Hikmah Kepergian Dua Selebram Beda Generasi ‘Mbah Minto Suwito Siyam dan Edelenyi Laura Anna’

Foto: Ig ucup _jbsklaten Foto: Ig edlnlaura

wanitaindonesia.co – Jelang tutup tahun 2021 ke 2022 masyarakat Indonesia dikejutkan dengan wafatnya dua selegram lintas generasi.
Keduanya meninggalkan kesan mendalam buat masyarakat, jalan hidup penuh liku telah memberi banyak pelajaran bagi yang ditinggalkan.

Tak ada yang tak mungkin, meski fisiknya lumpuh karena kecelakaan, Laura berusaha bangkit dan bekerja untuk memperjuangkan hidupnya dan keluarga. Ia mengaku sebagai tulang punggung keluarga.
Inspiratif, sekaligus mengharu biru. Menyiratkan hikmah dari sebuah kepergian yang diawali dengan asa.

Sementara Mbah Minto yang mewakili kalangan usia sepuh, menurut data terakhir kependudukan, kelompok lansia berjumlah 27,1 juta atau 11% dari total jumlah penduduk Indonesia mampu memberikan warna, serta semangat kaum lansia agar senantiasa berdaya.

Di masa pandemi Covid-19, Lansia menjadi kelompok berisiko tinggi terpapar virus, serta terdampak kesehatan mental. Selain berbagai permasalahan sebelumnya seperti merasa kesepian, menderita penyakit, serta mengalami penurunan kemampuan.

Berkat kasih sayang Gusti Allah, mbah Minto (85 tahun), masih dikaruniai fisik sehat, semangat hidup tinggi,
serta kemauan belajar memanfaatkan teknologi. Kolaborasi bersama mas Ucup Klaten lintas generasi mampu menghibur, sekaligus menginspirasi banyak orang.

Mas Ucup Klaten ( t- shirt merah) bersama team produksi.
Foto: Ig ucup_jbsklaten.

Banyak masyarakat terstigma akan usia muda yang identik dengan aura cantik, energik, kreatif, kaya, dan bahagia. Berbalik dengan tua yang dianggap kurang produktif, menarik,
sensitif, serta merepotkan.

Berkaca kepada perjalanan hidup Mbah Minto dan Laura Anna, kiranya menjadi contoh pembelajaran untuk Generasi Milenial dan Generasi Z, yang seharusnya memiliki cara pandang baru, akan peran mereka dalam menjalankan hidup yang bertanggung jawab, serta adab bergaul dengan lansia.

Jangan jumawa dengan popularitas dan kekayaan. Tapi harus lebih bijak dan berhati-hati ketika memutuskan hal terpenting yang menjadi bagian dari hidupnya.

Demikian halnya generasi senior atau mereka yang berusia lanjut, seharusnya lebih optimis dan bahagia menjalankan hidup merujuk pada kehidupan Mbah Minto.

Mbah Minto sangat beruntung, kehidupannya didukung oleh support system yang mumpuni. Uniknya, bukan berasal dari keturunannya langsung, melainkan sosok generasi milenial yang merupakan tetangga dekatnya.
Dalam keseharian simbah memiliki 4 anak, 15 cucu dan 4 buyut.

Melalui talenta berakting dalam parodi jawa ‘gagal mudik’ nama mbah Minto dan Ucup Klaten menjadi terkenal.

Indonesia patut berbangga memiliki sosok anak muda seperti Mas Ucup Klaten. Menjadi role model untuk generasi Milenial dan generasi Z yang kreatif memoles bakat Mbah Minto agar berkilau melalui karya-karyanya.

Foto: Ig ucup_jbsklaten

Perempuan lugu, bukan siapa-siapa yang dahulunya bertahan hidup dengan bekerja serabutan, berdomisili di Dusun Selorejo, Desa Krakitan, Bayat – Klaten bersinar menjadi selegram terkenal.

Sebelum wafat, masih banyak project iklan yang menanti akting jenaka simbah. Saya memiliki kenangan sewaktu menonton parodi gagal mudik setelah tayangan dibuat setahun lalu.

Ceritanya, Lebaran kemarin saya berkesempatan pulang mudik ke Pontianak. Dalam suasana Lebaran, saya ajak Mama yang sepuh menonton parodi Gagal Mudik. Walau tidak paham bahasa Jawa, Mama tersenyum, sayapun juga. Hingga diulang 3 kali Mama selalu tersenyum melihat tingkah jenaka Mbah Minto dan Mas Ucup Klaten. Padahal dalam keseharian, Mamaku itu jarang tersenyum lho!

Sejatinya menjadi sepuh dalam kondisi kekurangan sangat tidak menyenangkan. Dianggap sebagai generasi yang tidak mampu berkontribusi, lemah, tidak menarik, penyakitan, serta sejumlah persepsi lain yang sangat tidak elok. Apalagi hal tersebut sering digaungkan oleh pelaku industri hiburan tanah air.

Banyak sosok terkenal, yang dahulunya hidup dalam gelimang kemewahan, redup di usia senja dalam ke papaan, serta kesia-siaan.

Bukankah penyakit yang paling mematikan itu tidak dipedulikan, tidak dikasihi dan tidak diperhatikan?
Ini lebih kejam dan ganas dari sekedar virus ciptaan Allah. Tapi ia hadir karena ulah manusia. Sejatinya Allah adalah Zat yang Maha Rahim.

Ingatlah kalian yang selalu memandang sebelah mata sosok lansia, suatu saat nanti kalian akan menyusul menjadi sepuh. Tentu tidak menginginkan diperlakukan dengan tidak adil oleh orang-orang terdekat.

Berbanding terbalik dengan kisah tragis selegram Laura Anna. Ia harus pergi dalam usia muda, dengan kondisi fisik terpuruk, didera lumpuh usai kecelakaan hebat bersama orang terdekat.

Foto: Ig edlnlaura

Karirnya meredup, usia muda, kecantikan natural, terkenal, ternyata tak mampu membuat hidupnya bahagia, hanya salah memilih teman dekat.

Walau hadir support system dari keluarga terdekat, tapi berapa banyak seleb muda yang terjerumus pada pergaulan kelam? Sebut saja penggunaan napza, serta hal-hal lain yang kurang elok, yang sering
kita baca dan lihat di media.

Support system dari orang terdekat terasa kurang maksimal, manakala anak muda dengan penghasilan fantastis berperan sebagai tulang punggung keluarganya. Keluarga sungkan untuk memberikan pendampingan atau pembatasan, terutama dengan siapa dia bergaul dan di lingkungan seperti apa.

Laura Anna berjuang dengan dukungan support system orang terdekatnya.

Keluarga lebih melihat peran sosial, sejatinya jiwa muda itu masih labil akan godaan hal-hal negatif, yang setiap saat mampu menghancurkan karir gemilang mereka, serta orang-orang terdekat. Sudah banyak contohnya.

Beban kerja, persaingan sengit, bahkan tidak sehat antar sesama selebram, juga kesepian karena tidak punya teman dekat untuk curhat, mampu menjerumuskan mereka ke hal-hal negatif.

Dalam rangkaian ibadah jelang kremasi, terungkap sosok Lau, dimata keluarga dan sahabatnya merupakan pribadi terpuji, baik, ramah, bertanggung jawab dan sangat mengasihi orang-orang terdekatnya.
Namun sepertinya nasib baik belum berpihak kepada mendiang.

Pergi dengan menanggung kekecewaan, berjuang menuntut keadilan, didera penyakit, serta kepahitan hidup mendalam, sungguh menjadi akhir kehidupan yang mengharu biru. Kini cinta, harapan, serta kebencian telah berubah menjadi segumpal abu buat orang-orang yang mencintainya.

Berbeda dengan Mbah Minto yang diparengi Gusti Allah ketrampilan berakting, dan kehadiran Mas Ucup yang sudah dianggap sebagai cucunya. Mas Ucup mampu menemani mbah, memberi banyak warna indah dalam sisa hidupnya. Serta menjadikan beliau bersinar di penghujung usia. Mbah Minto menutup riwayat hidupnya dengan sangat indah karena berdaya dan didoakan banyak fans yang mencintainya.

Mas Ucup menjadi pribadi menyenangkan, memberi pengharapan untuk jiwa-jiwa lara seperti Mbah Minto yang populasinya cukup banyak di Pulau Jawa. Melalui karya, Mas Ucup menjadi pemersatu lintas generasi, di saat anak muda seusianya lebih asyik dengan gawai atau karirnya.

Mas Ucup dan Mbah Minto mampu menghadirkan kolaborasi apik atas pengharapan, serta kebahagiaan di saat krisis gegara pandemi.

Pemerintah sangat diuntungkan dengan kolaborasi Mas Ucup dan Mbah Minto, karena tidak perlu mengeluarkan budget besar seperti ketika harus menggunakan jasa influncer, guna mensosialisasikan sejumlah program yang berkaitan dengan penanganan Covid-19. Mbah Minto dan mas Ucup Klaten justru lebih populer dan mengena di hati masyarakat ketika mensosialisasikan larangan mudik, sekaligus menghibur.

Lantas, hikmah apa yang bisa dipetik oleh generasi Milenial dan generasi Z dari momen indah Mas Ucup dan Mbah Minto? Tak perlu repot, lalu latah menjadi vlogger atau selebram jika kalian tidak berbakat.

Cukup ubah persepsi akan keberadaan generasi senior. Jika berinteraksi atau tinggal bersama mereka, hargai, beri perhatian, dampingi dan lindungi.

Perlakukan seperti kalian memperlakukan orang yang kalian kasihi. Karena sosok Mbah, Opa-Oma, Opung, Nenek-Kakek atau apapun sebutannya adalah sosok berjasa, yang telah menghadirkan orang tua kalian dan generasimu sekarang.

Bagi yang memiliki keluarga atau sahabat seperti Lau, tentu harus memberikan dukungan dengan Support System berkualitas. Jangan beri peluang sekecil apapun, bila ada yang ingin merusak, menyakiti atau membuatnya terpuruk.

Foto: Ig awkarin

Selamat Jalan Lau…,

“Carilah Pelangi di Setiap Badai
Terbang Laksana Malaikat
Selamat Tinggal Teman
Aku Tahu Kau Pergi
Kau Bilang Kau Pergi
Tapi…, Aku Masih Bisa Merasakan Kau di Sini.”

“Sugeng Tindak Mbah Siyam…Mugi-mugi amal ibadah panjenengan ditompo oleh Gusti Allah.”

Foto : Ig ucup_jbsklaten

Matur Nuwun mas Ucup atas kolaborasi indah lintas generasi. Karyamu apik,
menghibur, tak tergerus masa. Teruslah berkarya dengan mereka yang papa, tersingkirkan, serta tidak dipedulikan. (RP).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini