influencer kecantikam di media sosial yang menampilkan sosok perempuan dengan kulit putih mulus, tubuh ramping, dan wajah tirus.

Gambaran itu begitu melekat hingga banyak wanita Indonesia merasa penampilannya jadi kurang ideal hanya karena berbeda dari standar tersebut.

Padahal, patokan sebuah kecantikan tidaklah tunggal. Wanita Papua dengan kulit gelap, perempuan Jawa dengan rambut hitam legam, atau perempuan Minang dengan bentuk wajah tegas—semuanya memiliki pesona unik.

Namun, standar yang dibentuk industri kecantikan kerap membuat wanita Indonesia merasa kurang, meski sejatinya cantik dengan caranya sendiri.

 

2. Tekanan dari Media Sosial

Tak bisa dipungkiri, media sosial adalah ruang perbandingan yang tiada habisnya. Dalam lima menit scrolling Instagram atau TikTok, kita disuguhi kehidupan orang lain yang tampak sempurna: wajah glowing, liburan ke luar negeri, hingga karier yang cemerlang.

Scrolling lima menit saja sudah bisa membuat kau Hawa minder seharian. Apalagi jika dia sering membandingkan kehidupannya dengan konten teman-teman sebaya di medsos.

Padahal, yang ditampilkan di media sosial sering kali hanya potongan terbaik, bukan keseluruhan dari kehidupan nyata.

Fenomena ini membuat banyak wanita terjebak pada rasa tidak cukup—tidak cukup cantik, tidak cukup sukses, atau tidak cukup bahagia.

3. Peran Ganda

Wanita Indonesia kerap berada dalam posisi serba tuntutan. Mereka diharapkan sukses berkarier, tapi juga dituntut mengurus rumah tangga dan anak dengan sempurna.

Kombinasi ini sering membuat mereka kelelahan fisik maupun mental. Karena gagal menyeimbangkan dua peran tersebut, rasa bersalah dan insecure pun muncul.

“Saya merasa nggak mampu jadi ibu yang baik karena sibuk kerja, tapi kalau berhenti kerja, saya khawatir dianggap tidak produktif,” keluh kesah seorang ibu yang kerap kita.

Tekanan semacam ini sering kali tidak dialami pria dalam kadar yang sama, sehingga wanita merasa harus selalu membuktikan diri.

4. Persaingan di Dunia Kerja

Meski kesetaraan gender semakin digaungkan di berbagai tempat, namun diskriminasi masih terasa di dunia kerja.

Wanita sering dianggap kurang mampu memimpin atau tidak sekompeten rekan pria. Akibatnya, mereka merasa perlu untuk mendapatkan pengakuan.

Rasa insecure juga muncul ketika pencapaian mereka dipandang remeh. Seorang karyawan perempuan di perusahaan multinasional bercerita kurang mendapat apresiasi meski dirinya berhasil membawa klien besar.

Situasi seperti ini tidak hanya melemahkan rasa percaya diri, tapi juga membuat wanita merasa posisinya selalu rapuh.

 

5. Komentar dari Lingkungan

Pertanyaan yang terdengar sepele sering kali menjadi sumber luka batin. “Kok belum menikah?”, “Kapan punya anak?”, atau “Kapan naik jabatan?” adalah kalimat yang akrab didengar wanita Indonesia di berbagai kesempatan.

Komentar ini seolah menetapkan tolak ukur kebahagiaan yang seragam, padahal setiap orang punya jalan hidup berbeda. Tekanan dari keluarga atau lingkungan sosial membuat banyak wanita merasa tertinggal dibandingkan teman sebaya, sehingga muncul rasa minder dan tidak percaya diri.

Menurut psikolog klinis Ratna Dewi, M.Psi.dalam beberapa kesempatan menyatakan insecure adalah hal wajar dan dialami setiap orang, namun bisa menjadi masalah jika terus dibiarkan.

“Kuncinya adalah mengenali pemicu, lalu melatih self-compassion. Fokus pada kelebihan diri dan berhenti membandingkan secara berlebihan,” ujarnya.

Selain itu, dukungan dari lingkungan sekitar juga penting. Teman yang suportif, pasangan yang menghargai, serta keluarga yang menerima bisa menjadi penopang utama.

Insecure adalah bagian dari perjalanan hidup yang dialami banyak wanita Indonesia. Namun, penting diingat bahwa setiap individu memiliki keunikan dan nilai tersendiri.

Kecantikan tidak melulu soal kulit putih, kebahagiaan tidak hanya diukur dari status pernikahan, dan kesuksesan tidak harus sama dengan orang lain.

Mungkin, cara terbaik menghadapi insecure adalah dengan menyadari bahwa kita semua punya perjalanan berbeda. Seperti kata pepatah Jawa, urip iku sawang-sinawang—hidup hanyalah soal sudut pandang. Jika sudut pandang kita lebih penuh syukur, rasa insecure perlahan akan tergantikan oleh rasa percaya diri.(twb)

Exit mobile version