BUMN Butuh Lebih Banyak Pemimpin Perempuan

BUMN Butuh Lebih Banyak Pemimpin Perempuan

wanitaindonesia.coMungkin kita sudah sering mendengar diskusi seputar emansipasi, peluang, dan kesetaraan di dunia kerja. Namun, bagaimana kenyataannya, dan masihkah relate dengan kondisi saat ini?

Syofvi Felienty Roekman, Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PT PLN (PERSERO) sekaligus Srikandi BUMN, mengungkap bahwa sampai saat ini perempuan di BUMN masih menghadapi tantangan itu, baik dari diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan (kerja). Di BUMN, hanya ada 13% perempuan di jajaran BOD, ditargetkan naik menjadi 15% di tahun 2021, dan 20% di tahun 2023.

“Kami mencoba memenuhi target-target ini. Perlu 12 perempuan untuk memenuhi target 15%,” kata Syofvi dalam acara konferensi Indonesian Women’s Forum 2021 dengan Tema New Skill Set for The Future of Work yang berlangsung pada Senin (27/9/2021) secara virtual.

Hadir dalam panel diskusi yang dimoderatori oleh Petty S. Fatimah, CCO Femina dan Direktur Editorial PT Prana Dinamika Sejahtera dan diikuti 3 panelis lainnya yaitu Phillia Wibowo(Managing Partner, Indonesia, McKinsey & Company di Indonesia), Maya Arvini (President QLUE Smart City), dan Priscilla Anais (Associate VP of Product Tokopedia).

Untuk mengejar target tersebut, hal pertama yang diperlukan adalah support organisasi. “Kita perlu kebijakan-kebijakan yang mendukung perempuan, karena mereka perlu lebih banyak support. Kalau dibandingkan pria, kita memiliki work and family conflict, karena peran ganda sebagai istri, ibu rumah tangga, mengerjakan urusan domestik, sementara ada tekanan-tekanan di dunia profesional,” kata Syofvi.

Ia mengungkap bahwa tekanan-tekanan itu adalah glass ceiling bagi perempuan untuk menapaki jenjang karier lebih tinggi. “Tidak jarang ini menjadi pilihan sulit, apalagi kalau perempuan memulai karier dari bawah. Pada saat penerimaan (karyawan), perempuan cukup banyak. Tapi makin ke atas, level makin tinggi, mereka berguguran. Kami dituntut untuk memilih mana yang menjadi prioritas. Di beberapa kondisi, begitu teman-teman perempuan mau naik ke jenjang karier berikutnya, karena suaminya juga di PLN, mereka cenderung menahan diri. Prioritaskan suami dulu. Padahal, kapasitas dan kapabilitas perempuan ini lebih baik. Ini tantangan kami untuk mendorong teman-teman perempuan untuk mempunyai kepercayaan diri,” papar Syofvi.

Diakui Syofvi, di BUMN memang terdapat kekurangan kesempatan untuk pengembangan diri perempuan. Rata-rata, memang lebih banyak memunculkan pegawai laki-laki karena pekerjaannya dan potensi karier ke depannya. Karena itu, saat ini BUMN tengah mengoptimalkan program pemberdayaan perempuan, untuk mengembangkan motivasi dan prestasi pegawai perempuan, serta memecahkan glass ceiling saat mereka mencoba naik jenjang karier lebih tinggi lagi.

“Srikandi BUMN mempunyai program leadership development journey. Kami akan seleksi. Butuh 12 orang, kami siapkan 3 kali lipatnya. Akan dilihat klaster-klaster mana yang sangat perlu. Idealnya, program ini sampai 6 bulan. Yang akan dibangun adalah proffesional development, personal development, career coaching, personal mentorship. Kita juga harus punya culture development, untuk memecahkan glass ceiling,” kata Syofvi.

Dukungan itu juga dilakukan untuk generasi yang lebih muda. Misalnya, melalui Srikandi Muda Mentorship Program. “Hari ini kita mulai Girls Take Over, kampanye yang mengajak anak muda perempuan usia 20-23 tahun untuk mengambil alih 1 hari jadi menteri BUMN dan Dirut BUMN,” pungkas Syofvi. (f)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini