wanitaindonesia.co – Menikmati mooncake sebagai tradisi perayaan awal musim gugur dalam penanggalan Tionghoa sudah menjadi bagan dari keragaman budaya di Indonesia. Tentu saja, ini disebabkan oleh banyaknya warga Indonesia keturunan Tionghoa. Layaknya tradisi lainnya, ritual ini juga memiliki cerita layaknya dongeng di baliknya.
Setiap negara yang merayakannya, seperti Cina, Jepang, dan Korea, memiliki versi hikayatnya sendiri. Yang menarik, selalu ada hewan kelinci di setiap ceritanya.
Di Cina saja, ada banyak versi yang beredar, namun legenda ini tak lepas dari kisah sepasang kekasih Hou Yi dan Chang E. Yang paling populer adalah cerita 10 matahari.
Konon, dulu bumi dikelilingi oleh 10 matahari. Suatu hari, ke 10 matahari bersinar bersamaan dan mengakibatkan kekeringan hebat di mana-mana. Penguasa langit, yang disebut dengan Kaisar Langit mengadakan sayembara untuk memanah 9 matahari dan meninggalkan satu untuk kehidupan di Bumi.
Pemanah Hou Yi mencoba sayembara ini dan berhasil memanah 9 matahari. Kaisar Langit yang senang bertanya kepada Hou Yi apa yang ia inginkan sebagai hadiah. Hou Yi hanya ingin menikahi gadis yang dicintainya yaitu Chang E. Tak lama, keduanya pun menikah.
Perayaannya begitu meriah. Setelah menikah, Kaisar Langit kebetulan ingin merombak istananya, dan memanggil Hou Yi yang bukan saja seorang pemanah ulung tapi juga seorang arsitek mumpuni. Proyek pemugaran istana langit berhasil dengan sukses.
Saking senangnya, Kaisar Langit menghadiahkan sebotol ramuan untuk kehidupan abadi. Dengan catatan harus berbagi dengan istrinya, supaya Hou Yi dan Chang E bisa hidup berdampingan selamanya sekaligus mencapai keabadian. Saking gembiranya, Hou Yi segera berlari ke rumah, dan menunjukkan ramuan keabadian itu.
Karena senangnya, Chang E, langsung membuka botol tersebut dan menenggaknya sampai habis. Over dosis, seketika itu juga Chang E pingsan. Ia terjatuh ke lantai, dan pada saat yang sama tubuhnya terasa ringan dan melayang ke langit.
Merasa terkejut, Chang E menyambar apa saja untuk berpegangan agar dia tidak terbang ke langit. Salah satu benda yang dijadikan pegangan adalah kandang kelincinya yang berisi kelinci putih. Namun kandang itu tidak berhasil menghentikannya, dan akhirnya ia terdampar di bulan bersama kelincinya itu. Chang E yang akhirnya tinggal di bulan kemudian menjadi Dewi Bulan.
Konon, sampai sekarang, kelinci itu bisa terlihat saat bulan purnama. Untung keajaiban masih berpihak kepada pasangan Hou Yi dan Chang E. Setahun sekali, pada tanggal 15 bulan 8 penanggalan China, akan muncul jembatan yang menghubungkan bumi dan bulan sehingga pasangan itu dapat bertemu dan memadu kasih di hari itu.Bertemunya sejoli ini selalu dirayakan oleh masyarakat Tionghoa dengan menikmati kue bulan sebagai lambang keutuhan keluarga.
Di Jepang, lain ceritanya. Di awal musim gugur ini, masyarakan malakukan Tsukimi yang berarti memandang bulan. Menurut penaggalan berdasarkan bulan, bulan akan terlihat paling cantik pada bulan purnama di bulan September. Ini juga mengapa bulan ini disebut harves moon, yang menandakan dimulainya masa panen. Namun, ada juga cerita legenda yang populer di Jepang, yakni Kelinci Bulan. Diceritakan pada zaman dahulu kala, Dewa Bulan turun ke bumi untuk mengetes kebaikan para binatang (monyet, rubah, dan kelinci).
Sang Dewa yang menyamar sebagai pengemis mendatangi ketiganya yang sedang berkumpul mengelilingi api unggun. Ia bertanya kepada ketiganya apakah mereka memiliki makanan yang bisa diberikan kepadanya. Monyet segera mengumpulkan buah-buahan untuk Dewa. Si Rubah membawakan ikan yang ditangkapnya. Kelinci yang tidak punya apapun untuk diberikan, menawarkan mengorbankan dirinya lompat ke dalam api agar sang pengemis (Dewa) bisa makan dagingnya. Sebelum kelinci melakukan hal itu, Sang Dewa memperlihatkan wujud aslinya. Melihat kebaikan hati Kelinci, Dewa mengajak Kelinci tinggal di bulan bersamanya.
Legenda ini diceritakan turun temurun, hingga melahirkan kepercayaan bahwa kelinci berasal dari bulan. Dikatakan jika melihat bulan pada saat perayaan ini, akan terlihat bayangan kelinci yang sedang menumbuk mochi dengan alu dan lumpang.
Jika Anda sedang berada di Jepang di bulan perayaan Tsukimi, Anda akan melihat banyak ornamen kelinci sebagai simbol festival ini. Bukan mooncake yang dinikmati, tapi berbagai macam mochi termasuk tsukimi dango sebagai doa untuk panen yang melimpah. (wi)