wanitaindonesia.co – Seiring angka kematian akibat COVID-19 yang kian meningkat, jumlah anak yang kehilangan orang tua juga terus merangkak naik. Apa yang bisa dilakukan untuk membantu mereka meraih masa depannya kembali?
Pandemi COVID-19 masih belum kelihatan ujungnya, meski sudah lebih dari 1,5 tahun melanda dunia. Selain menelan korban jiwa, COVID-19 juga menekan kehidupan jutaan anak akibat kehilangan orang tua. Merujuk riset yang dipublikasikan The Lancet, hingga April 2021 diperkirakan ada 1.134.000 anak di dunia yang kehilangan satu atau kedua orang tua akibat COVID-19.
Di Indonesia, Satgas Penanganan COVID-19 per 20 Juli 2021 mencatat ada 11.045 anak menjadi yatim, piatu, ataupun yatim piatu akibat COVID-19. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan memperkirakan, jumlah anak yang kehilangan orang tua ada lebih dari 40.000 orang. Bukan hanya kehilangan kasih sayang, anak-anak ini juga terancam kehilangan masa depan, karena tak mampu memenuhi berbagai kebutuhan.
Hal ini terjadi karena kelompok usia produktif menjadi kelompok terbesar yang terpapar COVID-19. Data Satgas COVID-19 menunjukkan, kelompok usia terbanyak tertular COVID-19 di Indonesia 31 – 45 tahun, yakni 28,8 persen dari total kasus di Indonesia. Berikutnya kelompok usia 19-30 tahun sebesar 24,9 persen dan usia 46-59 tahun sebesar 21,7 persen.
Data Internasional menunjukkan seperti disebut di laman Instagram @hariankompas, dari 10 negara dengan angka kematian pengasuh utama dan sekunder terbesar, Indonesia menduduki posisi 9, satu tingkat di atas Pakistan. Sedangkan India menempati posisi pertama dengan angka 233.960 dan Brasil di posisi kedua dengan angka 156.816.
Tentunya hal ini membawa dampak baru di masyarakat, yang kita tidak boleh menutup mata begitu saja. Sebagai orang terdekat — keluarga, tetangga, sahabat — beberapa langkah berikut ini dapat dilakukan untuk membantu anak-anak itu kembali tersenyum dan menatap masa depan secara lebih optimistis.
Memberi tempat bernaung
Sudah menjadi kewajiban keluarga terdekat untuk menjadi wali pengganti bagi anak yang ditinggalkan kedua orang tuanya. Proses transisi terkait kehadiran tambahan anggota keluarga memang bukan hal yang mudah dilakukan. Meski begitu, percayalah bahwa Anda akan bisa melaluinya dengan baik. Tak perlu memaksakan diri untuk jadi sosok orang tua pengganti. Lebih baik posisikan diri Anda sebagai sahabat yang secara tulus membantu anak pulih dari kedukaan.
Perkuat dukungan warga
Tak ada orang tua yang ingin jatuh sakit dan meninggalkan anaknya hidup sebatang kara. Namun, apabila hal ini terjadi pada seseorang di lingkungan Anda, maka tak perlu menunggu lama untuk segera mengulurkan tangan. Kumpulkan dukungan warga sekitar untuk secara bersama-sama memberi bantuan material, legal (untuk mengurus berbagai dokumen administrasi yang diperlukan), dan sebagainya bagi si yatim piatu.
Pastikan kebutuhan dasar terpenuhi
Anak yang sedang berduka sering kali mengabaikan kepentingan pribadinya karena tenggelam dalam rasa sedih. Itu sebabnya, sebagai wali anak yang baru, pastikan segala kebutuhan dasar anak (makan, tidur, kebersihan, dan kesehatan) sudah terpenuhi dengan baik agar tidak menambah beban masalah yang dihadapinya.
Pendampingan psikis jangka panjang
Anak yang kehilangan orang tua akibat pandemi berisiko mengalami trauma sepanjang hidupnya. Karena itu, berikan waktu yang cukup kepada anak untuk melewati setiap tahapan masa duka (penyangkalan, marah, menawar, depresi, penerimaan). Hindari memaksa anak untuk segera pulih. Jika anak masih selalu tampak murung, ajak ia memfokuskan perhatian pada rutinitas harian. Jika perlu, dapatkan bantuan profesional untuk membantunya melalui masa duka ini dengan baik. (wi)