WanitaIndonesia.co, Jakarta – Walau sering diartikan kasih anak hanya sepenggalan jalan dibandingkan kasih ibu,
namun Ressa membuktikan kekuatan hubungan batin antara dirinya dengan ibunda tercinta “Yulla Heri Burhania.”
Ibu baginya adalah jiwa yang kekal, yang membuatnya hidup, serta memiliki asa.
Namun kepergian ibunda tercinta yang dirasakan begitu cepat, membuatnya kian terpuruk. Ressa mengenang kembali saat dulu waktu bersama, beragam memori indah, maupun getir menjadi bingkai jalan hidupnya. Tak mudah untuk diceritakan kembali di saluran YouTube Densu karena akan mengulang kembali kepedihan dari jiwa, serta hatinya yang merapuh.
“Saat mama divonis kanker oleh seorang dokter, aku ingat perkataan dokter yang sangat menyakitkan hatiku.
Ibumu terkena kanker, punya uang berapa kamu?
Kemudian dengan nada bicara yang sinis dia melanjutkan, “kanker ibumu sudah stadium 4B, paling lama umurnya hanya 3 bulan lagi!
Ya Allah, kalimat tersebut diucapkan telak di depan aku dan mamaku. Sungguh tak berperasaan, “sesal Ressa.
“Sebagai anak yang mendapat limpahan kasih sayang, tentu saja aku kesal sekali. Aku marah, muak gegara ucapan tak santun oknum dokter tersebut. Namun aku bersabar, demi menjaga perasaan mamaku yang kondisi sakitnya kian parah.
Beda urusan kalau hanya ada aku dan oknum dokter tersebut, “ujar Ressa kesal.
“Sebagai anak, apapun akan aku lakukan untuk membantu mengobati penyakit mamaku. Tentunya aku ingin beliau sembuh dan sehat seperti sediakala, walau itu terasa sangat sulit.
Apapun akan aku lakukan, agar bisa mendapatkan uang banyak untuk biaya pengobatan. Namun saat mama sakit
keadaan serba sulit, aku tak memperoleh pekerjaan, maupun job karena terjadi di awal pandemi Covid-19, “kata Ressa.
Awalnya Ressa berobat dengan memanfaatkan BPJS, namun karena menunggak iuran, keanggotaannya dibekukan. Harusnya mamaku menjalani kemoterapi yang kesekian, akhirnya
dengan berat hati aku ajak mama untuk melanjutkan pengobatan ke alternatif.
“Faktor ekonomi jugalah yang membuatku harus meninggalkan mama saat dalam kondisi parah karena mendapat pekerjaan di Batam, “jelas Ressa terisak.
“Dalam kondisi sulit, aku tetap memegang teguh janjiku ke mama agar tak sedikitpun menjual kesedihan dan air mata dengan meminta-minta. Apalagi sampai harus menggalang donasi. Aku tak suka dikasihani, namun lebih menghargai, jika diberi pekerjaan, ” cetus Ressa.
Sebelum wafat, dalam keadaan sakit jelang hari-hari terakhir hidup beliau, mama senantiasa menanyakan progres pekerjaanku. “Mas (panggilan anak laki-laki dalam bahasa Jawa) sedang mengerjakan proyek apa? Kapan mas nyanyi di tv kembali? Sudah sampai di mana progresnya, serta ikhwal lain yang berhubungan dengan pekerjaanku, “cerita Ressa.
“Soal pekerjaan, mama lah yang paling tahu dan detil karena saat berkarir, hingga terakhir sebelum peristiwa kelam itu terjadi, beliau yang mengurus keperluanku. Dari masalah kostum, mengatur jadwal latihan, rekaman, hingga saat show. Juga mengingatkan saat waktu makan, beliau memberikan makanan favoritku. Pun beliau telah mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk mendukungku, “kenang Ressa kelu.
Kasih Putih Melalui Goresan
Hidup dirasakan kian tak adil saat mamanya berpulang, Ressa tak bisa membersamainya. Saat menjelang ajal, mama menantiku datang. Karena merasa waktunya tak lama, beliau meminta secarik kertas dan pulpen ke adikku yang menjaganya.
Mama bilang mau menulis pesan buat aku. Setelah melakukan keinginannya tersebut, mama wafat pada hari Selasa, (30/8/2022). Beliau menyusul papaku yang telah mendahului pergi, “ujar Ressa kelu.
Sulit dibayangkan perasaan Ressa harus kehilangan kedua orang yang dicintai, saat mereka sedang dalam kondisi terpuruk.
“Harusnya aku ikut mendampingi mama, menemaninya saat sakaratul maut. Menuntun beliau mengucapkan kalimat syahadat.
Mengangkat jenazah mama, memakamkan, serta mengazankan beliau sebagai bakti dan cinta seorang anak ke ibu, “pilu Ressa.
Ressa terkendala pulang karena tidak adanya penerbangan pada waktu itu.
Pada perpisahan terakhir, aku hanya bisa menangis, memanggil mamaku lirih saat menyaksikan tahapan fardu kifayah melalui live instagram.
Raut wajah terlihat mama suram menyedihkan hati, terbujur pucat tak berseri. Terngiang kembali segala nasihat, pujian, candaan, serta perlakuan kasih sayang seorang ibu ke anaknya yang tak kenal lelah, letih, maupun berhenti untuk mengasuhku.
Wafatnya mama merupakan ujian hidup yang paling berat sepanjang hidupku. Napasku serasa retak, separuh jiwaku pergi karena cinta kekal antara aku dan mamaku.
“Setelah mamaku dikebumikan, aku melihat tulisan mama yang dibuat untukku. Tapi aku bingung tak mengerti, karena bentuknya menyerupai coretan tak beraturan. Namun aku merasa terharu, serta sesak karena jelang ajal, mama masih menunjukkan kasih sayangnya melalui pesan tersebut. Sampai kapan pun akan kusimpan baik-baik cindera mata mama untukku, “pungkas Ressa. (RP).