wanitaindonesia.co – Dugaan pelecehan seksual dan bullying terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), terduga pelaku adalah 8 staf laki-laki di kantor KPI. Pelecehan ini disinyalir sudah terjadi selama kurang lebih 10 tahun.
Trigger warning: isi dari artikel ini dapat memicu trauma, khususnya bagi para penyintas kekerasan seksual. Beristirahatlah sejenak saat Anda merasa tidak nyaman saat membaca artikel ini dan segera hubungi layanan konseling psikologis apabila memiliki tendensi membahayakan keselamatan diri sendiri.
Rabu, 1 September 2021 sore, tim Konde.co menerima sebuah pesan yang beredar di berbagai grup WhatsApp.
Dalam pesan tersebut, seorang laki-laki menulis surat berisi kasus pelecehan seksual dan bullying yang Ia alami di Kantor Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Surat ini ditujukan kepada Presiden Jokowi. Korban menulis, bullying dan pelecehan seksual sudah terjadi sejak tahun 2011. Ada 8 orang yang diduga menjadi pelaku pelecehan seksual dan bullying di institusi ini.
“Yang Terhormat Presiden Joko Widodo, saya seorang Pria, berinisial MS, hanya ingin mencari nafkah di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI Pusat), saya hanya ingin bekerja dengan benar, menunaikan tugas dari pimpinan, lalu menerima gaji sebagai hak saya, dan membeli susu bagi anak semata wayang saya.”
Sepanjang 2012-2014, korban terus dibully dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior. Para pelaku diduga mengintimidasi, merendahkan dan menindas korban.
“Sejak awal saya kerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan pelan.”
Korban juga menuliskan soal pelecehan seksual yang terus terjadi di tahun-tahun berikutnya dan mengatakan bahwa para pelaku mendokumentasikan bagian tubuh intim korban. Kejadian ini membuat korban tak berdaya, trauma, dan merasa tidak berharga.
Di tahun 2017 korban kemudian datang ke Rumah Sakit PELNI untuk melakukan endoskopi. Hasilnya, korban mengalami hipersekresi cairan lambung akibat trauma dan stres. Namun bully dan pelecehan yang sama terus-menerus terjadi
“Sepanjang 2018, karena tidak kuat dibully dan dimaki, usai tugas kantor selesai, saya sering menyendiri di Mushola hanya untuk menangis dalam kesunyian. Kadang saya pulang ke rumah di jam kerja hanya untuk menghindari perundungan yang tak sanggup saya tanggung. Mereka terus merundung dengan kata kata kotor dan porno seolah saya bahan hiburan mereka. Tapi karena dimarahi ibu agar bekerja sampai tuntas, saya akhirnya terpaksa kembali ke kantor.”
Ingin menyelesaikan kasus ini, korban kemudian melaporkan yang ia alami ke Komnas HAM dan ke polisi di tahun 2017 dan 2019
Laporan ke Komnas HAM dan Polisi
Dihubungi Konde.co melalui telepon, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyatakan bahwa korban memang pernah melaporkan kasusnya ke Komnas HAM di tahun 2017 melalui email.
Dari hasil tersebut, staf analis pengaduan Komnas HAM menemukan bahwa kasus ini sudah masuk dalam ranah pidana. Lalu Komnas HAM mengeluarkan surat rekomendasi pada korban untuk melaporkan kasus ini ke polisi.
“Memang betul di tahun 2017 korban mengadu ke Komnas HAM lewat email antara Agustus-September 2017. Dari uraian yang disampaikan korban, analis pengaduan Komnas HAM yang menerima pengaduan menyatakan bahwa kasus ini bisa masuk ranah pidana, korban kemudian direkomendasikan Komnas HAM ke kepolisan untuk melaporkan kasusnya.”
Setelah surat ini beredar di grup WhatsApp, Beka mengatakan sudah berkoordinasi dengan 2 orang komisioner KPI 2 dan akan segera bertemu.
“Jika korban bersedia ke Komnas HAM lagi, maka akan diterima langsung dan Komnas HAM akan menindaklanjuti aduan tersebut dan memastikan serta mengawal proses ini di kepolisian,” kata Beka Ulung Hapsara pada Konde.co
Korban menyatakan dalam suratnya yang beredar, bahwa sejak pengaduan itu, para pelaku mencibir korban sebagai manusia lemah dan si pengadu. Perundungan yang sama terus terjadi selama bertahun-tahun dan lingkungan kerja seolah tidak kaget. Para terduga pelaku sama sekali tak tersentuh.
Karena tak betah dan sering sakit, pada 2019 korban memutuskan untuk melapor ke Polsek Gambir untuk membuat laporan pidana. Tapi petugas polisi malah bilang, “Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan.”
Karena perundungan terus terjadi, pada 2020 korban kembali ke Polsek Gambir, berharap laporannya diproses dan para pelaku dipanggil untuk diperiksa. Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap cerita ini serius dan malah mengatakan, “Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya,” kata korban seperti dalam surat yang beredar.
Ketidakpercayaan atau ketidakseriusan orang-orang terhadap kasus ini membuat korban menjadi stress. Ia menuliskan:
“Pak Jokowi, Pak Kapolri, Menkopolhukam, Gubernur Anies Baswesan, tolong saya. Sebagai warga negara Indonesia, bukankah saya berhak mendapat perlindungan hukum? Bukankah pria juga bisa jadi korban bully dan pelecehan? Mengapa semua orang tak menganggap kekerasan yang menimpaku sebagai kejahatan dan malah menjadikanya bahan candaan? Usai lapor atasan, mengapa pelaku tidak disanksi? Seperti inikah lingkungan kerja di KPI Pusat?. Dengan rilis pers ini, saya berharap Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia mau membaca apa yang saya alami. Saya tidak kuat bekerja di KPI Pusat jika kondisinya begini. Saya berpikir untuk resign, tapi sekarang sedang pandemi Covid-19 dimana mencari uang adalah sesuatu yang sulit.”
Pernyataan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Wakil Komisioner KPI Pusat, Mulyo Hadi yang dihubungi Konde.co pada 1 September 2021 kemarin menyatakan bahwa KPI Pusat telah mengeluarkan pernyataan sikapnya.
KPI kemarin mengeluarkan pernyataan sikap atas kejadian ini, yaitu menyatakan turut prihatin dan tidak mentoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun.
KPI berjanji akan melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak dan mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, KPI juga berjanji akan memberikan perlindungan, pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologi terhadap korban dan menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying) terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku.