
WanitaIndonesia.co, Lampung – Pemanfaatan limbah sampah organik kini menjadi peluang bisnis yang menjanjikan, khususnya bagi para peternak maggot. Berangkat dari banyaknya limbah organik seperti sayuran dan sisa makanan dari restoran, muncullah ide untuk mengembangkan budidaya maggot secara lebih luas.
Salah satu penggiat budidaya maggot, Paiman, warga JT Agung, Karanganyar, Lampung, menuturkan bahwa usahanya bermula dari skala kecil. Terbatasnya modal dan pengetahuan membuat keuntungan yang didapat masih minim. Namun, seiring waktu, potensinya mulai dilirik oleh Dompet Dhuafa.
“Awal mula maggot saya kembangkan dengan skala kecil, sehubungan dana dan pengetahuan akan budidaya maggot kurang, alhasil keuntungan saya kecil. Dompet Dhuafa melirik potensi besar maggot yang dikembangkan olehnya, alhasil maggot tidak sekadar potensi pakan ternak namun juga akan merambah di bidang kosmetik,” jelas Paiman saat ditemui pada Selasa (20/5).
Ia menjelaskan bahwa maggot memiliki kemampuan mengurai sampah dengan sangat cepat. “Dalam waktu 24 jam, 10.000 ekor maggot BSF dapat mengurai 5 kg sampah organik. Maggot juga mampu memakan sampah organik sebanyak 2 hingga 5 kali berat badannya per hari,” ujarnya.
Paiman menambahkan bahwa maggot juga sangat membantu dalam efisiensi biaya pakan lele. “Kita di sini ada sekitar 50.000 ikan lele yang siap panen. Bila diberikan pakan pur, itu biayanya sangat besar. Tetapi dengan maggot ini bisa lebih murah dan terbantu,” tambahnya.
Dari hasil penjualan maggot, Paiman mampu meraup keuntungan bersih sebesar Rp3-5 juta per bulan melalui penjualan online, dan sekitar Rp500 ribu hingga Rp1 juta dari penjualan offline.
Pendamping program dari Dompet Dhuafa, Wawan Setiawan, menjelaskan bahwa Program Maggotin dirancang untuk mengintegrasikan pemanfaatan sampah menjadi pakan maggot, yang selanjutnya digunakan sebagai pakan lele dan unggas. Menurutnya, program ini memberi dampak ekonomi langsung kepada para penerima manfaat.
“Dengan adanya pemberdayaan maggot di desa ini, penguraian sampah yang ada di pasar bahkan di lingkungan sekitar dapat dilakukan dengan optimal, khususnya sampah organik atau sampah sisa makanan,” ujar Wawan.
Ia menambahkan, “Melalui konsep pemberdayaan maggot, program ini menjadi terobosan pengelolaan sampah yang juga dapat menghasilkan dan membantu perekonomian para penerima manfaat serta turut mengharapkan program ini kelak dapat menjadi sebuah percontohan terhadap program edukasi zero waste serta menjadi pemantik gerakan pengelolaan sampah organik dari rumah.”
Paiman pun merasa sangat bersyukur atas bantuan kandang maggot yang diterimanya melalui program ini. Ia mengaku sudah lama memiliki keinginan mengurai sampah organik agar tidak menimbulkan bau dan penyakit. Harapannya kini terwujud bersama kehadiran program Maggotin. (SRV)